Oleh: Nasrudin Joha
Jurnalis Lepas
Indahnya negeri ini, indah untuk para pencuri elit, para koruptor, perompak dan ragam tindak kriminal lainnya? Kita ketahui kasus sebelunya seperti tindak pidana cuci uang, bandar narkoba, korupsi dan nepotisme semua dapat dibersihkan oleh rezim ini dengan ragam progaram dari negara yang bernama Tax Amnesty.
Dengan dalih agar mendapat tambahan penghasilan pajak atau dalam rangka membuat objek pajak baru untuk pendapatan negara yang lebih baik, Jokowi dan jajaran ekonomnya diarahkan oleh Luhut Panjaitan agar membuat program pengampunan pajak.
Tidak peduli lagi dari mana sumber harta orang itu, meskipun hasil dari narkoba, korupsi atau nepotisme selama mereka membayar pajak mengunakan program repatriasi atau deklarasi semua hartanya menjadi legal dan diakui serta dilindungi oleh negara.
Lalu ketika uang legalisasi Tax Amnesty habis, kini rezim Jokowi melalui Luhut Panjaitan memakai objek baru. Seluruh kebun sawit ilegal didata dan diarahkan agar membayar pajak sehingga aktivitas mereka dapat dilegalisasi dengan alasan untuk menambah pajak negara.
Melansir dari beragam media, ada sebanyak 3,3 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit ilegal di kawasan hutan yang akan dilegalisasi. Hal tersebut dikonfirmasi langsung Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut berpendapat bahwa perkebunan sawit yang ada di lahan hutan itu sudah berjalan dan tidak bisa serta merta dicopot begitu saja. Dengan dasar alasan tersebut Luhut kemudian mengusulkan pemutihan (legalisasi) sebagai solusi.
Luhut memaparkan hasil temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bahwa ada 16,8 juta hektare lahan perkebunan sawit. Sebanyak 3,3 juta hektare di antaranya merupakan lahan ilegal yang berdiri di atas kawasan hutan Indonesia. (23/6/2023).
Melalui fakta tersebut Luhut berupaya melegalisasi perkebunan sawit ilegal agar menjadi legal, dengan dalih menambah penghasilan pajak. Upaya yang dilalukan Luhut tersebut jelas adalah kejahatan negara yang dilakukan secara terstruktur dan terlembaga, hal ini jelas bertantangan dengan asas keadilan, menabrak peraturan perundang-undangan dan konstitusi dan memiliki potensi korupsi yang merugikan negara.
Poin yang patut diwaspadai dari kebijakan legalisasi lahan sawit adalah sebagai berikut :
Pertama, melegalisasi lahan sawit ilegal sama saja merestui kegiatan pembalakan hutan (ilegal logging). Mengingat, asal kebun sawit ilegal di hutan umumnya berawal dari hutan yang kaya akan hasil hutan, khususnya kayu. Rencana Luhut melegalisasi lahan sawit ilegal menjadi legal dengan dalih agar taat hukum dan membayar pajak, sama seperti sindikat yang ingin menutupi kejahatan ilegal logging yang jelas-jelas merugikan keuangan negara.
Kedua, lahan sawit ilegal memang tidak mungkin dicopoti, sesuai perkataan Luhut Panjaitan. Namun, bukan berarti justru dilegalisasi dengan dalih agar taat hukum dan membayar pajak.
Seharusnya, lahan sawit ilegal ini disita oleh negara, dan dikelola oleh BUMN yang dengan demikian negara mendapatkan semua manfaat dari lahan sawit ilegal seluas 3,3 juta hektare, bukan sekedar dapat recehan dari pajaknya.
Program legalisasi perkebunan sawit ilegal tidak akan membantu pendapatan negara, namun justru dapat menjadi celah sehingga negara kehilangan potensi pendapatan yang jauh lebih besar dari penegakan hukum dan menyita lahan sawit tersebut. Legalisasi lahan sawit justru menguntungkan oligarki sawit yang telah melakukan pembalakan liar, penguasaan lahan sawit ilegal, dengan berjalannya ide legalisasi lahan sawit yang digulirkan Luhut Panjaitan.
Ketiga, program legalisasi lahan sawit ilegal telah jelas berpotensi merugikan keuangan negara. Oleh karenanya, KPK harus memeriksa semua pihak yang terlibat dalam rencana jahat legalisasi lahan sawit ilegal ini, terutama pejabat publik yang berwenang, khususnya Luhut Binsar Panjaitan.
Patut diduga ada penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3 UU No 31/1999 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Keempat, patut diduga rencana 'legalisasi perkebunan sawit ilegal' dilakukan Luhut Panjaitan tidak secara gratis. Karena itu, harus diperiksa seluruh perusahaan sawit ilegal yang mengelola 3,3 juta hektar lahan ini, adakah kompensasi yang mereka berikan kepada Luhut Panjaitan untuk memuluskan rencana jahat ini.
Modusnya bisa berupa share saham melalui nomine maupun perusahaan terafiliasi, kompensasi langsung maupun tak langsung, sejumlah layanan dari perusahaan kepada Luhut atau perusahaan terafiliasi lainnya, menempatkan sejumlah saham kepada perusahaan cangkang yang disepakati, atau dengan modus operandi lainnya.
Wahai rakyat Indonesia, sadarlah! Ada perampok sawit dan pembalak hutan ilegal di negeri ini, dengan luas lahan 3,3 juta hektar, yang pelakunya bukan ditangkap dan lahan sawitnya disita negara, oleh Luhut Panjaitan malah mau dilegalisasi. Apakah kita akan diam dan ridlo dengan semua kezaliman ini?
0 Komentar