BENCANA TAK HENTI, KEMANA JAMINAN HAKIKI?


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

Beredar video amatir yang memperlihatkan meluapnya banjir hingga merobohkan sebuah jembatan. Peristiwa itu terjadi di salah satu desa di wilayah Lumajang, Jawa Timur. Bupati Lumajang Thoriqul Haq menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari, menyusul terjadinya banjir lahar dingin Gunung Semeru, yang menerjang beberapa desa di wilayahya (CNN Indonesia, 8/7/2023).

Menurut Thoriq, cuaca ekstrem dengan intensitas hujan tinggi selama beberapa hari ini mengakibatkan banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah. Bahkan, terjangan keras material lahar dingin Semeru juga mengakibatkan beberapa jembatan mengalami kerusakan hingga terputus total.

Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun Dinas Sosial PPPA Lumajang, hingga pukul 23.00 WIB, Jumat (7/7), jumlah pengungsi mencapai 493 jiwa, mereka tersebar di beberapa titik pengungsian. Tak hanya Lumajang yang berduka, ribuan rumah di Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terendam banjir imbas luapan air Sungai Kokat setelah hujan lebat terjadi dari sore hingga malam hari. Dandim 1607/Sumbawa Letkol Czi Eko Cahyo Setiawan membenarkan hal itu (CNN Indonesia, 8/7/2023).


Indonesia Kaya Wilayah Bencana, Namun Minim Mitigasi

Jelas sebuah keadaan yang tak diinginkan siapapun, di saat cuaca tak menentu justru tertimpa bencana yang menghilangkan harta benda hingga nyawa. Berbagai bencana kembali terjadi, baik gempa bumi, banjir, maupun longsor dan lain-lain. Tak hanya satu wilayah, tapi merata di berbagai wilayah di tanah air. Seolah terus berulang dan menjadi langganan.

Secara geografis, Indonesia adalah Negara dengan banyak potensi bencana, namun pemerintah seolah tidak sadar bencana karena mitigasi bencana sangat lemah. Hal ini terbukti dari adanya banyak korban benda maupun jiwa. Sebagaimana ancaman El-Nino yang diklaim akan menciptakan krisis pangan dan air di beberapa wilayah di Indonesia bahkan dunia.

Pemerintah justru mengantisipasinya dengan menambah impor beras. Sangatlah jauh dari akar persoalan. Atau ini memang watak asli pemerintah kita yang abai terhadap urusan rakyatnya? Terlebih jika melihat cakupan bencana yang luas, tidak hanya dari satu provinsi atau bahkan kecamatan saja.

Jika sekadar koordinasi dengan pihak yang terkait hal itu sama juga bohong. Terbukti negara abai atas tugasnya sebagai pelindung rakyat. Namun, secara fakta penanganan bencana, pasca, maupun membangun mitigasi bencana butuh negara mandiri yang memiliki visi misi jelas ke depan.

Jika kita melihat bagaimana Jepang bangkit dari keterpurukannya pasca perang dunia ke-2 dimana Amerika berhasil melumpuhkan kekuatan Jepang di Asia Tenggara dengan menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki sungguh luar biasa. Terlebih Jepang memiliki kondisi geografi yang mirip dengan Indonesia yaitu berada pada posisi lingkaran gunung berapi dan patahan-patahan lempengan bumi yang membawa dampak gempa bumi, banjir bahkan tsunami.

Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, Jepang membentuk antisipasi terhadap gempa dengan membangun struktur bangunan dengan konsep tahan gempa dengan 3 prinsip bangunan yaitu sistem antiseismik, redaman, dan seismik terisolasi. Artinya, pemerintah Jepang memang mengalokasikan dana untuk ke arah sana.


Kapitalisme Akar Persoalannya

Banyak negara maju yang mengkonsep mitigasi bencananya sesuai dengan kondisi geografis mereka. Ada apa dengan Indonesia? Selain alasan keterbatasan dana juga tidak adanya tenaga ahli yang mampu merumuskan. Jelas hal ini adalah kebohongan besar. Tak kurang dari anak negeri ini yang pintar dan berhasil menemukan berbagai inovasi dibidang sain dan teknologi.

Masalahnya, negara tidak pernah menghargai mereka selayaknya seorang penemu yang berkontribusi kepada kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Negara kita diisi oleh orang-orang yang terlalu tunduk dengan pihak asing. Fungsi regulator pada pemerintah lebih dominan dibandingkan posisi sebagai periayah.

Rasullah ï·º bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Islam menjadikan negara sebagai pelindung atas rakyat, baik harta dan jiwa. Negara akan melakukan berbagai upaya secara maksimal untuk menjaga keselamatan warga dengan penuh tanggung jawab.

Sebab, harus diyakini oleh setiap kepala negara bahwa jabatan dan kekuasaan merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Jikapun hari ini ada lembaga yang bertugas mencegah sekaligus mengatasi bencana, mereka tak bisa bergerak tanpa ada instruksi dari atasan.

Sangat berbeda dengan negara Islam, pembiayaan seluruh jaminan negara atas jiwa dan harta ada pada Baitulmal. Mulai dari mitigasi berupa pembangunan, alat dan prasarana maupun secara teknis juga recovering pasca bencana, sehingga negara memiliki dana yang berlimpah untuk jaminan itu.

Negara juga akan memberlakukan sistem hukum dan sanksi yang tegas, adil dan murah kepada pelanggar. Semisal pembangunan tata letak kota yang tidak memperhatikan letak resapan air, apakah wilayah itu tanahnya subur, untuk perumahan, atau industri. Pemimpin Islam jelas akan menjadikan bumi ini sebagai warisan untuk anak cucunya kelak. Wallahu a'lam bish showab.

Posting Komentar

0 Komentar