Oleh: Muhar
Aktivis Dakwah
Belum lama ini, viral munculnya spanduk Grace Natalie dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang beragama Nasrani namun berkerudung layaknya muslimah.
Dapat diduga kuat, ini adalah bagian dari pencitraan berkedok agama (Islam), karena kerudung adalah bagian dari simbol Islam. Apalagi, pada spanduk tersebut Grace nampak mengucapkan “Selamat Menunaikan Ibadah Puasa” sambil mengangkat kedua tangan tanda memberi salam. Padahal, kampanye menolak politik identitas (termasuk identitas agama) belum lama ini selalu disuarakan oleh PSI.
Ini menjadi bukti, bahwa agama Islam telah betul-betul dimanfaatkan untuk menarik simpati umat Islam demi kepentingan politik demokrasi.
MENTRADISI
Semakin mendekati Pemilu, seperti biasanya akan banyak bermunculan perilaku pragmatisme politik yang bertujuan hanya ingin mendapatkan banyak suara dari umat Islam. Itu karena, para peserta pemilu demokrasi membutuhkan suara agar terpilih menjadi anggota dewan dan seterusnya.
Demokrasi membutuhkan suara terbanyak, sedangkan jumlah penduduk terbesar di Indonesia adalah umat Islam. Maka, perilaku pencitraan untuk mendapatkan suara mayoritas muslim di Indonesia tentu dibutuhkan. Ini suatu hal yang logis, masuk akal dan memang seperti itu.
Jika saja pejuang demokrasi sekularisme jujur berkampanye sebagai anti Islam, sudah pasti mereka tidak akan menang terpilih karena ditinggalkan oleh umat Islam. Tetapi, karena suasananya sedang ingin meraup suara, maka otomatis mereka akan merayu umat Islam melalui ragam pencitraan.
Dengan demikian, dari penjelasan diatas, ‘mau tidak mau’ dalam demokrasi otomatis harus ada politisasi agama dan pencitraan demi mendapatkan simpati dari umat Islam.
Yang memprihatinkan, fakta politisasi dan pencitraan berkedok agama Islam ini terus terjadi berulang-ulang terutama ketika menjelang pemilu layaknya tradisi, Dan ini sebenarnya telah menjadi pengetahuan umum bagi masyarakat yang mau mencermati perpolitikan demokrasi di dalam negeri ini.
CEGAH DAN HENTIKAN !
Sebagai muslim tentu kita memiliki hak dan kewajiban untuk mencegah dan menghentikan politisasi dan pencitraan berkedok agama Islam yang telah mentradisi ini, tujuannya agar umat tidak tertipu dan agama Islam yang suci nan mulia tidak terus-menerus menjadi ajang permainan.
Untuk mencegah politisasi agama dan pencitraan berkedok agama Islam mengharuskan adanya proses penyadaran politik dari umat Islam yang telah memiliki kesadaran politik, yakni kita para politisi Islam yang akan terus mengemban dakwah Islam kepada masyarakat, lebih khusus kepada umat Islam. Prosesnya bisa dilakukan melalui pendidikan, pembinaan dan seruan dakwah Islam sebagai edukasi pemahaman politik kepada umat.
Dari proses penyadaran itu, maka akan terbentuk pemahaman baru buat masyarakat, bahwa politiklah yang seharusnya diislamisasikan, bukan malah Islam yang dijadikan korban politisasi.
Kemudian, umat Islam juga harus disadarkan melalui pemahaman untuk menyatukan langkah membentuk dan meleburkan diri bergabung dalam partai politik Islam yang ideologis, ideologis yang tidak semu atau tidak setengah-setengah, agar menjadi sarana pembinaan ideologi Islam, sehingga menjadi rumah besar bagi umat Islam yang membuat umat tidak terpecah di mana-mana.
SOLUSI ISLAMI
Saat ini disemua partai politik (demokrasi) ada umat Islamnya, kalau sudah terjadi bentrokan pastinya umat Islam juga yang rugi. Kadang-kadang di Pilkades saja terjadi bentrok antar umat Islam, karena memang faktanya umat Islam telah terpecah-pecah karena belum atau merasa tidak memiliki rumah ideologis.
Rumah besar yang penulis maksud adalah partai politik yang berideologi Islam, yang berakidah Islam dan bertujuan melanjutkan kehidupan Islam yang memperjuangkan Islam demi terwujudnya Islam Rahmatan Lil 'Alamin, termasuk di negeri ini.
Kalau umat Islam merasa sudah memiliki partai politik yang berideologi Islam sebagai rumah besar mereka, tentu umat Islam akan berjuang bersama umtuk memperjuangkan kepentingan Islam. Bukan untuk kepentingan-kepentingan yang lain.
Kemudian agar politsasi dan pencitraan berkedok agama ini dapat dicegah dan dihentikan, umat Islampun harus menegakkan institusi politik Islam di negeri ini. Tidak cukup hanya dengan partai politik saja.
Rasulullah ï·º telah mencontohkan dan membuktikan, bahwa untuk mewujudkan kemuliaan Islam dan umatnya yang beliau lakukan bukan hanya membentuk satu jama'ah, tetapi juga membentuk dan memimpin sebuah institusi politik yang bernama Daulah (negara).
Karena itu, kita juga harus berusaha berjuang bersama umat untuk mewujudkan institusi politik Islam itu sebagaimana yang telah Rasulullah ï·º contohkan kepada kita, yang dengan itu akan menjadi perisai Islam dari ajang permainan.
Allah ï·» berfirman,
Ù‚ُÙ„ْ Ù‡ٰØ°ِÙ‡ٖ سَبِÙŠْÙ„ِÙŠْٓ اَدْعُÙˆْٓا اِÙ„َÙ‰ اللّٰÙ‡ِ ۗعَÙ„ٰÙ‰ بَصِÙŠْرَØ©ٍ اَÙ†َا۠ ÙˆَÙ…َÙ†ِ اتَّبَعَÙ†ِÙŠْ ۗÙˆَسُبْØٰÙ†َ اللّٰÙ‡ِ ÙˆَÙ…َآ اَÙ†َا۠ Ù…ِÙ†َ الْÙ…ُØ´ْرِÙƒِÙŠْÙ†َ
Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf : 108)
0 Komentar