Oleh: Abdul Basit
Jurnalis Lepas
Imam Malik mengatakan "Al ibadatu hiya" ibadah itu adalah "to'atullah" taat kepada Allah, "Wahudu'ulahu" tunduk kepada-Nya, "wattizamu ma syar'ahu minaddin" dan berpegang teguh kepada apa yang disyariatkan oleh Allah ﷻ didalam Agama-Nya.
Ringkasnya ibadah adalah ketika kita terikat kepada syariah Allah ﷻ yakni syariat Islam.
Makna terikat kepada syariah Allah ﷻ adalah menjadikan syariat Allah ﷻ sebagai tolok ukur perbuatan kita atau mic qiyasul a'mal kita, haram menurut Syariah maka haram bagi kita, halal menurut Syariah halal pula bagi kita. Apa yang dikatakan haram oleh Syariah kita tinggalkan dan kita melakukan apa saja yang dikatakan halal oleh Syariah
Inilah esensi dari taqwa yaitu sikap seorang muslim untuk tunduk setunduk-tunduknya kepada Allah ﷻ, sebagaimana keterangan-Nya dalam surah An-Nur ayat 51 :
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An-Nur:51)
Sikap sam’an wa thoatan terhadap segenap perintah dan larangan Allah ﷻ meskipun perintah itu sekilas nampak tidak masuk akal sebagaimana perintah untuk membangun bahtera kepada Nabi Nuh عَلَیهِ السَّلام di puncak bukit, di puncak gunung yang sama sekali tidaklah masuk kedalam akal manusia.
Atau sekilas perintah itu tidak nyambung dengan persoalan yang kita hadapi sebagaimana perintah Allah ﷻ kepada Nabi Musa عَلَیهِ السَّلام untuk memukulkan tongkatnya ke tepian laut yang tidak ada hubungannya dengan pengejaran Firaun dan balatentaranya.
Atau sekilas perintah Itu tampak kejam sebagaimana perintah Allah ﷻ kepada Nabiyullah Ibrahim عَلَیهِ السَّلام yakni perintah untuk menyembelih putranya yang sudah lama sekali dinantikan kehadirannya. Hingga pada akhirnya Nabiyullah Ibrahim عَلَیهِ السَّلام mendapatkannya dan begitu menyayangi putranya Ismail عَلَیهِ السَّلام yang mulai tumbuh dewasa, namun dititik itu justru datang perintah Allah ﷻ untuk menyembelih kekasih hatinya itu.
Inilah ketakwaan, Mereka melaksanakan perintah itu dengan sepenuhnya karena mereka yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah ﷻ tidak mungkin menzalimi hambanya dan yakin bahwa perintah Allah ﷻ itu pasti baik untuk hamba-Nya.
Kemudian dilaksanakanlah oleh Nabi Nuh عَلَیهِ السَّلام membangun bahtera di puncak bukit itu, dipukulkan tongkatnya oleh Nabi Musa عَلَیهِ السَّلام dan begitu juga dengan nabi Ibrahim عَلَیهِ السَّلام.
Tidak kalah hebatnya Ismail عَلَیهِ السَّلام ketika disampaikan kepadanya "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?" itu adalah perintah yang hakekatnya menghilangkan nyawa dirinya tapi dengan tegas Ismail mengatakan "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."
Sinergi Artikel :
0 Komentar