Oleh: Nasrudin Joha
Sastrawan Politik
Ma'mun Murod, Rektor Universitas Muhammadiyah (UMJ) Jakarta, berang. Ia mengecam keras komentar peneliti Biro Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin terkait ketidaksesuaian Idul Fitri 1444 Hijriyah.
Pasalnya, metode perhitungan yang digunakan Muhammadiyah menyebabkan ketidaksesuaian penetapan Idul Fitri dengan pemerintah banyak dipersoalkan hingga diancam di media sosial. Ma'mun bertanya-tanya bagaimana peneliti BRIN bisa bertindak seperti preman daripada seorang intelektual ketika berhadapan dengan perbedaan.
Kasus tersebut bermula dari pernyataan Thomas Djamaluddin, profesor riset astronomi dan astrofisika BRIN, di sebuah laman Facebook. Mantan Ketua Lembaga Penerbangan dan Astronotika Nasional (Lapan) itu menilai Muhammadiyah melanggar keputusan pemerintah terkait Idul Fitri 2023.
"Eh, masih minta difasilitasi tempat sholat Id. Pemerintah pun memberikan fasilitas," ujar Thomas.
Status Thomas kemudian mendapatkan komentar dari stafnya, pakar astronomi BRIN. Melalui penuturan AP Hasanuddin, ia mengungkapkan kemarahannya atas sikap Muhammadiyah dengan me-mention akun Ahmad Fauzan S.
"Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian," ujarnya.
Namun, retorika arogansi SARA, intoleransi dan perpecahan tersebut tidak sesuai dengan mental si pelaku tersebut.
Status AP Hasanuddin santer beredar di berbagai kanal media sosial. Statusnya dibagikan secara luas di timeline Twitter dan Facebooknya, termasuk di grup Whatsapp. Namun, akun milik AP Hasanudin sendiri telah dikunci. Hal tersebut mengonfirmasi bahwa pelaku memiliki mental pengecut!
Agar bangsa Indonesia tidak terpecah belah, agar pandangan dan tata cara mazhab tertentu tidak dipaksa kepada rakyat melalui keputusan pemerintah, agar masyarakat Indonesia tidak suka menyebarkan kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok orang berdasarkan SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). Maka AP Hasanudin ini harus segera ditangkap dan dipenjara!
Dasar hukum Polri dalam melakukan penyidikan dapat dilakukan melalui ketentuan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45a ayat (2) UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No 11/2008 tentang ITE, yaitu :
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".
Perbuatan AP Hasanudin telah nyata dilakukan secara sengaja. Umpatan dan ancaman pembunuhan yang ditulis AP Hasanudin jelas melawan hak. AP Hasanudin telah gamblang menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada Muhammadiyah berbasis SARA.
Berdasarkan pasal 28 ayat (2) UU ITE ini ancaman pidananya adalah 6 tahun penjara sebagaimana diatur dalam pasal 45a ayat (2), pasal 28 ayat (2) UU ITE juga delik umum, bukan delik aduan sehingga tak membutuhkan laporan dari Muhammadiyah, oleh sebab itu penulis meminta kepada penyidik Polri agar segera menangkap dan menahan AP Hasanudin.
Penulis khawatir akan keselamatan AP Hasanudin. Apalagi, AP Hasanudin sudah merasa ketakutan dengan mengunci akun facebooknya. Proses hukum terhadap AP Hasanudin dilakukan agar penyelesaian kasus ini diselesaikan secara hukum, bukan dengan eksekusi jalanan.
0 Komentar