BISAKAH SISTEM KAPITALIS MENGENTASKAN KEMISKINAN?


Oleh: Siti Aminah
Aktivis Muslimah

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengatakan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia yang harus dientaskan masih tinggi, terutama kemiskinan ekstrem.

Menurut perhutungannya jumlah kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024 mendatang adalah 7,99 persen, apabila kondisi pelaksanaan program dan data belum berubah.

Jumlah penduduk miskin yang harus dihilangkan terus meninggi dikarenakan penanggulangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem belum efektif.

Hal ini disebabkan oleh pengumpulan data yang belum akurat, program-program yang masih belum terintegrasi, dan pemberdayaan sosial ekonomi yang belum berkelanjutan, jelasnya.

Disebutkan, untuk menuntaskan angka kemiskinan ekstrem di angka nol, perlu mengangkat ekonomi masyarakat yang berjumlah 5,6 juta orang pada tahun 2024. (liputan6.com, 06/04/2023)

Bisakah pemerintah mewujudkan mimpinya untuk meraih 0 kemiskinan di negara ini pada tahun 2024? Padahal saat ini rakyat baru saja bangkit dari pandemi, belum lagi harga kebutuhan pokok semakin hari semakin mahal.

Saat ini kemiskinan yang menimpa umat lebih merupakan kemiskinan struktural/sistemik, yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang dijalankan oleh negara/penguasa.

Kapitalisme-liberalisme-sekularisme, sistem inilah yang telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang. Di negeri ini telah lama terjadi privatisasi sektor publik seperti jalan tol, air, pertambangan gas, minyak bumi dan mineral. Akibatnya, jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan tersebut yang sejatinya adalah milik mereka.

Akibat lanjutannya, menurut laporan tahunan Global Wealth Report 2016, Indonesia menempati negara keempat dengan kesenjangan sosial tertinggi di dunia. Diperkirakan satu persen orang kaya di Tanah Air menguasai 49 persen total kekayaan nasional.

Di sisi lain rakyat seolah dibiarkan untuk hidup mandiri. Penguasa/negara lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Di bidang kesehatan, misalnya, rakyat diwajibkan membayar iuran BPJS setiap bulan. Artinya, warga sendiri yang menjamin biaya kesehatan mereka, bukan negara.

Dalam konteks global, di semua negara yang menganut kapitalisme-liberalisme-sekularisme telah tercipta kemiskinan dan kesenjangan sosial. Hari ini ada 61 orang terkaya telah menguasai 82 persen kekayaan dunia. Di sisi lain sebanyak 3.5 miliar orang miskin di dunia hanya memiliki aset kurang dari US$ 10 ribu. Karena itu mustahil kemiskinan bisa dientaskan bila dunia, termasuk negeri ini, masih menerapkan sistem yang rusak ini.

Islam memandang masalah kemiskinan erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan akan terwujud apabila kebutuhan asasi rakyat terpenuhi. Karenanya, negara Islam akan memenuhi kebutuhan asasi rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Negara akan mengelola sumber daya alam yang dimiliki secara mandiri, sehingga negara akan memiliki keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara gratis. Islam melarang siapa pun baik perorangan, perusahaan apalagi asing untuk mengelola SDA yang dalam jumlah melimpah. Karena, SDA tersebut merupakan kepemilikan rakyat.

Rasulullah ï·º bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Tidak hanya itu, negara akan memberikan kemudahan kepada kepala keluarga (laki-laki) dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya.

Demikianlah mekanisme Islam dalam mengatasi kemiskinan. Penerapan Islam yang kaffah (menyeluruh) dalam bingkai khilafah niscaya mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat. Dalam sistem khilafah Islam, kesejahteraan bukan hanya fatamorgana, melainkan terwujud nyata.

Sejarah telah mencatat, dimasa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak dapat ditemukan warga miskin di setiap sudut kota. Hal itu dibuktikan tidak adanya rakyat yang mengambil dana zakat yang diperuntukkan untuk warga miskin.

Sudah saatnya negeri ini meninggalkan sistem kapitalisme yang hanya mampu menorehkan kesengsaraan. Seyogianya beralih kepada aturan Islam yang bersumber dari Sang Maha Pencipta, Allah ï·».

Posting Komentar

0 Komentar