BEGINILAH SALAHSATU MODUS PERAMPASAN TANAH RAKYAT OLEH MAFIA TANAH


Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat Hukum dan Ham

Kalau masih ada mafia yang main-main silakan detik itu juga gebuk. Ini meruwetkan ngurus sertifikat. Tidak bisa kita biarkan rakyat tidak dilayani urus sertifikat, setuju enggak?” Ucap Presiden Joko Widodo pada Senin, 22 Agustus 2022 tahun lalu.

Ketika Presiden Joko Widodo meminta Menteri Pertanahan dan Tata Ruang Hadi Chajanto untuk serius membasmi mafia pertanahan karena mempersulit masyarakat untuk mengurus sertifikat, penulis mengapresiasi namun tidak sepenuhnya percaya. Perlu diketahui, praktik mafia perampasan tanah dengan menerbitkan sertifikat aspal marak dan meresahkan masyarakat.

Hanya saja, sejak mengikuti kasus SK Budihardjo (pemilik tanah yang tanahnya disita) penulis hanya mengetahui detail cara kerja dan modus operandinya, bagaimana mereka melalui beberapa tahapan demi tahapan lalu akhirnya menyita tanah dengan dalih telah membelinya.

Pada Selasa, 4 April 2023, bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, JPU memperkenalkan Sdr. ROHMAT, direktur PT Bangun Marga Jaya (PT BMJ). PT BMJ menguasai tanah seluas 112.840 meter persegi dengan kedok melakukan pembelian dengan PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA, anak perusahaan Agung Sedayu Group) melalui transaksi yang sah yang kemudian membangun hunian GOLF LAKE RESIDENCE di atasnya.

Sayangnya, kehadiran saksi ROHMAT tidak membenarkan dakwaan jaksa terhadap pemalsuan dokumen dan keterangan palsu Pasal 263 KUHP dan Pasal 266 KUHP. Kesaksian saksi ROHMAT justru membuka kotak pandora tentang modus operandi dan operasi mafia tanah.

ROHMAT mengaku menjabat sebagai direktur PT BMJ sejak 15 Maret 2007 hingga 29 Januari 2010. Dia membeli 500 saham PT BMJ senilai Rp 7,5 miliar. Dengan alasan tidak ada hasil selama mengelola PT BMJ, maka ROHMAT menjual kembali sebanyak 500 eksemplar saham itu dengan harga Rp 10 miliar.

Menariknya, saat membeli saham, ROHMAT tidak melakukan langkah yang biasa dilakukan jika ingin membeli saham, apalagi nilainya besar yaitu sejumlah Rp 7,5 miliar. Dalam fakta persidangan tersebut ada banyak keanehan, di antaranya:

Pertama, saksi ROHMAT tidak mengetahui dan/atau memiliki akses terhadap rincian laporan keuangan dan kinerja PT BMJ yang menurut ROHMAT telah teridentifikasi sejak tahun 1982. Saat diperiksa di persidangan, saksi ROHMAT hanya menjawab beberapa pertanyaan dari hakim dan tim PH dengan jawaban lupa dan tidak tahu.

Kedua, saksi ROHMAT tidak memiliki surat pengakuan dari Kementerian Hukum dan HAM atas PT BMJ yang mengaku berdiri tahun 1982, sedangkan hasil verifikasi data DITJEN AHU PT BMJ perusahaan itu berdiri tahun 2008, surat keputusan nomor AHU-01306.AH.01.02 kontrak nomor 24, tanggal 25 November 2008. Dalam persidangan saksi ROHMAT kembali menjawab pertanyaan dari hakim dan tim PH dengan jawaban LUPA & TIDAK TAHU.

Ketiga, saksi ROHMAT tidak dapat menjelaskan mengapa membeli saham PT BMJ yang bergerak di bidang industri real estate, namun sejak tahun 1982 sampai pembeliannya (2007), PT BMJ tidak memiliki proyek rumah. Saat diperiksa di persidangan, saksi ROHMAT hanya menjawab beberapa pertanyaan dari hakim dan tim PH, lalu kembali jawabannya lupa dan tidak tahu.

