BAMSOET ALIHKAN ISU IJAZAH PALSU JOKOWI DAN KASUS PENCUCIAN UANG 300 TRILIUN?


Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat Politik dan HAM

"Saya ingin saudara sadar pentingnya kita menjaga nilai persatuan dan kesatuan kita, menjaga agar terus dalam bingkai Indonesia, kita tidak ingin seperti Suriah, Iran, Irak, dan sebagainya," Ucap Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Minggu 19 Maret 2023 pada acara Desa Bersatu memperingati HUT ke-9 Undang-Undang Desa yang digelar di kawasan Gelora Bung Karno (GBK).

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mewanti-wanti perpecahan kecil itu berbahaya dan dapat memicu perang saudara. Untuk itu, Bamsoet mengingatkan kepada masyarakat terutama para kader desa untuk selalu menjaga kerukunan di bidangnya masing-masing.

Bamsoet berpendapat, bahwa masyarakat Indonesia masih rawan perpecahan karena perbedaan pendapat, maka perang saudara tidak menutup kemungkinan akan terjadi. Politisi Partai Golkar itu mencontohkan konflik di Irak, Suriah, dan Iran. Akibat perang saudara, negara menjadi lemah dan rentan diserang oleh negara lain.

Dalam kesempatan tersebut, Bamsoet menyampaikan bahwa sejauh ini belum ada yang bisa mengalahkan kesuksesan Joko Widodo dalam memimpin Indonesia.

Dapat diduga kuat bahwa acara ini merupakan tindak lanjut dari rangkaian rektifikasi politik untuk mengamankan hak-hak Jokowi. Setelah gagal menjual narasi pilkada yang tertunda melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, rezim Jokowi tampaknya belum putus asa, dengan momentum yang agak memudar itu.

Bamsoet mempertanyakan perbedaan pendapat, meski katanya negara berdiri di atas pilar persatuan dalam keberagaman namun perbedaan pendapat dapat meruntuhkan kehidupan berbangsa. Pernyataan Bamsoet ini tidak relevan karena tidak pernah ada sebelumnya, sebuah bangsa bubar karena perbedaan pendapat.

Apa yang terjadi di Irak dan Suriah bukan karena perbedaan pendapat. Itu karena kolonialisme AS, Barat, dan negara-negara imperialis.

Bukti konkretnya, Irak tidak pernah memiliki senjata pemusnah massal yang karena alasan inilah Amerika Serikat menyerang Irak dan membunuh jutaan warga Irak. Apakah Bamsot mengkritik kekejaman Amerika Serikat, negara agresor, teroris nomor satu dunia? Yatanya tidak!

Bamsoet sibuk bercerita dari Suriah, Irak hingga Iran. Tapi Ketua MPR itu gagap dan tak berkomentar sama sekali soal uang Rp 300 triliun hasil cuci uang di tubuh Kementerian Keuangan yang jelas-jelas mengancam negara.

Sebagai ketua MPR RI, Bamsoet memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan presiden petahana menjadi presiden yang konstitusional, namun justru dia hanya diam dengan kasus ijazah palsu Jokowi. Seharusnya MPR mendorong DPR untuk mengusut karena inkonstitusionalitas sikap Presiden dan menegakkan sidang khusus pemakzulan Presiden yang digelar MPR RI setelah prosedur DPR maupun Mahkamah Konstitusi.

Presiden yang memegang ijazah palsu jelas tidak memenuhi persyaratan memimpin negara. Penggunaan ijazah palsu oleh presiden jelas merupakan aib. Presiden tidak memenuhi syarat dan melakukan perbuatan tercela yang harus segera dimakzulkan.

Sebaliknya, Bamsoet kagum serta melakukan pujian dan sanjungan pada kekuasaan Jokowi. Padahal, peran maupun fungsi Bamsoet sebagai ketua MPR bukan sebagai eksekutif penjilat dan buzzer.

Sebagai Ketua MPR, Bamsoet seharusnya mengekang dan mengkritisi eksekutif yang menyimpang dari konstitusi dalam menjalankan roda pemerintahan. Pernyataan Bamsot yang memuji Jokowi sebenarnya untuk meyakinkan publik bahwa Jokowi tidak akan benar-benar lengser pada 2024, dan pemilu belum tentu digelar.

Jika 'narasi tiga priode' atau 'penundaan pemilu' semuanya berakhir dengan jalan buntu, bukan tidak mungkin rezim ini akan menjual narasi Irak, Iran, dan Suriah, serta isu radikalisme dan terorisme dengan alasan untuk tetap menjaga stabilitas politik, Keamanan Nasional dan untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman kekerasan, lalu Presiden akan mengeluarkan keputusan yang memperpanjang masa kekuasaannya untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

Posting Komentar

0 Komentar