Oleh: Sifi Nurul Islam
Muslimah peduli Umat
Himpunan Mahasiswa Papua di Jakarta, Depok, dan Bekasi (Jadebek) mendesak agar pemerintah bisa melakukan dialog damai terkait memanasnya situasi konflik bersenjata di Papua.
Hal ini di sampaikan oleh Rudy Kogoya yang merupakan Koordinator dari Himpunan Mahasiswa Papua tersebut.
Konflik Papua kembali memanas setelah empat prajurit TNI gugur dalam operasi penyelamatan Kapten Philip di Distrik Mugi, Nduga, Papua Pegunungan. Akibat peristiwa itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono meningkatkan status operasi TNI di Nduga, Papua menjadi siaga tempur.
Sejak awal perihal penyanderaan pilot Susi Air tersebut, pemerintah melalui Panglima TNI tampak setengah hati untuk mengatasinya. Awal Maret lalu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan bahwa sepertinya Philip tidak terancam. Menurut Yudo, berdasarkan fotonya, Philip masih santai-santai saja dan bajunya juga ganti-ganti terus.
Namun demikian, Yudo mengatakan pihaknya tetap berupaya untuk membebaskan Philip. Yudo mengaku tidak ingin gegabah serta menjelaskan banyak pertimbangan agar TNI tidak serta-merta mengeksekusi operasi penyelamatan, antara lain keselamatan warga sipil, Philip, dan kondisi medan maupun cuaca.
Sayangnya, kini korban justru jatuh dari pihak TNI. Ini menunjukkan konflik senjata yang terjadi bukanlah sesuatu yang ringan, bahkan bisa merembet menjadi isu disintegrasi. Selain itu, konflik tersebut juga jelas-jelas dengan kelompok yang selama ini dikenal sebagai separatis. Oleh karena itu, semestinya pemerintah lebih serius lagi. Apalagi Papua adalah isu sensitif bagi dunia internasional.
Papua adalah daerah rawan konflik. Konflik politis di Papua sejatinya tidak hanya soal KKB, tetapi juga kubangan korupsi para pejabatnya, kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, liberalisasi seksual, hingga HIV/AIDS.
Mencermati semua ini, jelas ada kepentingan kapitalis besar di balik konflik KKB. Kasus pilot Susi Air hanya pemantik saja. Isu bahwa konflik KKB adalah konflik yang “sengaja” digulirkan bahkan selama ini dipelihara demi mengamankan kepentingan kapitalis Freeport, justru tampak benar adanya.
Padahal yang dipertaruhkan oleh negeri ini demi Freeport adalah ancaman disintegrasi Papua itu sendiri. Pasalnya, korban jiwa sudah jatuh dari kalangan militer. Ini artinya, kasus Papua tidak bisa dipandang sebelah mata jika negeri kita tidak menghendaki kalahnya kedaulatan negara di bawah injakan hina kaki kapitalisasi.
Islam memiliki pandangan yang khas perihal disintegrasi wilayah. Kasus-kasus bugat (pemberontakan) yang lama kelamaan memicu disintegrasi wilayah sebagaimana konflik dengan KKB, adalah urusan besar yang Islam tidak akan abaikan karena ini adalah perkara serius.
Terlebih karena yang menjadi korban jiwa adalah kalangan militer, ini harus ditangani berdasarkan konsep politik perang, yakni oleh struktur negara urusan jihad dan politik luar negeri. Hal ini penting untuk diperhatikan karena sudah terkategori melanggar wibawa negara. Dalam negara Islam (Khilafah), melanggar wibawa negara sama saja dengan menghina Islam selaku ideologi negara.
Kondisi serupa sebagaimana yang pernah Rasulullah ï·º lakukan sebelum Perang Mu’tah. Saat itu, Rasulullah ï·º mengirim sejumlah utusan ke beberapa negeri di luar Madinah. Salah satunya adalah Harist bin Umair al-Azdi, yang Rasulullah ï·º utus kepada penguasa Bashra, yakni Syarhabil bin Amru al-Ghasani. Bashra sendiri saat itu dikuasai Romawi. Syarhabil menahan Harits bin Umair al-Azdi, serta mengikat dan membunuhnya. Tindakan Syarhabil ini jelas pelecehan besar terhadap Daulah Islam yang tidak bisa dibiarkan. Untuk itu, Rasulullah ï·º kemudian mengirimkan pasukan Mu’tah.
Di samping itu, ancaman disintegrasi di wilayah Daulah Islam pernah terjadi di masa Khalifah Abu Bakar ra., yakni ketika terjadi pemberontakan oleh si Nabi Palsu Musailamah al-Kadzdzab yang membentuk markas pertahanan dengan basis militer di daerah Yamamah. Padahal, dampak dari perbuatan Musailamah adalah terjadinya pemurtadan sejumlah besar kaum muslim sehingga menjadi pengikut Musailamah. Oleh karena itu, Khalifah Abu Bakar ra. pun tidak tinggal diam dan mengutus pasukan untuk terjun ke Perang Yamamah dalam rangka memerangi Musailamah dan pasukannya sehingga Yamamah menjadi aman dan kembali ke pangkuan Daulah Islam.
Marilah kita belajar dari sejarah emas yang sudah di torehkan oleh generasi jauh sebelum kita. Generasi para sahabat dalam tindakan tegasnya untuk menjaga kedaulatan negara yang dipimpinnya. Tegas dalam bersikap terhadap ancaman-ancaman dari luar. Tidak mudah terpengaruh atau bahkan tunduk pada kepentingan kapitalisme barat yang jelas akan sangat merugikan seluruh rakyat yang ada dalam negara tersebut.
Wallohua'lam bisshowab.
0 Komentar