DIREKTUR IJM: PEMUTIHAN SAWIT DI KAWASAN HUTAN BUKTI PEMERINTAH BERPIHAK PADA KORPORASI BESAR


Oleh: Rizky
Jurnalis Lepas

Pemutihan atas kepemilikan kebun sawit seluas 3,3 hektare di kawasan hutan dinilai Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM), Agung Wisnu Wardana sebagai bukti bahwa pemerintah cenderung memihak korporasi besar.

Pengampunan sawit korporasi di kawasan hutan menunjukkan bahwa pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha besar. Pemerintah semestinya menegakkan hukum terkait masalah ini, bukan malah berkompromi dengan korporasi melalui pengampunan,” kata Agung dalam kanal YouTube Justice Monitor, Minggu (9/7/2023).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut binsar Panjaitan menyatakan bahwa pemerintah terpaksa memutihkan atau mengampuni kepemilikan kebun sawit di kawasan hutan dengan luas mencapai 3,3 juta hektare.

Di sisi lain, banyak pihak menolak kebijakan pengampunan lahan sawit ilegal tersebut. Pasalnya, hal itu berpotensi memperuncing jurang diskriminasi kebijakan. Terlebih, tidak semua kasus yang terjadi dapat diselesaikan secara sama rata dengan pemutihan.

Pemutihan dinilai banyak pihak bukanlah solusi, sebab jenis penguasaan kebun sawit dalam kawasan hutan beragam dan tidak bisa disamaratakan. Apalagi perkebunan sawit korporasi dalam kawasan hutan turut menyumbang angka konflik agraria,” jelas Agung.

Tak hanya itu, lanjut dia, perkebunan sawit korporasi di kawasan hutan juga merusak lingkungan hidup dan mengancam keanekaragaman hayati, sistem pertanian monokultur skala luas, termasuk juga pengelolaan perkebunan yang tidak adil dan ketimpangan penguasaan tanah. Persoalan itu pun akhirnya menyulut konflik agraria di wilayah tersebut.

Meskipun pemerintah telah melakukan moratorium izin perkebunan sawit pada 2018-2020, Agung mengungkapkan, nyatanya yang terjadi di lapangan, pertumbuhan area perkebunan sawit terus bertambah. Bahkan menurut Luhut, pertambahan area tersebut lebih luas dibandingkan dengan area perijinan yang terdaftar.

Fakta itu sejalan dengan pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menunjukkan bahwa luas lahan perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan sudah mencapai 3,3 juta hektare. Sementara 2,6 juta hektare di antaranya diduga tanpa menggunakan proses permohonan kepada pemerintah. Ini poin penting yang perlu kita catat bersama,” tegas Agung.

Ironisnya, lanjut Agung, bukannya ditertibkan, penindakan terhadap keberlanjutan tanaman sawit di dalam kawasan hutan ini, terutama yang dilakukan oleh korporasi, justru malah diperlunak dengan hanya dikenai sanksi administratif. “Tentu ini menunjukkan ketidak berpihakan dan juga menunjukkan sebenarnya arah orientasi negara ke mana,” imbuhnya.

Agung menyarankan, lahan seluas 3,3 juta hektare tersebut sebaiknya dijadikan tanah objek reforma agraria untuk petani, masyarakat adat dan masyarakat desa sekitar hutan. Menurutnya, solusi praktis ini akan membantu capaian target 9 juta hektare reforma agraria pemerintah, terutama yang berasal dari pelepasan kawasan hutan yang saat ini bisa dikatakan jalan di tempat.

Posting Komentar

0 Komentar