KEMANAKAH ARAH POLITIK INDONESIA, PEOPLE POWER ATAU KUDETA?


Oleh: Nasrudin Joha
Jurnalis Lepas

Pada faktanya setiap lapisan masyarakat tidak bisa menolak realitas Politik, proses Pemilu dan perubahan arah kebijakan politik dapat terjadi karena dua jalan, yaitu jalan People Power dan Kudeta Militer. Pada gerakan People Power pihak penentu arah perubahan adalah rakyat, sedangkan jika kudeta unsur berpengaruhnya adalah militer.

Namun begitu gerakan People Power sejatinya juga membutuhkan campur tangan dari pihak militer. Begitupun kudeta juga memerlukan keberpihakkan dari rakyat.

People Power yang terjadi tanpa di dukung oleh pihak militer akan menyebabkan bentrok, lalu akan mengorbankan jiwa dan darah dari masyarakat. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan penguasa yang mau digulingkan akan melakukan perlawanan dan mengerahkan kekuatan militer untuk melindungi kekuasaannya.

Kekuasaan baru akan jatuh jika militer tidak ikut campur ketika penguasa digulingkan oleh rakyatnya. Lihatlah dari realitas sejarah 1998 ketika kekuasaan Soeharto yang tidak akan pernah terealisasi jika pihak militer (TNI) masih setia kepada Suharto. Ketika kekuatan militer berpihak kepada rakyat, maka jatuhlah kekuasaan Soeharto.

Kudeta juga dapat bermasalah ketika tidak mendapat dukungan dari rakyat, jika rakyat tidak mendukung kudeta maka militer tidak hanya harus menghadapi penguasa, tetapi juga kekuatan rakyat. Meskipun proses penggulingan rezim oleh militer jauh lebih mudah daripada People Power karena militer memiliki kekuatan (senjata).

Perubahan terbaik adalah mendapat dukungan penuh dari rakyat dan dari militer. Tugas rakyat dan tentara adalah mendorong kekuasaan rezim dan membiarkan kekuatan itu runtuh.

Kekuatan tanpa sinergi dari tentara dan rakyat merupakan kekuatan yang lemah. Karena itu sinergisitas yang harus dibangun kekuasaan, militer dan sipil harus didasarkan pada ikatan ideologis yang sama.

Perjuangan politik pada tataran ideologis merupakan perjuangan politik yang paling utama. Karena kemenangan politik ini akan menghasilkan sinergi dukungan yang terjalin antara rakyat dan tentara.

Tabiat rezim sejatinya akan terus bekerja keras menjaga loyalitas militer dan sipil agar terus mendukung kekuasaannya. Karena itu, mereka berusaha menutupi ketidakadilan itu dengan berbagai citra politik agar militer dan sipil tidak bisa melihatnya dengan jelas.

Oleh karenanya politik ideologis terus mengungkap aib kekuasaan, mengungkap semua pengkhianatan, kejahatan para penguasa, mengungkap korupsi dan tirani mereka, karena itu perjuangan politik terpenting. Tidak ada gerakan politik yang berhasil selama mereka gagal menyadarkan rakyat dan militer akan kekejaman penguasa terhadap rakyatnya sebagai pilar utama kekuasaan.

Soeharto berhasil dijatuhkan karena menggunakan tekanan militer yang dilakukannya dengan paksa terhadap rakyat dan rakyat secara umum memahami itu. Represi militer yang dilakukan rezim semakin mengobarkan kebencian rakyat terhadap penguasa, sehingga mendorong kekuasaan semakin cepat jatuh.

Jika dibandingkan dengan orde lama, alih-alih menggunakan kekuatan, rezim Jokowi justru menggunakan kekuatan buzzer untuk menjaga kekuasaannya dan menjaga kepercayaan rakyat dan militer. Pada saat yang sama, dengan dalih masalah penegakan hukum, kepolisian digunakan untuk mengkriminalkan mereka yang mengkritik rezim.

Oleh karena itu, perjuangan politik zaman sekarang harus mengutamakan ilmu pengetahuan, politik, gagasan, dan narasi perlawanan. Sebab, cara mempertahankan kekuasaan saat ini berbeda dengan era Soeharto.


Lalu People Power ataukah kudeta yang dipilih untuk perubahan?

Jawabannya adalah agar perubahan nyata terjadi tanpa pertumpahan darah, gerakan tersebut harus mendapat dukungan dari rakyat dan militer. Sebuah gerakan yang didasarkan pada kekuatan ideologis. Artinya, gerakan perubahan yang mengikuti teladan Nabi Muhammad ï·º, yaitu gerakan politik yang menggunakan pendekatan dakwah Amar Makruf nahi Munkar.

Posting Komentar

0 Komentar