MESKIPUN DIAWASI SELURUH RAKYAT, PEMILU SUDAH PASTI CURANG?


Oleh: Nasrudin Joha
Jurnalis Lepas

Menko Polhukam Mafud MD kembali mengingatkan jika kecurangan pasti akan terjadi di setiap pemilu, baik di masa lalu maupun di pemilu berikutnya. Hal tersebut beliau sampaikan pada Simposium Nasional Literasi Media dan Politik Jelang Pemilu 2024 yang telah terlaksana bulan Mei di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pemilu itu adalah taruhan kita bagi masa depan bangsa ini. Saya katakan, apakah pemilu kita itu akan bebas dari kecurangan? Tidak. Pemilu itu pasti diwarnai kecurangan yang kemarin dan yang besok,” ungkap Mahfud MD, Selasa, 23 Mei 2023.

Semua lawan politik, baik partai, calon presiden, pasti curang. Penyelenggara pemilu, termasuk KPU, Bawaslu, dan pejabat maupun beragam pihak terkait sudah pasti curang. Namun, intensitas dari kecurangan tersebut bervariasi.

Juru kampanye politik umumnya terbiasa berlaku curang dan juga akan melihat kecurangan lawan mereka. Mereka hanya mencatat kecurangan satu sama lain. Saat menang, segala tindakan curang mereka akan dikubur dan coba dihapuskan. Begitu kalah, bukti kecurangan lawan bisa dijadikan senjata untuk membatalkan kemenangan lawan.

Karena itu, setiap musim pemilu, baik di tingkat Bawaslu, Mahkamah Agung, maupun Mahkamah Konstitusi, pihak-pihak terkait selalu ada kasus silih berganti. Terkadang mereka tertangkap oleh polisi.

Oleh karena itu, ketika Anda mengatakan “Waspadalah terhadap kecurangan, waspadalah terhadap penipuan”, kenyataannya Anda hanya bisa menonton dan tidak melakukan apa-apa. Mahkamah Konstitusi paling-paling akan menolak kecurangan pemilu jika dirujuk ke Mahkamah Konstitusi, yang putusannya pada akhirnya akan melegitimasi kecurangan tersebut. Seperti yang terjadi pada Pemilu 2019.

Pada pemilu lalu, tepatnya pilpres, istri seorang Danjen Kopassus di kota Bekasi, menemukan kecurangan pemilu yang terorganisir, sistematis, dan berskala besar.

Saat itu, Minurlin Lubis, istri Danjen Kopassus Agus Sutomo, memeriksa dan menemukan kecurangan di gudang penyimpanan kotak suara milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi. Video tersebut merupakan salah satu bukti dugaan kecurangan dalam Pilkada 2019 yang dihadirkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.


Tapi apakah itu penting?

Karena MK akan menutupinya dengan kalimat “Tidak ada korelasi yang signifikan antara kecurangan dan perolehan suara secara keseluruhan”. Hakim MK tidak mempermasalahkan kecurangan, yang penting kecurangan tidak berpengaruh pada jumlah suara untuk membatalkan hasil kemenangan.

MK sudah menjadi mahkamah kalkulasi bukan lagi mahkamah konstitusi. Yang penting adalah jumlah suara, masalah ada atau tidaknya kecurangan tidak jadi masalah. Artinya, MK juga menyadari bahwa setiap pemilu pasti ada kecurangan.

Terkait kasus DPT yang bermasalah juga pada akhirnya hanya dianggap angin lalu. Kematian lebih dari 900 anggota KPPS juga dianggap sebagai kematian biasa. Penulis menyarankan kepada setiap pembaca yang peduli pada diri mereka sendiri dan keluarga mereka untuk waspada agar tidak menjadi korban penipuan pemilu yang konyol.

Jadi, bahkan hari ini, dengan semua juru kampanye politik yang bersuara 'Awas Pemilu curang, Waspada!', Pada kenyataanya mereka masih terus ikut kedalamnya. Mereka tidak akan melawan karena mereka tahu bahwa semua orang juga pasti curang.

Kita lihat saja. Setelah kalah, maka semua hype tentang kecurangan pemilu pasti akan menggema. Yang menjadi pertanyaannya adalah apakah gerakan protes yang dilakukan itu untuk kecurangan pemilu atau protes atas kekalahan pemilu?

Saya pikir masyarakat harus membuat keputusan sendiri. Jangan terkecoh dengan kandidat politik yang meminta dukungan pada pemilu, lalu membiarkan pemilu yang penuh kecurangan, dan hanya meneriakkan "perang" setelah kalah dalam pemilu. Kalah, kalah saja sendirian jangan justru mengajak rakyat untuk ikut menyuarakan kecurangan pemilu!

Kalau kandidat politik konsisten bersama rakyat, sudah sejak awal mereka berdiri bersama rakyat. Bukan hanya bersama rakyat ketika membutuhkan suara, sementara nasib rakyat tidak diperhatikan. Para kontestan politik sejatinya hanya ingin meraih kekuasaan, bukan untuk melayani rakyat.

Posting Komentar

0 Komentar