Oleh: Shalsha Baharrizqi
Muslimah Peduli Umat
Belakangan ini publik kembali dihangatkan oleh UU Cipta Kerja. Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja tentu telah menuai gelombang protes karena dinilai merupakan langkah pembangkangan pemerintah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki.
Hingga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang meski terdapat 2 fraksi yang menolak yakni, fraksi Demokrat dan fraksi Partai Keadilan Sosial.
Sejumlah pasal yang benar-benar baru di dalam Perppu Cipta Kerja justru telah menghasilkan "ketidakpastian hukum" dimulai dari penentuan upah minimum hingga pekerja alih daya. Aturan tersebut juga menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, bukannya menjamin kelestarian alam, justru yang terjadi adalah sebaliknya, dengan alasan meningkatkan investasi.
UU Cipta Kerja justru menyelesaikan masalah dengan cara keberpihakan kepada investor. Negara telah melakukan pengkhianatan terhadap rakyat, hak buruh, petani, masyarakat dan generasi mendatang. Pengesahan RUU tidaklah mencerminkan kebutuhan rakyat, karena negara hanya mengejar kepentingan eksploitasi lingkungan dan sumber daya alam, termasuk manusia. Hingga penentuan UMR yang menggunakan variable inflasi dan indeks tertentu sungguh merugikan bagi buruh, belum lagi persoalan outsourching yang semakin menambah buruk nasib rakyat.
Karena dalam sistem kapitalisme, peran negara dibatasi sebagai regulator yang menyerahkan pengurusan kebutuhan buruh kepada swasta. Negara telah memindahkan beban jaminan sejahtera bagi buruh pada tangan pengusaha. Kesejahteraan pun sangat sulit di rasakan buruh terlebih lagi karena menetapkan standar kesejahteraan dan upah minimum karyawan serta angka kebutuhan hidup diserahkan kepada pengusaha yang berdampak fatal.
Ini merupakan kezaliman yang jelas kepada rakyat. Kapitalisme menjadi dalang keserakahan penguasa dan pengusaha yang tidak menyelesaikan masalah ketenagakerjaan rakyatnya.
Maka dibutuhkanlah penerapan politik serta ekonomi Islam, untuk mengatasi permasalahan pokok ketenagakerjaan yang berkaitan dengan masalah kesejahteraan, permasalahan tunjangan sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Islam menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok (primer) setiap warga negara (muslim dan nonmuslim) secara menyeluruh, baik kebutuhan yang berupa barang maupun jasa. Untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang, negara menjamin dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut.
Islam mewajibkan negara menjalankan kebijakan makro dengan menjalankan apa yang disebut dengan Politik Ekonomi Islam. Politik yang diterapkan khilafah (Sistem pemerintahan Islam) akan melakukan berbagai kebijakan sesuai syariat Islam yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok tiap individu maupun masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap sesuai kemampuan yang dimiliki.
Syariat Islam juga memiliki hukum-hukum lain yang sah dalam kepemilikan harta seperti hukum waris dan kebijakan alternatif cara pemenuhan kebutuhan hidup dan mewujudkan kesejahteraan bagi tiap individu masyarakat yang tidak mampu memenuhinya, karena semua kebutuhan rakyat adalah tanggungjawab pemimpin dalam Islam.
Khilafah akan menciptakan lapangan kerja, memberi akses kepemilikan lahan bagi individu yang mampu mengolahnya melalui kebijakan menghidupkan tanah mati, menciptakan iklim kondusif bagi wirausaha, sebagai sarana bagi setiap kepala keluarga untuk bekerja. Negara tidak sebatas wajib membuka lapangan pekerjaan, bahkan negara juga wajib menyediakan sarana dan prasarana, modal usaha yang bersumber dari baitulmal.
Dalam sistem Islam modal diberikan cuma-cuma tanpa harus dikembalikan, tidak seperti sistem pinjaman ribawi. Bagi warga negara yang belum memiliki keterampilan maka negara menyelenggarakan penyuluhan dan pelatihan sampai mereka memiliki skill yang cukup untuk bekerja, tanpa dibatasi waktu dan usia tertentu. Semuanya diberikan secara gratis tanpa pungutan. Hal ini menunjukkan begitu sempurnanya hukum atau aturan yang Allah ciptakan untuk mengatur kehidupan kita, tinggal kita memilih untuk menggunakan hukum buatan manusia atau hukum Sang Pencipta yang Maha Sempurna.
Umat harus menyadari sudah saatnya meninggalkan sistem Kapitalisme-sekuler yang makin tampak pola neoliberalismenya dan menjadi sumber segala persoalan yang membelit bangsa ini. Allah ﷻ berfirman:
أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Artinya :"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS Al-Maidah [5] : 50).
Selanjutnya, umat harus terus didorong untuk melakukan perubahan ke arah Islam. Sebab, hanya dengan Islamlah segala permasalahan dapat di selesaikan. Maka dari itu hukumnya menjadi wajib negara menerapkan syariah Islam dalam institusi Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah.
Wallahu a'lam bish-shawabi
0 Komentar