NYANYIKAN LAGU YAHUDI DI MASJID AL-ZAITUN, PANJI GUMILANG LAKUKAN PENISTAAN AGAMA


Oleh: Nasrudin Joha
Jurnalis Lepas

Menanggapi himne tradisional Israel yang dinyanyikan di masjid Al-Zaitun oleh Panji Gumilang, Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengatakan bahwa hal tersebut merupakan penodaan Agama yang di labeli sebagai kebebasan beragama.

Singkatnya, bagi mereka, penistaan ​​agama dilihat sebagai kebebasan beragama. Bagi mereka, praktik yang tidak benar dari hukum Syariah ditafsirkan sebagai manifestasi dari hak asasi manusia. Setan telah membuat mereka melihat tindakan mereka dengan indah, dan kemudian menghalangi mereka.” Ucap Agung di kanal Youtubenya.

Agung menerangkan, hati publik semakin terluka dengan lagu tradisional Israel yang dinyanyikan di masjid Al-Zaitun. Pasalnya, Panji Gumilang dengan bangga menyanyikan lagu Israel di masjid saat Muslim Palestina dihajar habis-habisan oleh Israel.

Lagu-lagu daerah Israel yang dibawakan Panji Gumilang juga menuai kritik dan imbauan dari warganet. Mereka meminta MUI bertindak tegas,” terangnya.

Agung meminta negara untuk memainkan perannya dan menindak insiden ini. “Di atas segalanya, negara dengan perangkat pemerintahannya tidak boleh tinggal diam dan membiarkan kemungkaran terus berlanjut seperti ini. Negara harus maju, meluruskan dan menjaga akidah umat dan berdiri teguh dalam menindak Panji Gumilang dan pesantren Al-Zaitun,” tegasnya.

Agung juga menjelaskan bahwa kejahatan dan penistaan tersebut harus dihentikan. Karena jika tidak, bukan hanya pelakunya yang akan binasa, tapi semua akan rugi.

Dari An Nu’man bin Basyir rahiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا ، فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا . فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا ، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari no. 2493).

Perumpamaan ini mengajarkan kepada kita bahwa jika ada orang yang tersesat di sekitar kita, berusahalah untuk membawa mereka kembali kepada kebenaran,” tambah Agung.

Agung menegaskan bahwa dibutuhkan banyak upaya untuk menyadarkan seseorang yang tersesat agar kembali ke jalur yang benar. Karena secara umum, orang yang sesat tidak akan merasa salah, bahkan justru mereka merasa benar.

Kesesatan adalah transaksi setan yang menggiurkan. Dan menjadikan mata mereka melihat yang salah itu benar, dan yang buruk itu indah,” tutup Agung.

Posting Komentar

0 Komentar