Oleh: Nasrudin Joha
Jurnalis Lepas
Ahmad Daryoko koordinator Valuation for Energy and Infrastructure (Invest) mengungkapkan, UU Cipta Kerja memisahkan pengelolaan transmisi dan distribusi serta ritel di sektor ketenagalistrikan, menjadikan PLN sebagai kuli listrik.
“Dalam Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law itu kan menjadikan sektor tenaga listrik dalam hal transmisi, distribusi, dan retail terpisah sendiri-sendiri. Padahal seharusnya tidak boleh dipisah. Inilah yang menjadikan PLN hanya sekadar kuli panggul kabel setrum,” tuturnya pada acara: Hari Buruh, Demokrasi Oligarki Vs Daulat Rakyat, & Proposal Khilafah, Senin 1 Mei 2023.
Dalam bidang ketenagalistrikan, menurutnya, mulai dari pembangkit listrik hingga ke retail harus dikelola secara terpadu. Namun, UU Ciptaker mewajibkan PLN untuk menyerahkan maupun menjualnya pada swasta, kecuali untuk transmisi dan distribusi.
“Di Jawa Bali ini pembangkit-pembangkit listriknya sudah dikelola swasta dan Cina. Distribusi dan transmisi masih dioperasikan PLN. Padahal distribusi dan retail ini kan cuma kawat-kawat saja yang akan masuk rumah-rumah. Ini artinya PLN hanya jadi kuli panggul kawat setrum,” ucapnya.
Ahmad Daryoko mengungkapkan, konsekuensi selanjutnya adalah full scale competition, yakni PLN hanya menguasai transmisi dan distribusi listrik, dan tidak bisa lagi menguasai mekanisme pasar listrik Jawa-Bali.
“Pengusaha swasta pengelola listrik bahkan sudah bisa bertransaksi langsung dengan misalnya pabrik baja Krakatau Steel,” tambah Ahmad Daryoko.
Untuk mengatasi masalah kelistrikan, Ahmad Daryoko setuju dengan apa yang disampaikan oleh hadits bahwa air, rumput, dan api dipergunakan bukan untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan untuk kemaslahatan umum.
“Potensi listrik, minyak, dan sebagainya seharusnya dikelola oleh negara khilafah untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tutupnya.
0 Komentar