KERUSAKAN SISTEMIK


Oleh: Lia Herasusanti
Aktivis Dakwah

Setelah terbongkar kekayaan seorang pejabat dirjen pajak yang nilainya fantastis akibat kasus penganiayaan anaknya, terungkap pula aliran dana hingga 300 triliun di kementrian keuangan. Kasus ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat pada pejabat publik. Hingga muncul trending #pejabatmentalbang.

Tapi benarkah ini masalah personal pejabat? Jika satu dua yang bermasalah, bisalah disalahkan pejabatnya. Tapi jika sudah satu kementrian, dan tidak menutup kemungkinan terjadi juga di kementrian lain, apakah betul ini salah pejabatnya?

Dan lebih parahnya, masalah tak hanya muncul di level pejabat. Rakyat pun mengalami masalah. Dari waktu ke waktu masalahnya semakin mengerikan. Mulai dari masalah krisis mental dengan banyaknya remaja bunuh diri, terbaru anak SD pun bunuh diri, hingga pembacokan pelajar pun terjadi pada anak SD. Sementara sebagian remaja lainnya, sibuk dengan gaya hidup hedon. Melepas kepenatan dengan menonton konser idolanya.

Jika ditanya, apakah mereka muslim? Sepertinya mayoritas muslim. Tapi kok bisa terjebak dalam masalah yang ruwet seperti ini? Apakah agama tak menuntunnya untuk tidak korupsi? Tak paham kah bahwa bunuh diri haram? Tak paham kah hukum pergaulan bebas dan hal-hal lainnya diatur dalam Islam? Ada yang tahu, tapi tak paham dengan konsekuensi melanggarnya. Bahkan ada pula yang tak pernah tahu keharamannya. Astagfirullah!

Semua yang hal tersebut terjadi bukan semata masalah pribadi, tapi adanya kerusakan sistemik. Pejabat sholih/sholihah, saat bekerja disodori amplop suap. Karena hal itu sudah menjadi kewajaran di tempatnya bekerja, maka ia pun ikut menerimanya. Anak-anak dengan HP nya melihat berita kekerasan, akhirnya terpancing ikut melakukan. Remaja sholih/sholihah, rajin sholat, puasa, sedekah, tapi lingkungannya mempromosikan pergaulan bebas, akhirnya ia pun ikut terbawa, tanpa merasa berdosa. Toh semua pun melakukan hal yang sama.

Seperti itulah kekuatan sistem. Di sistem kapitalis sekuler, standar boleh dan tak bolehnya adalah manfaat, selama mendatangkan manfaat maka ia menjadi sesuatu yang boleh. Sesuatu yang haram ketika sudah menjadi kebiasaan, dianggap sesuatu yang wajar dan halal.

Sudah sebegitu parahnya sistem menghancurkan aqidah kaum muslimin. Kaum muslimin yang seharusnya hidup dalam tatanan syariat namun dipaksa hidup dalam tatanan yang salah, akhirnya berimbas pada kerusakan sistemik.

Jika kondisi ini dibiarkan terus tanpa perubahan, bukan hanya syariat yang ditinggalkan, bahkan akidah pun bisa tergadaikan. Karenanya, tak hanya perbaikan individu yang dibutuhkan namun perbaikan sistem yang harus di realisasikan untuk menuju perubahan hakiki.

Sistem kapitalis sekuler lah akar masalahnya. Kaum muslimin digiring meninggalkan agamanya. Dan jika agama ditinggalkan, tinggal tunggu kehancurannya. Sebelum itu terjadi, segeralah kembali pada aturan Allah. Bukan hanya dalam masalah ibadah ritualnya saja, tapi kembali pada aturan Islam secara kaffah.

Al-Qur'an surat Al Qasas ayat 59,

وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرٰى حَتّٰى يَبْعَثَ فِيْٓ اُمِّهَا رَسُوْلًا يَّتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِنَاۚ وَمَا كُنَّا مُهْلِكِى الْقُرٰىٓ اِلَّا وَاَهْلُهَا ظٰلِمُوْنَ
59. Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri, sebelum Dia mengutus seorang rasul di ibukotanya yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan (penduduk) negeri; kecuali penduduknya melakukan kezaliman.

Posting Komentar

0 Komentar