Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat
Bank Dunia merekomendasikan agar Indonesia mengubah acuan tingkat garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP).
Menurut Bank Dunia, garis kemiskinan Indonesia seharusnya diukur melalui PPP dari besaran pendapatan sebesar US$3,20 per hari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011, yakni sebesar US$1,9 per hari. Jika mengacu PPP internasional, penduduk miskin di Indonesia bisa bertambah menjadi 40% dari jumlah penduduk Indonesia. Artinya, terdapat kurang lebih 110 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia.
Pemerintah pun langsung merespons hal tersebut melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menkeu Sri mengatakan bahwa ukuran garis kemiskinan yang direkomendasikan Bank Dunia tidak serta-merta dapat digunakan Indonesia. Alasannya, masing-masing wilayah di Indonesia memiliki struktur harga yang berbeda-beda. Walhasil, pengeluaran masyarakat untuk hidup, berbeda satu sama lain dan tidak cocok jika mengukur dari sisi pendapatannya saja.
Ketika standar garis kemiskinan diubah, otomatis akan mengubah data penduduk miskin di Indonesia. Jika kita menggunakan PPP internasional tadi, yakni US$3,20 per hari dengan asumsi kurs Rp14.751 per dolar AS, garis kemiskinan Indonesia akan menjadi sebesar Rp1.416.096 per kapita per bulan.
Sementara itu, garis kemiskinan pada September 2022 tercatat sebesar Rp535.547,00 per kapita per bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp397.125,00 (74,15%) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp138.422,00 (25,85%).
Dengan perbandingan tersebut, jelas membuat angka kemiskinan menjadi rancu. Jika mengacu PPP internasional, penduduk Indonesia dikatakan miskin jika memiliki pendapatan di bawah Rp1.416.096. Sedangkan berdasarkan Garis Kemiskinan per September 2022, penduduk dikatakan miskin jika pendapatan berada di bawah Rp535.547.
Perbedaan inilah yang membuat sebagian pihak pemerintah melakukan penyangkalan fakta kemiskinan. Salah satunya adalah Trubus Rahadiansyah. Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisaksi ini menduga pemerintah enggan mengubah standar garis kemiskinan yang direkomendasikan Bank Dunia karena masalah citra negara. Menurutnya, pemerintah akan menanggung malu jika angka kemiskinan di Indonesia sangat tinggi.
Sebelumnya, Bank Dunia memang mengapresiasi kemajuan ekonomi Indonesia 20 tahun terakhir. Menurut Bank Dunia, agar bisa menjadi negara berpenghasilan tinggi, Indonesia harus mempertimbangkan perluasan definisi “miskin” mengikuti standar kemiskinan internasional.
Inilah keanehan penguasa. Berambisi menjadi negara berpenghasilan tinggi, tetapi maunya angka kemiskinan tidak meningkat seiring pengubahan garis kemiskinan tersebut. Dengan demikian, pemerintah sama saja berbuat zalim kepada rakyatnya.
Walhasil, mengukur kesejahteraan masyarakat dengan mengutak-atik standar kemiskinan tidak akan bisa menjelaskan fakta ekonomi yang sesungguhnya. Sejatinya, penduduk dikatakan sejahtera jika setiap individu dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dengan baik dan layak.
Islam memandang kesejahteraan hidup adalah hak setiap individu. Dalam pandangan Islam, definisi “sejahtera” ialah ketika setiap orang mampu memenuhi kebutuhan asasi mereka dengan baik. Mekanisme Islam dalam mengentaskan kemiskinan adalah sebagai berikut.
Pertama
Negara menjamin kebutuhan pokok masyarakat dengan memberi kemudahan pada setiap laki-laki untuk bekerja. Negara akan membuka seluas-luasnya lapangan kerja bagi laki-laki. Yang tidak bekerja akan diberi keterampilan agar ia bisa bekerja atau diberi modal untuk membuka usaha.Termasuk aspek pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara wajib menjamin dan memenuhinya secara gratis. Layanan pendidikan dan kesehatan berhak dinikmati oleh setiap warga negara.
Kedua
Negara mengatur regulasi kepemilikan individu, umum, dan negara. Terkait kepemilikan umum, negara mengelolanya dan mengembalikan hasilnya untuk rakyat. Tidak boleh menyerahkan harta milik umum kepada swasta tetapi harus dikelola oleh negara. Dari pengelolaan SDA ini, pemasukan negara akan melimpah dan bisa digunakan untuk membiayai segala keperluan rakyat.
Ketiga
Penstribusian harta dan kekayaan oleh individu, masyarakat, dan negara. melalui tiga cara, yakni:
- Kewajiban zakat;
- Negara mendistribusikan hartanya kepada individu rakyat yang membutuhkan, tanpa imbalan;
- Penetapan aturan mengenai pembagian harta waris di antara para ahli waris.
Demikianlah konsep Islam dalam mengentaskan kemiskinan. Islam menjamin kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dengan baik. Islam memahami bahwa kemiskinan akan melahirkan banyak masalah cabang lainnya, misalnya kriminalitas atau kejahatan yang mengakibatkan orang menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan nafkah.
Usaha untuk mengentaskan kemiskinan akan terurai dengan solusi Islam secara fundamental dan dengan penerapan aturan Islam secara kaffah yakin akan menjamin kesejahteraan dan ketentraman masyarakat lahir maupun batin baik itu Muslim maupun non-muslim.
Wallahu alam bissowab.
0 Komentar