BAGAIMANA HUKUM BELANJA ONLINE DENGAN METODE COD DALAM ISLAM?


Oleh: KH. M. Shiddiq Al Jawi
Ulama Kontemporer

Semakin maraknya belanja online memunculkan beragam metode pembayaran yang dapat dipilih setiap penggunanya salah satunya adalah COD (Cash on Delivery). Namun metode pembayaran COD (Cash on Delivery) memiliki banyak perdebatan apakah diperbolehkan dalam Islam ataukah tidak? Sebelum mengetahui kesimpulan dari metode pembayaran tersebut ada baiknya kita lebih dahulu mengenal apa itu COD (Cash on Delivery)?

COD (Cash on Delivery) adalah metode pembayaran dalam penjualan online, konsumen membayar pada saat barang pesanan sudah sampai di alamat pembeli atau tempat yang telah disepakati penjual atau pembeli.

Saat cash on delivery, pembeli dapat langsung melihat dan memeriksa barang yang dibelinya, dan penjual dapat menjelaskan kondisi barang tersebut kepada konsumen.

Oleh karena itu, cash on delivery berbeda dengan pembelian melalui internet yang menggunakan sistem transfer uang, dimana konsumen harus mentransfer uang terlebih dahulu melalui rekening banknya, baru kemudian penjual mengirimkan barang pesanannya kepada pembeli.

Jika pembeli dan penjual membuat kesepakatan secara langsung, pembeli akan membayar barang pada saat itu juga. Sedangkan jika tidak ada transaksi, misalnya konsumen mengklaim spesifikasi produk tidak sesuai dengan pesanan, berarti tidak ada pembayaran dan produk dikembalikan ke penjual.

Jika pembeli dan penjual berada di wilayah yang sama, misalnya di wilayah Jabodetabek, biasanya dilakukan cash on delivery.

Sementara itu, jika jarak pembeli dan penjual cukup jauh, seperti Jakarta dan Bandung, akan dikenakan biaya pengiriman tambahan. Demikian sekilas fakta (manâth) dalam COD. Bagaimana hukum COD dalam ajaran Islam?

Jawabannya adalah metode cash on delivery tergantung pada kapan pembeli dan penjual membuat kontrak penjualan.

Ada dua kemungkinan, salah satunya akad jual beli dilakukan sebelum penyerahan barang.

Satu, yaitu pada saat pembeli dan penjual melakukan transaksi online.

Kedua, akad jual beli dilakukan secara tatap muka antara pembeli dan penjual.

Haram hukumnya jual beli dengan sistem pembayaran COD jika akad jual beli dilakukan secara online (sebelum penyerahan barang). Karena pada saat terjadi akad jual beli online, baik pembeli maupun penjual dalam keadaan terlilit hutang yaitu pada saat transaksi penjual tidak menyerahkan barangnya, dan pembeli tidak membayar.

Akad jual beli seperti ini hukumnya haram, menurut hadits yang melarang jual beli ketika pembeli dan penjual sama-sama bertransaksi secara cashless (utang).

Dari Ibnu ’Umar RA, dia berkata.”Rasulullah ï·º telah melarang jual beli dimana penjual dan pembeli sama-sama tidak tunai.” (nahâ ‘an bai’ al kâli bi al kâli).(HR Al Hâkim dan Al Baihaqî, hadis shahih menurut Imam Jalâluddin As Suyûthî, Al Jâmi’ Al Shaghîr, II/192). 

Yang dimaksud dengan kata “al kâli bi al kâli” dalam hadis tersebut adalah “an nasîah bi an nasîah”, yaitu ada penundaan penyerahan barang oleh penjual dan penundaan pembayaran uang oleh pembeli. (Imam Ibnul Atsîr, An Nihâyah fî Gharîb Al Hadîts wa Al Atsar, 4/194).

Sementara itu, jika akad jual beli dilakukan secara tatap muka antara pembeli dan penjual, dan bukan pada saat transaksi online sebelumnya, maka hukum COD diperbolehkan, asalkan pembeli diberi hak khiyâr. (opsi), yaitu dia dapat memilih untuk membeli atau tidak Membeli.

Hal ini jelas mengenai kebolehan COD dengan akad jual beli tatap muka. Karena dilakukan secara tatap muka maka akan ada akad jual beli dengan pembayaran tunai, sehingga larangan jual beli al kali bi al kali (keduanya tidak tunai) dapat dihindari.

Adapun syarat-syarat yang memberikan hak khiyâr (hak opsi) kepada pembeli, karena akad online yang telah berlangsung sebelumnya, maka tidak dapat dikatakan sebagai akad jual beli syara'i, melainkan hanya akad yang tidak mengikat (wa’ad ghairu mulzim) untuk membeli dan menjual, yaitu mengizinkan Pembatalan (dari pembeli/penjual).

Oleh karena itu, perlu diberikan hak khiyâr (hak pilihan) kepada pembeli agar janji untuk membeli barang tersebut tidak bersifat mengikat. Wallahu a'lam.

Posting Komentar

0 Komentar