FENOMENA PENYAKIT SIFILIS SEMAKIN KRONIS


Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat

Skrining atau pemeriksaan terkait penyakit sifilis yang dilakukan Dinkes Kota Bandung menunjukkan hasil yang mengejutkan. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Anhar Hadian mengatakan bahwa dalam kurun waktu 2020-2022, kasus sifilis di Bandung terus meningkat.

Mengutip CNN Indonesia (17-6-2023), pada 2020, dari 11.430 orang yang diperiksa, ditemukan 300 yang positif sifilis. Pada 2021, dari 12.228 orang yang diperiksa, ditemukan 332 yang positif sifilis. Pada 2022, pemeriksaan meningkat menjadi 30.311 orang dan ditemukan 881 orang positif sifilis. Artinya, positivity rate kasus sifilis 2020-2022 mencapai 3%.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Provinsi Jawa Barat mencatat 3.186 kasus sifilis. Jawa Barat menduduki peringkat dua kasus sifilis terbanyak setelah Papua (3.864 kasus). Peringkat tiga adalah DKI Jakarta dengan 1.897 kasus, diikuti Papua Barat (1.816), Bali (1.300), Banten (1.145), dan Jawa Timur (1.003).

Sungguh ngeri! Bahaya sifilis mengintai kehidupan sosial masyarakat.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengimbau agar masyarakat selalu menerapkan gaya hidup sehat. Senada, Dinas Kesehatan terkait juga mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia pada pasangannya untuk menghindari seks berisiko. Tapi himbauan itu tidaklah cukup untuk mengatasi masalah tersebut.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga melakukan berbagai upaya agar kasus sifilis tidak meningkat dan dapat dicegah sedini mungkin, yaitu dengan:
  • Melakukan sosialisasi bahaya sifilis dan langkah penanganannnya.
  • Melakukan skrining masif pada populasi kunci (lingkungan pekerja seks, LGBT).
  • Menyediakan dan mendistribusikan obat-obatan sebagai upaya penyembuhan penyakit sifilis ke beberapa wilayah.
  • Namun himbauan atau upaya yang dilakukan itu belum cukup untuk mencegah sifilis yang terus meningkat. Karena solusi yang diberikan masih berkutat pada penyelesaian persoalan cabang.

Sementara itu, akar masalah yang menjadi biang penyebaran sifilis tidak pernah dicegah secara masif, yaitu penerapan sekularisme yang melahirkan gaya hidup liberal, seperti normalisasi zina dan tata pergaulan yang serba bebas.

Kita ketahui, bahwa sifilis rentan terjadi pada kelompok yang berganti-ganti pasangan dan “hubungan sesama (LGBT)”. Negara seakan mendiamkan perilaku zina yang makin merebak, bukan hanya pasangan menikah, tetapi juga generasi muda.

Begitu pula pembiaran terhadap “kelompok sesama” yang jumlahnya terus meningkat. Bahkan, kampanye dukungan terhadap mereka yang ingin diakui makin marak dan gencar dilakukan.

Oleh karena itu, tidak seharusnya penanganan dan pencegahan penyakit sifilis dilakukan dengan semata imbauan gaya hidup sehat. Tetapi negara juga harus mewajibkan penerapan pola dan gaya hidup sehat dengan sistem sosial dan tata pergaulan sehat yang menyeluruh, termasuk menetapkan sanksi tegas bagi pelaku.

Untuk mencegah meningkatnya penyakit sifilis, satu-satunya jalan penyelamat ialah menerapkan sistem sosial dan pergaulan dengan tata cara Islam. Inilah mekanisme Islam mencegah perilaku zina, “aktivitas sesama”, dan penyakit menular seksual.

Sistem sosial dan tata cara pergaulan dalam Islam diantaranya:

Pertama, laki-laki dan perempuan wajib menundukkan pandangan dan menjaga kesucian diri mereka. Allah Taala berfirman, “Katakanlah kepada kaum pria yang beriman bahwa mereka hendaknya merundukkan pandangan matanya dan memelihara kehormatan dirinya. Itulah yang lebih bersih untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha waspada terhadap apa yang mereka lakukan. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman agar mereka pun merundukkan pandangan pula dan memelihara kesantunan mereka.” (QS An-Nur: 30-31).

Kedua, larangan khalwat, yaitu berduaan dengan nonmahram. Rasulullah ï·º bersabda, “Seorang pria tidak boleh berduaan saja dengan seorang wanita tanpa kehadiran mahramnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketiga, larangan ikhtilat, yaitu campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa hajat (kebutuhan) syar’i, seperti pendidikan, kesehatan, dan muamalah jual beli. Islam hanya membolehkan interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam tiga aspek muamalah ini.

Keempat, larangan zina dan “hubungan sesama”. Keduanya adalah perbuatan keji dan mungkar. Larangan ini sudah termaktub dalam Al-Qur'an surat Al-Isra: 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

Kelima, penerapan sistem sanksi yang tegas. Sanksi dalam Islam berfungsi untuk mencegah (zawajir) dan sebagai penebus dosa (jawabir) .

Adapun sanksi bagi orang yang memfasilitasi orang lain untuk berzina, Menurut pandangan Islam, adalah penjara lima tahun dan mencambuknya. Jika orang tersebut suami atau mahramnya, sanksi diperberat menjadi sepuluh tahun. (Abdurrahman al-Maliki. 2002. Sistem Sanksi dalam Islam. Hlm. 238. Pustaka Tariqul Izzah. Bogor.)

Begitu pula sanksi bagi pelaku LGBT sebagaimana sabda Nabi ï·º, “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah kedua pelakunya.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Keenam, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Pengajaran dan pendidikan generasi harus mengacu pada kurikulum pendidikan Islam. Negara memiliki peran penting mewujudkan generasi yang cerdas akalnya, sehat jiwanya, dan kondusif lingkungannya.

Demikianlah, tidak ada sistem sosial dan tata pergaulan terbaik dalam menjaga generasi selain Islam. Sepanjang 1.300 tahun Islam memimpin dunia, peradaban yang dibangun adalah peradaban gemilang yang melahirkan generasi yang cemerlang dengan predikat umat terbaik sepanjang masa.

Yang tentu saja hal itu bisa dicapai dengan penerapan aturan Islam secara Kaffah dibawah naungan Daulah Islamiyyah.

Allohu Akbar.

Posting Komentar

0 Komentar