Oleh: Nasrudin Joha
Jurnalis Lepas
Penggunaan istana oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi tuan rumah Cawe-cawe (campur tangan) capres 2024 dinilai tidak etis dan menyalahgunakan kekuasaan.
"Penggunaan istana presiden untuk membahas seorang calon presiden melanggar etika pemerintahan dan merupakan penyalahgunakan kekuasaan," kata Wahyudi al-Maroky, Direktur Pamong Institute, Selasa 9 Mei 2023.
Wahyudi mengatakan walaupun Presiden Joko Widodo membantah kritik yang menyebutkan dia terlibat dalam urusan partai dalam mengidentifikasi calon presiden pemilu 2024, hal tersebut merupakan praktik pemerintahan yang buruk.
"Ini jelas pelanggaran etika pemerintah dan penyalahgunaan kekuasaan. Meski yang bersangkutan berpendapat bahwa itu hanya diskusi, jelas tidak bermoral menggunakan fasilitas publik (Istana Negara) untuk membahas calon presiden. Itu adalah penyalahgunaan kekuasaan," ungkap Wahyudi.
Menurutnya, Istana Negara harus dijadikan sebagai sarana konferensi dan melayani kesejahteraan rakyat Indonesia. Begitu pula waktu, tenaga, dan pikiran seorang pejabat yang dibayar dari uang dari rakyat, semuanya harus digunakan untuk melayani rakyat, memikirkan bagaimana membuat rakyat hidup sejahtera. Bukannya justru digunakan untuk membahas cara memenangkan capres tertentu.
Dari hal diatas Wahyudi kembali menegaskan bahwa ada dua pelanggaran berat di sana. "Satu melanggar etika pemerintah dan dua penyalahgunaan kekuasaan. Dengan menggunakan fasilitas Istana Negara untuk mendukung capres tertentu," ujarnya.
Menurutnya, jika Jokowi masih ingin mengintervensi calon presiden tertentu, Jokowi bisa melakukannya sebagai politikus dan bukan sebagai Presiden yang melayani rakyat. Jadi secara moral masih bisa dilakukan. Hanya saja dia harus melakukannya di luar jam kerja dan di luar Istana Negara. Atau dia mengundurkan diri dari kursi kepresidenan agar tim suksesnya sebagai capres bisa lebih fleksibel.
Wahyudi menambahkan, Jokowi seharusnya berkonsentrasi pada pekerjaan dan memenuhi komitmen sebelumnya sesuai janji-janji kampanyenya. Setidaknya lakukanlah janji itu di dunia sebelum rakyat memintanya di akhirat. Dengan begitu, Jokowi bisa mengakhiri masa jabatannya dengan soft landing. Bisa mendarat dengan lancar di akhir jabatannya dan diterima kembali oleh masyarakat tanpa banyak hutang janji yang tidak terpenuhi.
"Kalau Jokowi masih gelisah dan terkesan ingin menempatkan orang tertentu untuk melanjutkan kebijakan saat ini maka bisa dipastikan itu pertanda masih banyak janji yang belum ditepati hingga akhir masa jabatan. Entah janji kepada rakyat atau juga janji kepada para investor politik," tutupnya.
0 Komentar