Oleh: Ela Nurlaela
Muslimah Peduli Umat
Kabar yang sungguh menggagetkan Indonesia menempati peringkat kedua penderita Tuberkulosis (TBC) terbanayak didunia. Bukan prestasi, tetapi ini kenyataan pahit yang disandang Indonesia dipentas dunia. Berdasarkan data Global TB Report (GTR) 2022. Perkiraan kasus TBC sebanyak 969.000 dengan incedence rate atau temuan kasus sebanyak 354 per 100.000 penduduk. Kasus TBC di Indonesia mengalami peningkatan signifikan, terutama pada anak-anak. Angka TBC pada anak-anak melonjak hingga 200% dari 42.187 kasus pada 2021, meningkat menjadi 100.726 kasus pada 2022 dan 18.144 kasus pada 2023.
Direkturat pencegahan dan pengendalian penyakit menular Kemenkes, dr Imran Prambudi menyampaikan, penyumbang kasus terbanyak TBC di Indonesia adalah kelompok masyarakat yang bekerja sebagai buruh, nelayan, wiraswasta, pegawai BUMN, dan PNS. Kasus ini bukan merupakan kasus baru bagaimana munculnya Covid-19 dua tahun lalu. Hanya saja, peningkatan kasus TBC belakangan ini sangat mencengangkan. Bayangkan saja, jumlah kematian TBC di Indonesia setara dengan tiga orang meninggal setiap menitnya. Banyak faktor yang melatar belakangi jumlah kasus TBC di Indonesia bisa menduduki peringkat kedua didunia setelah India.
Pertama, faktor lingkungan. Lingkungan dan sanitasi yang bersih sangat penting mencegah penyakit TBC. Bahkan ada anggapan dimasyarakat bahwa penyakit TBC adalah penyakit orang miskin lantaran berkaitan dengan lingkungan kumuh dan sanitasi air yang buruk.
Kedua, TBC dan kemiskinan adalah masalah yang beririsan. Kualitas kesehatan kalangan atas biasanya lebih baik dari pada yang berasal dari kalangan bawah atau miskin. Ini disebabkan ketidak mampuan mengakses fasilitas kesehatan. Kondisi ekonomi atau kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap kasus TBC.
Ketiga, terbatasnya akses dan sarana kesehatan bagi masyarakat miskin menjadikan penularan TBC tidak dapat dicegah atau terlambat ditangani.
Keempat, rendahnya pendidikan dan pemahaman masyarakat terkait TBC tidak dapat disalahkan secara sepihak.
Berdasarkan faktor diatas, biang masalah dari meningkatnya penyakit menular seperti TBC ini adalah penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini meniscayakan berbagai kebutuhan pokok masyarakat di kapitalistisasi dan dikomersialisasi dalam setiap kebijakan Negara. Masyarakat harus berusaha keras jika ingin memenuhi kebutuhan mereka, kemiskinan yang mendera tidak serta merta diakibatkan karena gaya hidup boros, melainkan kemiskinan tersistem akibat penerapan sistem Kapitalisme. Masyarakat miskin lebih kesulitan menerapkan pola dan gaya hidup sehat ketimbang masyarakat menengah keatas.
Lingkungan dan sanitasi bersih, gizi baik, terpenuhinya kebutuhan dasar, kesadaran literasi, pengetahuan, serta edukasi di masyarakat, tidak akan tercapai selama rakyat miskin. Oleh karenanya, biang masalah kemiskinan inilah yang mesti diselesaikan secara tuntas, barulah masalah penyakit menular semacam TBC dapat dicegah.
Bagi setiap masalah, Islam punya solusinya. Dalam mengenai masalah TBC ini, Islam akan berfokus pada penyelesaian masalah pokoknya terlebih dahulu, yaitu penerapan sistem. Dalam hai ini, peran negara sangat penting selaku pe-riayah urusan rakyat.
Pertama, Negara memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yakni sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan secara layak.
Kedua, Negara mengelola SDA dan memberikan hasil pengelolaan itu bagi masyarakat, hasil pengelolaan SDA juga dapat digunakan untuk membangun sarana dan layanan kesehatan yang dapat diakses masyakat dengan murah dan mudah.
Jika ditemukan kasus penyakit menular negara akan memberikan pengobatan hingga sembuh bagi pasien. Negara juga akan melakukan deteksi dini agar penyakit tersebut tidak menyebar ke daerah lainnya.
Dengan penerapan sistem politik dan ekonomi Islam secara kaffah, negara dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan pola hidup sehat serta pemenuhan nutrisi yang cukup.
Wallahua'lam bisshowab.
0 Komentar