IJM: DISKRIMINASI PELAYANAN KESEHATAN KIAN KRONIS


Oleh: Muhar
Jurnalis Lepas

Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnu Wardana mengemukakan bahwa diskriminasi pelayanan kesehatan kian kronis dan meluas.

"Diskriminasi pelayanan kesehatan kian kronis dan meluas. Tidak sekali dua kali ini saja diberitakan peristiwa getir masyarakat ketika berupaya mendapatkan pelayanan kesehatan," ujarnya dalam Program Aspirasi: Ribuan Dokter dan Perawat Turun ke Jalan! Jalan Gatot Subroto Lumpuh! di kanal YouTube Justice Monitor, Senin (5/6/2023).

Menurutnya, kualitas pelayanan yang baik bagi masyarakat makin jauh dari harapan, dengan meluasnya cakupan pelayanan BPJS kesehatan. Dengan kasus kematian pasien miskin RSUD Bulukumba di kantor Dinas Kependukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) saat mengurus KTP sebagai prasyarat pelayanan BPJS Kesehatan.

"Demikian juga kematian dua orang bayi ketika dilahirkan dengan pelayanan BPJS Kesehatan di RSUD Jombang dan di Puskesmas Tembilahan (Riau)," sebutnya.

Meski kejadian itu ada bantahan bahwa penanganannya sudah sesuai ketentuan medis, tetapi menurutnya ada potensi yang terjadi adalah sebaliknya.

Agung mengungkapkan diantara buruknya karakter sistem kesehatan kapitalisme.

"Misalnya sistem rujukan kapitalistik dan konsep pembayaran kepentingan bisnis BPJS," ungkapnya.

Kini pelayanan kesehatan seperti bukan lagi untuk kesembuhan dan keselamatan jiwa pasien.

Agung memandang, bahwa idealisme dan dedikasi insan kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan telah dibajak oleh berbagai bisnis korporasi.

"Mulai dari bisnis institusi pendidikan tenaga kesehatan khususnya kedokteran, industri farmasi, lembaga pembiayaan keuangan kapitalis BPJS Kesehatan, hingga ke rumah sakitnya," nilainya.

Semua ini, menurutnya didukung penuh oleh penerapan sistem kehidupan sekuler.

"Khususnya sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme," ungkapnya.

Ia pun menilai, tidak ada urgensi yang jelas dalam rencana pembentukan Omnibus Law bidang kesehatan dalam upaya menjawab permasalahan kesehatan.

"Alih-alih menyelesaikan segudang masalah kesehatan di Indonesia, mulai dari pemenuhan hak atas kesehatan bagi setiap orang hingga penanganan Covid-19 yang perlu dievaluasi, pemerintah justru membentuk suatu aturan yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat," sambungnya.

Ia menyesalkan, bahwa Ini adalah konsekuensi logis akibat penerapan peraturan perundang-undangan sekuler kapitalisme, yang mengakibatkan harga pelayanan kesehatan mahal sekali. Pil pahit yang harus ditelan oleh masyarakat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya karena kelalaian negara.

"Dilegalkannya industrialisasi sistem kesehatan (oleh kapitalisme), berujung pada kesengsaraan publik dan tergadainya idealisme Insan kesehatan," pungkasnya.

Posting Komentar

0 Komentar