Oleh: Lilik Yani
Muslimah Peduli Peradaban
Syukur tak terkira atas nikmat hidayah dari Allah ﷻ. Sekuat apapun kita mengajak bahkan memaksa umat masuk Islam, tidak akan bisa kecuali atas kehendak Allah ﷻ.
Sekelas Rasulullah ﷺ sekalipun tak bisa membuat paman tercinta masuk Islam kecuali ada hidayah dari Allah ﷻ. Akankah kita memaksa orang mengikuti keyakinan kita?
Dilansir dari Tagar.id - Felix Siauw mengaku terharu melihat kakaknya, Freddy Siauw yang mengikuti jejaknya memeluk Islam pada Sabtu, 7 September 2019. Freddy mengucapkan dua kalimat syahadat dengan dibimbing Ustaz Adi Hidayat (UAH).
Dalam unggahan foto di akun Instagram pribadinya, aktivis Islam tersebut menuliskan keterangan jika itu merupakan pelukan pertamanya setelah 35 tahun lamanya ia membenci sang kakak. Sebelumnya, ungkap Felix, hubungannya dengan Freddy seperti musuh yang tidak pernah akur. Bahkan tidak jarang keduanya saling mengancam.
Saking traumanya, pria 31 tahun itu tidak pernah sekalipun sudi mendoakan pria bertato itu. Dalam kakaknya itu sudah jelas orang jahat dan tidak mungkin bisa berubah. Sampai 2 tahun lalu, di WA masih ada saling ancam jiwa antara kita, tak usah hitung maki dan caci, terlalu banyak. Sudahlah berbeda keyakinan, kita ibarat langit bumi.
SUMEKS.CO - MasyaAllah, seorang pria asal Amerika Serikat (AS), bernama Ahmad Young mendapat hidayah di lapangan basket saat membela klub Qalandia di liga Palestina.
Pebasket yang memiliki tubuh jangkung yakni, Ahmad Young, menjadi salah satu orang paling beruntung karena telah Allah ﷻ pilih untuk mendapatkan hidayah dan memeluk Agama Islam.
Ahmad Young mengucapkan dua kalimat syahadat disaksikan teman satu timnya, yang merupakan orang asli Palestina. Momen bahagia tersebut, berhasil diabadikan dalam sebuah video dan menyebar luas di media sosial. Berita keislaman Ahmad Young secara cepat beredar di media massa. Media lokal maupun lainnya, turut memberitakan kisah Islamnya Ahmad Young saat berada di Palestina.
Ketika Hidayah Menyapa Seorang Hamba
فَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْاِسْلَامِۚ وَمَنْ يُّرِدْ اَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاۤءِۗ كَذٰلِكَ يَجْعَلُ اللّٰهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An'am Ayat 125)
Dalam ayat ini Allah ﷻ menggambarkan tentang orang-orang yang diberikan hidayah dan orang yang jauh dari hidayah. Orang yang jauh dari hidayah, Allah ﷻ jadikan dadanya sempit, hidupnya susah, meskipun hidupnya dipenuhi dengan kenikmatan duniawi. Mereka diibaratkan seperti orang yang naik ke puncak gunung, dimana orang-orang yang melihatnya dari bawah seperti orang yang telah bebas dan berhasil, akan tetapi kenyataannya dia bernafas dengan susah payah.
Demikianlah perumpamaan orang-orang yang belum mendapatkan hidayah, seakan-akan kita melihat bahwa mereka telah mendapatkan segala kenikmatan dunia, mereka bisa melakukan apa yang mereka kehendaki. Akan tetapi kenyataannya mereka menjalani hidup dengan tidak bahagia. Mereka tidak merasakan kebahagiaan sebagaimana kebahagiaan yang dirasakan oleh seorang muslim yang mungkin hidup dalam keterbatasan namun hati mereka dipenuhi dengan iman dan qona’ah kepada Allah ﷻ.
Sempitnya hidup yang Allah ﷻ gambarkan dalam ayat di atas tentunya dirasakan oleh orang-orang yang dahulu masih terjerumus dalam lautan kemaksiatan. Mereka pasti merasakan kegelisahan, kebimbangan dan keraguan, bahkan tidak tahu ke mana tujuan hidup tatkala itu, padahal mungkin saat itu mereka memiliki harta yang banyak.
Akan tetapi tatkala mereka meninggalkan itu semua, lalu mulai duduk di masjid untuk shalat, mendengarkan pengajian, membaca Al-Quran, maka kebahagiaan yang mereka rasakan. Seperti itulah perpindahan keadaan seseorang yang terjerumus dalam kemaksiatan menuju hidayah. Maka bagaimana lagi keadaan orang yang sebelumnya musyrik, kemudian mendapatkan hidayah untuk masuk Islam.
Oleh karenanya jika hidayah telah menyapa seorang hamba, maka dia akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Kebanyakan di antara kita mendapatkan hidayah sejak kecil. Kita lahir dalam kondisi kedua orang tua yang telah muslim, sehingga kita tinggal mengikut agama orang tua kita.
