Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat Politik dan Perubahan
Meski akan ada "boneka" baru dalam proses pemilu 2024, Jokowi adalah boneka oligarki yang paling patuh. Sepanjang sejarah republik ini, selain Jokowi belum pernah ada presiden yang paling setia berbakti pada kapitalis, oligarki, kepentingan asing dan aseng.
Coba lihat, tidak ada hukum yang lebih brutal dari UU Cipta Kerja (Omnibus Law). Meski sudah dibatalkan, MK menggunakan Perppu untuk menghidupkannya kembali.
KPK tidak pernah mengalami masa tergelap, kecuali di era Jokowi. Dengan mengubah undang-undang KPK menyebabkan KPK melemah secara normatif, struktural, kelembagaan dan sumber daya manusianya.
Tidak ada pekerja asing yang masuk ke Indonesia secara besar-besaran kecuali zaman Jokowi. Proyek turnkey memaksa negara Indonesia untuk mengizinkan masuknya pekerja asing China ke dalam kedaulatan NKRI.
Di era Jokowi, citra kepolisian tidak pernah seburuk ini. Mulai dari kasus KM 50, Sambo, hingga tragedi Kanjuruhan.
BBM naik, tagihan listrik naik, harga minyak goreng melonjak, kebakaran hutan, proyek kereta api cepat, IKN dan banyak kebijakan Jokowi lainnya yang berpihak pada oligarki. Baru Jokowi yang berani pasang badan dan setia untuk mengabdi pada oligarki.
Inilah pengabdian terbaik Jokowi kepada para oligarki, yang membuat posisi Jokowi tak tergantikan. Apapun sosoknya yang saat ini disebut sebagai calon presiden, tidak ada yang bisa mengungguli sosok Jokowi dalam melayani kepentingan para oligarki.
Perpanjang masa kekuasaan Jokowi berarti akan menguntungkan oligarki. Perpanjangan masa pemerintahan Jokowi hanya dapat dicapai dengan dua cara, yaitu:
Pertama, memberikan kesempatan kepada Jokowi untuk mencalonkan diri kembali di Pilpres 2024 atau terpilih kembali sebagai presiden dengan mengubah konstitusi atau mengembalikan ke UUD 1945 yang asli.
Amandemen, yang dimaksud adalah mengubah Pasal 7 UUD 1945 yang memungkinkan presiden menjabat lebih dari dua periode berturut-turut. Dengan begitu, Jokowi bisa kembali mencalonkan diri sebagai capres dan mengikuti Pilpres 2024.
Pendekatan ini penuh risiko, selain karena proses amandemennya tidak mudah, Jokowi juga tidak mungkin memenangkan Pilpres 2024. Bahkan memenangkan pemilihan presiden dengan aksi curang jauh lebih mahal dan rentan tertangkap dan di protes oleh orang-orang pada saat yang sama.
Kembali ke UUD 1945 yang asli, artinya presiden dipilih oleh MPR lalu dapat dipilih berkali-kali dan tidak ada batasan masa jabatan maksimal. Pendekatan ini lebih sederhana, dengan membonceng suara para aktivis tua yang ingin kembali ke UUD 1945 yang asli.
Modus operasinya juga bisa sederhana dan murah, serta waktunya cepat. Artinya, tinggal mengeluarkan keppres mengembalikan UUD 1945 yang asli, seperti yang dilakukan Sukarno.
Kedua, dengan melakukan penundaan pemilihan umum, dimana Jokowi dapat memperpanjang masa jabatannya yang menurut undang-undang seharusnya sudah selesai pada Oktober 2024, menjadi 2 (dua) atau 3 (tiga) tahun lagi.
Modusnya adalah melakukan amandemen UUD yang isinya memberikan kuasa dengan PPHN, lalu MPR memutuskan penundaan pemilu dan menetapkan bahwa semua posisi politik yang diperoleh melalui pemilu 2019 tetap sah dan konstitusional sampai dilaksanakan pemilu berikutnya.
Ternyata, ada pola baru lewat putusan pengadilan. Melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mempunyai kekuatan hukum tetap, Presiden dapat menerbitkan Perppu penundaan pemilihan umum dan menetapkan bahwa semua jabatan politik yang diperoleh melalui pemilihan umum tahun 2019 tetap sah dan konstitusional sampai dengan selesainya pemilihan umum berikutnya.
Simak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berikut ini:
- Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
- Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
- Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
- Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
- Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
- Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
- Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).
Klaim ini sepenuhnya disetujui. Keputusan seperti itu tidak akan mungkin terjadi tanpa rencana yang matang dan menyeluruh.
Anehnya, Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) meminta KPU untuk tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024 yang tersisa sejak pengumuman keputusan, dan melaksanakan tahapan Pemilu lagi kurang lebih 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari dari hasil putusan tersebut. Partai PRIMA harusnya memusatkan perhatiannya untuk meminta kepada pengadilan agar memerintahkan KPU menetapkan Partai PRIMA sebagai peserta Pemilu 2024, karena ini pokok bahasannya.
Karena itulah terlihat jelas ada indikasi kuat bahwa Partai PRIMA, KPU dan pengadilan akan masuk dalam skenario besar penundaan pemilu dengan dalih menaati dan menegakkan putusan pengadilan.
0 Komentar