Keempat, saksi ROHMAT tidak mengetahui batas-batas tanah milik PT BMJ padahal ia telah membeli saham tersebut, padahal seharusnya ia sangat berkepentingan untuk mengetahui rincian kekayaan perusahaan tersebut sebelum memutuskan untuk membeli saham tersebut. Saat diperiksa di persidangan, saksi ROHMAT hanya menjawab beberapa pertanyaan dari hakim dan tim PH, dan jawabannya lupa dan tidak tahu.

Kelima, saksi ROHMAT sengaja menyembunyikan fakta bahwa PT BMJ kalah dalam kasus ABDUL HAMID SUBRATA. 442/Pdt.G/2006/PN JKT BRT yang diberhentikan pada tanggal 17 Juli 2007 (sementara ROHMAT tetap menjadi direktur PT BMJ). Padahal ABDUL HAMID adalah selaku pemilik tanah Girik C.1906 yang dijual dan dibeli oleh klien SK Budihardjo.

Saat diperiksa di persidangan, saksi ROHMAT hanya menjawab beberapa pertanyaan dari hakim dan tim PH, jawabannya lupa dan tidak tahu.

Keenam, saksi ROHMAT sengaja menyembunyikan fakta bahwa PT BMJ menerima salinan BPN Jakarta Barat yang dikirimkan ke BPN Kanwil DKI yang isinya untuk menindaklanjuti No 1. 442/Pdt.G/2006/PN JKT BRT berkekuatan hukum tetap, diterbitkan dari tanah seluas 112.840 M2 Girik C 1906 tanah seluas 2.231 M2, tanpa nomor SHGB. 1633 a/n PT British Medical Journal.

Saat diperiksa di persidangan, saksi ROHMAT hanya menjawab beberapa pertanyaan dari hakim dan tim PH, jawabannya lupa dan tidak tahu.

Ketujuh, saksi ROHMAT tidak mengetahui sumber tanah seluas 112.840 M2 SHGB No. 1633 a/n PT British Medical Journal. Saat diperiksa di persidangan, saksi ROHMAT hanya menjawab beberapa pertanyaan dari hakim dan tim PH, jawabannya lupa dan tidak tahu.

Dan berbagai pertanyaan penting lainnya dalam rangka membuktikan bahwa PT BMJ memiliki hak atas tanah SHGB No. 112.840 M2. 1633 a/n PT BMJ dijawah Lupa dan Tidak Tahu, bahkan ada beberapa pertanyaan yang tidak dijawab. Hal ini penting untuk diungkapkan karena saat digugat, NONO SAMPONO yang merupakan direktur PT SSK, mengaku memiliki tanah tersebut secara sah melalui transaksi jual beli dengan PT BMJ.

Dilihat dari fakta persidangan, ada alasan untuk melakukan dugaan kuat bahwa PT BMJ hanyalah entitas perantara yang sengaja dibentuk untuk legalitas kepemilikan PT SSA. Selain itu, PT BMJ kemudian dibubarkan (tidak aktif) setelah menyelesaikan perannya sebagai perantara dalam transaksi tanah dengan PT SSA.

Dalam kasus pencucian uang dan penghindaran pajak, pelaku kejahatan biasanya menggunakan pendirian perusahaan cangkang (offshore) sebagai modus operandi untuk penyembunyian tindak pencucian uang atau penghindaran pajak. Oleh karena itu, dalam kasus mafia tanah, mereka sengaja mendirikan perusahaan perantara seperti PT BMJ sebelum tanah tersebut akhirnya jatuh ke tangan PT SSA, patut diduga bahwa ini merupakan modus operandi untuk merampas hak atas tanah dari masyarakat dengan dalih jual beli.

PT SSA berdalih membeli tanah dari PT BMJ, dan PT BMJ tidak bisa menjelaskan asal usul tanah yang dijual ke PT SSA, selain lupa dan tidak tahu. Dengan demikian, ada alasan untuk menduga bahwa PT BMJ adalah entitas (perusahaan) yang dibentuk oleh mafia tanah, sedangkan ROHMAT hanya sebagai nominator, dan hanya Alibaba yang ditempatkan sebagai direktur di perusahaan tersebut.

Saya berharap Presiden Jokowi bisa memahami modus operandi mafia tanah melalui kasus ini dan segera memberikan pukulan telak. Sebab, jika kasus mafia tanah ini dibiarkan terus berlanjut, penulis khawatir para pribumi di negeri ini akan terusir dari kampung halamannya di masa yang akan datang.

Posting Komentar

0 Komentar