Oleh: Shalsha Baharrizqi
Muslimah Peduli Umat
Budaya berburu pakaian bekas (second hand fashion), dan budaya thrifting kini semakin pesat di Indonesia.
Kalangan tua dan muda tengah menggemari suatu kegiatan berburu pakaian bekas yang menjadi solusi untuk tetap bergaya dengan budget seadanya. Dari meningkatnya thrifting ini, tentu banyak pula kita jumpai toko barang bekas online maupun offline yang menjual pakaian dengan harga yang ramah di kantong.
Namun usaha thrifting tentu tidak selalu berjalan mulus, terdapat perdebatan tentang apakah trend thrifting ini sebuah solusi bagi rakyat untuk memenuhi pemasukan, gaya hidup, atau malah mendatangkan petaka, pasalnya Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) geram dengan maraknya impor pakaian bekas atau thrifting. Menurutnya, hal tersebut mengganggu industri tekstil dalam negeri lalu pemerintah menginstruksikan jajarannya yang terkait untuk mengusut serta mencari akar permasalahan dari maraknya impor pakaian bekas yang masuk ke Indonesia.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, "Penjualan baju bekas impor atau thrifting mengganggu utilisasi industri. Karena itulah pemerintah melarang penjualan baju bekas impor.
Thrifting juga mengganggu momentum penjualan baju lebaran di dalam negeri, karena IKM yang memiliki modal dan keuntungan terbatas harus bersaing dengan thrifting".
Padahal, kebaradaan impor pakaian bekas sudah terjadi sejak lama di negara kita ini.
Tetapi mengapa pemerintah baru sekarang menjadikannya sebagai persoalan?
Maka sungguh aneh jika sekarang justru di persoalkan kehadiran thrifting ini, dengan alasan dapat membuat industri tekstil mati dan mengganggu perkembangan UMKM.
Melihat kondisi ini memperjelas, betapa minim upaya dalam menyelesaikan akar persoalan masalah bagi rakyat dalam negeri. Rakyat terus disalahkan ketika berbuat, bertindak, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan menjadi permasalahan yang tak kunjung menemukan solusi. Masyarakat didera kesulitan hidup dan tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Kondisi seperti ini akan tetap berlangsung selama kebijakan yang diambil masih berkiblat pada sistem ekonomi kapitalisme. Karena dalam sistem ini, penguasa justru menjadi pelayan kepentingan bagi asing, bukan pelayan untuk umat.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa prinsip sistem ekonomi kapitalis cenderung mementingkan para pemilik modal berkuasa. Penguasa yang seharusnya menjadi pengayom rakyat dan memberikan kesejahteraan hidup, malah memberi wewenang kepada pemilik modal untuk melakukan apapun yang mereka inginkan demi memperoleh sesuatu yang diinginkannya, Tanpa mempertimbangkan dampak yang akan ditanggung oleh rakyat.
Ketika sistem kapitalisme dibiarkan merajalela, maka dibutuhkan solusi lain yang dapat menyelesaikan permasalahan hingga akar yaitu dengan kembali pada metode alternatif, yakni Islam.
Islam adalah agama yang kamil dan syamil. Dikarenakan sifatnya yang demikian, maka Islam bukan hanya agama yang mengatur urusan ibadah spiritual belaka. Namun ia mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari bangun tidur hingga bangun negara.
Islam menjadi kunci penting menyelesaikan problem pengaturan ekonomi dan negara. Karena sesungguhnya sistem ini menjadi satu-satunya pilihan yang mampu memberikan rakyat suatu kehidupan yang sejahtera, adil dan bebas dari segala macam masalah dan krisis berkepanjangan seperti sekarang.
Negara wajib memberikan jaminan atas pemenuhan seluruh kebutuhan hidup setiap individu dalam masyarakat baik primer, sekunder maupun tersiernya, bukan terus membebani dan mempersoalkan usaha rakyat yang tak kunjung memberikan solusi atasnya.
Oleh karena itu, berdiam diri bukanlah solusi untuk mengubah semuanya. Jangan berdiam diri dalam menyaksikan kerusakan dan kedzaliman yang terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme ini. Kita memerlukan pemahaman, kekuatan secara berjamaah untuk mengganti sistem kufur ini dengan sistem Islam. Inilah saatnya untuk istiqamah dalam berdakwah meneruskan perjuangan Rasulullah ï·º dalam menerapkan hukum Islam, dan bangkit bergerak menyerukan penerapan Islam secara menyeluruh.
Wallahu a’lam bii Ash-Shawab
0 Komentar