Oleh: Ela Nurlaela
Muslimah Peduli Umat
Sederet tindakan kriminal oleh generasi muda menjadi berita yang viral beberapa hari terakhir ini. Diantaranya kasus penganiyayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo (20 tahun) terhadap Cristalino David Ojora (17 tahun). Mario memukul, menendang dan menginjak kepala David beberapa kali. Selain Mario beberapa temannya yang masih berumur belasan tahun juga terseret kasus ini karena memprokasi Mario dan membiarkannya melakukan kekerasan terhadap David.
Kasus ini merupakan salah satu kasus kekerasan oleh para pemuda, ini hanyalah secuil fakta yang diekspos media dan menjadi viral. Sejatinya, kasus kekerasan yang terjadi dimasyarakat jauh lebih banyak baik dari sisi perilaku maupun jenis kasusnya. Berdasarkan rumusan tahapan perkembangan psikososial oleh Erik Erikson, remaja ada pada rentang usia 12-18 tahun ini mereka mengalami krisis identitas, fisiknya seperti orang dewasa tetapi jiwanya seperti anak- anak.
Stanley Hall menyebut massa remaja sebagai masa "Strom and Stress" sehingga rawan terjadi konflik dengan teman sebayanya. Berbagai persoalan lainnya saling bertumpuk sehingga menyebabkan ledakan masalah. Kenakalan remaja atau yang disebut Juvenile Delinquency tidak hanya marak di Indonesia akan tetapi sudah menjadi masalah global diseluruh dunia. Persoalan pada para remaja ini disebabkan berbagai faktor atau kurangnya peranan-peranan penting dalam kehidupan para pemuda, diantaranya:
Pertama, kurangnya fungsi keluarga dalam mendidik dan mengayomi. Jikalau para pemuda dari sejak dini mendapatkan pendidikan yang baik dari keluarga, maka akan tumbuh menjadi sosok yang matang pada usia baliq, tidak akan ada masa krisis identitas karena identitas dirinya telah terbentuk melalui proses pendidikan oleh keluarga, terutama pendidikan ilmu agama sehingga tertanam pada diri para pemuda keimanan dan aqidah yang kokoh.
Pendidikan keluarga merupakan benteng terbaik yang mencegah pemuda berbuat kekerasan. Sayangnya hari ini benteng ini telah jebol seiring dengan rapuhnya institusi keluarga. Berbondong-bondong kaum ibu di alihkan keluar untuk bekerja demi nafkah, keluarga telah mencabut peran ibu sebagai guru pertama bagi anak-anaknya dalam keluarga, sedangkan para ayah telah terlebih dahulu dimandulkan peranannya dengan persepsi bahwa tugas ayah hanya mencari nafkah dan berlepas tanggan terhadap pendidikan anak.
Kedua, tidak adanya kontrol di tengah masyarakat, benteng masyarakat telah jebol sehingga kontrol tidak berjalan dikarnakan sistem hidup yang berasaskan kapitalisme menjadikan manusia bersikap individualisme, berat beban hidup dalam kapitalisme menjadikan setiap orang sibuk memikirkan dirinya sendiri, sehingga abai terhadap permasalahan di sekelilingnya.
Ketiga, tidak adanya peranan dan kontrol dari Negara dalam kehidupan para pemuda. Negara yang seharusnya berperan sentral sebagai benteng penjaga generasi muda juga ternyata mandul. Negara abai dalam memberikan pendidikan yang membentuk kepribadian pemuda yang kokoh. Slogan revolusi mental dan merdeka belajar, nyatanya gagal membawa pemuda menemukan jati dirinya yang hakiki. Negara justru menjauhkan agama dari kurikulum pendidikan. Sekularisasi pendidik masif terjadi tidak hanya di sekolah juga di madrasah, para pemuda yang ingin belajar Islam Kaffah justru di labeli dengan slogan Radikal.
Ini semua adalah buah dari penerapan sekularisme yang mendasari kehidupan kita, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga regulasi Negara, semuanya sekuler. Walhasil, solusi Islam tidak dipakai dalam menyelesaikan masalah generasi muda saat ini, mereka justru dijauhkan dari Islam. Akibatnya potensi besar pemuda sebagai calon pemimpin masa depan justru terbajak dengan hal-hal yang merugikan masyarakat, karena asas kehidupan sekularisme ini.
Sejatinya sistem ini harus dicabut dari pemikiran umat Islam, selanjutnya diganti dengan sistem yang sohih yaitu akidah Islam, dengan demikian seluruh pemikiran dan aturan yang terpancar ditengah masyarakat akan berdasarkan pada akidah Islam. Menjadikan akidah Islam sebagai asas kehidupan merupakan sebuah kewajiban bagi umat Islam.
Satu- satunya negara yang mampu menerapkan Islam Kaffah adalah Khilafah, dengan peranan khilafah akan membangun sistem pindidikan yang beradaskan Akidah Islam dan bertujuan membentuk sosok yang berkepribadian Islam dan memiliki pola pikir dan pola sikap islami, Khilafah juga merevitalisasi peran keluarga sebagai madrasah pertama bagi anak, juga peranan masyarakat sebagai pelaku amar ma' ruf nahi mungkar. Dengan demikian tiga benteng tersebut kokoh tegak untuk melindungi generasi muda dari berbuat tindakan kriminal.
Wallahu a'lam bisshowab.
0 Komentar