Akan tetapi ada orang-orang yang dahulunya dalam kesyirikan, yang kemudian Allah ﷻ beri hidayah kepada mereka untuk mengenal Islam. Orang-orang seperti mereka itu lebih merasakan betapa luar biasanya nikmat hidayah itu. Sebagaimana para sahabat Nabi ﷺ terdahulu, mereka betul-betul mengetahui betapa indahnya Islam karena sebelumnya mereka dalam kesyirikan.
Oleh karenanya tatkala Raja Najasyi memanggil Ja’far bin Abi Thalib tatkala para sahabat berhijrah ke negeri Habasyah untuk bertanya tentang Islam.
Ja’far bin Abi Thalib menceritakan bagaimana kerusakan-kerusakan yang dia lakukan dahulu sebelum masuk ke dalam Islam. Akan tetapi setelah masuk Islam dia mengatakan bahwa itu adalah kenikmatan. Padahal waktu mereka (para sahabat) masuk Islam, mereka sedang diintimidasi, disiksa dan dimusuhi oleh orang-orang Quraisy, dan mereka juga diusir dari negeri mereka. Akan tetapi mereka merasakan kenikmatan iman dan Islam, meskipun dalam kondisi terdesak.
Maka bagaimana lagi dengan kenikmatan yang kita rasakan, dimana kita hidup di negeri yang aman untuk berislam. Kita hidup di negeri yang seseorang bisa merasa aman di mana pun berada. Oleh karenanya ini merupakan nikmat Allah ﷻ yang harus kita syukuri.
Hidayah itu Prerogatif Allah ﷻ untuk Hamba yang Dikehendaki sebagaimana telah dijelaskan dalam AL-Qur'an surat Al-Qasas Ayat 56:
اِنَّكَ لَا تَهۡدِىۡ مَنۡ اَحۡبَبۡتَ وَلٰـكِنَّ اللّٰهَ يَهۡدِىۡ مَنۡ يَّشَآءُؕ وَهُوَ اَعۡلَمُ بِالۡمُهۡتَدِيۡنَ
“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
Hidayah yang mengantar seseorang menerima dan melaksanakan tuntunan Allah ﷻ bukanlah wewenang manusia, atau dalam batas kemampuannya, tetapi semata-mata wewenang dan hak prerogatif Allah ﷻ.
Di sini Allah ﷻ menjelaskan hakikat tersebut dengan penegasan, "Sungguh, engkau wahai Nabi Muhammad, tidak dapat memberi petunjuk dalam bentuk hidayah taufìq yang menjadikan seseorang menerima dengan baik dan melaksanakan ajaran Allah kepada orang yang engkau kasihi, meski engkau sangat berhasrat untuk memberi petunjuk kepada kaummu. Engkau hanya mampu memberi hidayah irsyàd, dalam arti memberi petunjuk dan memberitahu tentang jalan kebahagiaan, tetapi Allah ﷻ-lah yang memberi petunjuk keimanan hidayah kepada orang yang Dia kehendaki-Nya bila dia bersedia menerima hidayah dan membuka hatinya untuk itu, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."
Ayat ini menerangkan bahwa Muhammad ﷺ tidak dapat menjadikan kaumnya untuk taat dan menganut agama yang dibawanya, sekalipun ia berusaha sekuat tenaga. Ia hanya berkewajiban menyampaikan dan hanya Allah ﷻ yang akan memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dia yang mempunyai kebijaksanaan yang mendalam dan alasan yang cukup. Hal tersebut ditegaskan pula pada ayat lain di dalam Al-Qur'an.
اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qasas Ayat 56)
وَمَآ أَكْثَرُ ٱلنَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
“Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman walaupun engkau sangat menginginkannya.” (QS. Yusuf Ayat 103)
Pada akhir ayat ini, Allah ﷻ menegaskan bahwa Dia lebih mengetahui siapa orang-orang yang bersedia dan pantas menerima hidayah itu. Di antara mereka ialah orang-orang Ahli Kitab yang pernah dikisahkan peristiwanya pada ayat-ayat yang lalu. Sebaliknya orang-orang yang tidak bersedia menerima hidayah seperti beberapa kerabat Nabi, maka hidayah tidak akan diberikan kepada mereka.
Peran Pemimpin Umat Mengajak Taat
Hidayah akan turun pada hamba yang dikehendaki Allah ﷻ. Hamba yang dalam hati kecilnya ingin mengabdi kepada Allah ﷻ. Terkadang ada belenggu yang menghalangi. Rasa gengsi untuk mengakui bahwa Islam itu luar biasa.
Ketika hidayah datang lalu mereka menangkapnya, maka terbukalah hatinya untuk mudah memahami ajaran Islam. Perlunya pemimpin Islam memberikan suasana ibadah dan penerapan aturan Islam dengan baik. Hingga menjadi daya tarik umat untuk senang diatur dengan hukum Islam.
Pemimpin umat menyiapkan para pengemban dakwah yang senantiasa mengajak dan memberi contoh amal kebaikan. Hingga umat memandang bahwa Islam itu indah, dan diatur dengan sistem Islam itu membahagiakan. Semoga suatu saat umat siap diajak taat dan kembali menerapkan aturan Islam. Aturan yang diciptakan Allah ﷻ yang paling paham kondisi hamba-Nya.
Wallahu a'lam bish shawwab
0 Komentar