Oleh: Muhar
Jurnalis Lepas
Aktivis Muslim Tangerang Selatan (Tangsel) dan Praktisi Bidang Kelautan Arif Anwar, S.T. menilai, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bisa dipakai untuk melakukan penambangan pasir laut secara besar-besaran.
“Bahasa sedimen (endapan) di PP itu bisa dipakai oleh sebagian orang untuk melakukan penambangan secara besar-besaran karena justifikasi (pembenaran),” nilainya dalam program Podcast Dakwah Tangsel: Dampak Bahaya Ekspor Pasir Laut di kanal YouTube Dakwah Tangsel, Rabu (14/6/2023).
Ia mengulas, di PP itu disebutkan, sedimentasi terdiri dari pasir dan sedimen lain yang berupa lumpur.
“Jadi bahasanya pemerintah, sedimen ini kan adalah sesuatu yang dibawa oleh aliran sungai. Yaitu dari aktivitas-aktivitas manusia yang ada di hulu sepanjang daerah sungai ke bawah, kemudian ke laut dan menutup beberapa area di laut. Dan kalau saya lihat itu yang ditujukan oleh peraturan tersebut,” ulasnya.
Ia pun meragukan, banyaknya jumlah sedimen di laut Indonesia yang bisa diangkat secara aman dan tidak merusak kondisi asli dari lingkungan perairan.
“Meskipun pemerintah sempat mengklaim sampai 23 miliar kubik meter, tapi kalau kita jalan-jalan di sekitar Laut Jawa, nampaknya nggak banyak area-area penemuan itu,” ucapnya.
Sebagai orang yang bekerja dan beraktivitas di bidang kelautan, Arif menuturkan, bahwa sedimen yang mengandung lumpur itu tidak memiliki nilai ekonomis. Menurutnya, pasti yang akan dicari penambang adalah pasir.
“Kemarin saja ketika masih pro kontra sudah ada beberapa daerah yang memperbolehkan. Itu saja penambangannya sudah dilakukan secara masif. Apalagi sekarang, perizinan tambang dan kran ekspornya telah dibuka,” tuturnya.
Sistemik
Arif menegaskan, masalah ini sudah bukan lagi persoalan teknis, tapi kesalahan pengelolaan (sistemik). Harusnya ini menjadi perhatian di kalangan pemerintah pusat.
“Hal ini harusnya tidak diizinkan,” tegasnya.
Menurutnya, sistem pengelolaan yang salah karena didasari pada mindset pemerintah yang salah, bahwa kemanfaatan itu di atas segalanya.
Ia pun memandang, bahwa penyebab mengapa swasta bisa menguasai Sumber Daya Alam (SDA) adalah karena mindset (pola pikir) pemerintah atau orang-orang yang mengelola tersebut hanya melihat kemanfaatan.
“Nah, mereka nggak berpikir, secara hukum positif apalagi berkaca pada syariat Islam, bahwa wilayah yang seharusnya dimiliki oleh umum (termasuk laut dan pantai), itu tidak boleh di privatisasi. Jadi, ini kita bicara adanya sistem pengelolaan yang salah," ujarnya memungkasi.
0 Komentar