PENGUASAAN LAHAN DIBALIK NEGARA IMPORTIR GULA TERBESAR


Oleh: Ela Nurlaela
Muslimah Peduli Umat

National Food Authority (NFA) telah menunjuk perusahaan pangan milik negara, yaitu ID Food dan PTPN Holding, untuk mengimpor gula. Total impor gula tahun ini sebanyak 215.000. Ton. Sedangkan gula pasir warna putih (GPK) sebanyak 99.000 ton akan didatangkan dari Thailand, India, dan Australia untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadhan.

Arif Prasetio, Kepala Badan Pangan, menjelaskan keputusan impor gula merupakan hasil perhitungan prakiraan neraca pangan yang disusun Badan Pangan Nasional. Persediaan gula nasional pada Januari 2023 tercatat sebesar 1,17 juta ton, sedangkan kebutuhan gula bulanan sebesar 283.000 ton atau sekitar 34 juta ton per tahun.

Produksi gula tahun ini diperkirakan hanya 2,6 juta ton. Artinya, stok gula nasional tidak mencukupi. Kurangnya pasokan ini harus segera diisi dengan pasokan dari luar negeri karena itu merupakan langkah cepat agar masyarakat tidak merasakan kelangkaan gula di pasaran.

Akan sulit jika tanpa impor gula lalu hanya mengandalkan produksi dalam negeri. Mengingat puasa dan lebaran tahun ini dilaksanakan pada awal tahun sehingga mendahului musim giling tebu, akan tetapi kebijakan impor gula secara besar-besaran ini justru mempertegas atas ketidak mampuan negara dalam mewujudkan kedaulatan pangan dalam negeri.

Indonesia adalah negeri yang memiliki tanah luas dan subur untuk ditanami tebu sebagai bahan baku gula. Terlebih lagi dahulu Indonesia adalah Negara penghasil gula terbesar dunia. Banyak sebab yang membuat Negara agraris dan mayoritas penduduknya menggantungkan hidup pada petanian ini gagal dalam memenuhi kebutuhan gula, yaitu:

Pertama, faktor alat dan sarana produksi pertanian yang masih belum jadi perhatiaan pemerintah. Alih-alih memberikan dukungan, pemerintah justru sedikit demi sedikit mengurangi bahkan mencabut subsidi, mulai dari subsidi bibit, pupuk hingga saprodi.

Padahal para petani tebu harus bersaing dengan gula impor yang semakin masif masuk. Akhirnya banyak petani tebu merugi. Inilah penyebab para petani tebu mogok berproduksi.

Kedua, lahan pertanian yang makin sempit merupakan persoalan utama menurunnya produksi gula. Faktor menurunnya lahan pertanian tebu ini dikarenakan alih fungsi lahan. Para petani tebu yang merasa terus merugi akhirrnya lebih memilih mengalihkan produksi ke komoditas lain.

Akan tetapi karena komoditas lain pun ternyata bernasib sama. Akhirnya para petani dengan mudahnya menjual tanah mereka. Sudah tentu yang membeli lahannya adalah mereka para pemilik modal. Salah satunya para pembisnis properti. Jadilah banyak lahan tebu disulap menjadi perumahan.

Ketidak mampuan pemerintah dalam memproduksi gula sejatinya berpangkal pada penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini menjadikan kebutuhan rakyat disokong oleh swasta, bukan nagara.

Menelisik lebih jauh kita dapati bahwa pabrik- pabrik gula sebagian besarnya dimiliki swasta asing. Jika sudah begini, distribusi tidak akan merata dan hanya orang yang memiliki uang saja yang bisa memenuhi kebutuhannya, sedangkan tidak bagi rakyat miskin.

Bahkan dalam sistem kapitalis ini membebaskan setiap individu untuk mengembangkan dan memperbesar kepemilikan lahan pertaniannya, tanapa syarat. Dampaknya, terjadi ketimpangan kepemilikan lahan pertanian yang menyebabkan para petani berakhir menjadi buruh, lalu negara juga tidak akan bisa mengontrol kebutuhan rakyatnya dikarenakan lahan dikuasi swasta.

Problem kelangkaan komoditas memang menjadi persoalan klasik dalam sistem ekonomi kapitalisme. Hal ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan sistem Ekonomi Islam yang terintegrasi dengan sistem pemerintahan. Jangankan problem kelangkaan kebutuhan pokok, seluruh kebutuhan masyarakat lainnya pyun akan terpenuhi.

Ini karena Islam memandang bahwa Negara harus menjamin kebutuhan pokok setiap warganya. Walhasil negara akan berkonsentrasi penuh terhadap arus pasokan komoditi serta stoknya sehingga arah kebijakannya akan fokus pada produksi dan distribusi.

Nagara akan menjaga lahan tebu agar mampu memenuhi produksi. Pemerintah akan memiliki regulasi terkait lahan pertanian, misalnya dengan mengatur lahan untuk industri dan pemukiman dengan demikian developer tidak akan menggunakan sembarang tempat dalam membangun perumahan.

Dari sinilah persoalan konversi lahan akan terselesaikan, dan sistem ekonomi Islam juga memandang perlu untuk menyatukan kepemilikan lahan pertanian dan produksinya. Dalam Islam dilarang meninggalkan tanah pertanian tanpa di urus, jika dibiarkan tidak digunakan lebih dari 2 tahun, negara akan mengambilnya dan memberikannya kepada siapa saja yang dapat mengurusnya.

Bahkan Islam melarang penyewaan lahan pertanian yang berdampak pada kesejahteraan petani, ketahanan pangan, termasuk gula, hanya dapat dicapai jika negara tersebut berswasembada pangan. Serta produksi dan distribusinya dikuasai oleh negara. Pada saat yang sama, impor hanya akan semakin memperkuat cengkeraman hegemoni asing di dalam negeri. Negara berdaulat, termasuk dalam hal pangan, hanya dapat dicapai dalam pemerintahan yang mandiri dan menegakkan hukum Syariah dalam bingkai Khilafah 'ala Minhajin Nubuwwah.

Wallohu a'lam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar