BALASAN BAGI ORANG YANG BERTAWAKKAL


Oleh: Honriani Nst
Muslimah Pengemban Dakwah

Tawakkal bukanlah sikap diam atau pasrah terhadap keadaan yang dihadapi. Namun tawakkal merupakan perpaduan antara sikap keyakinan kepada Allah ﷻ dengan perbuatan dalam menghadapi keadaan yang ada. Keyakinan bahwa Allah ﷻ akan memberikan hasil yang baik dari setiap usaha yang dilakukan. Perbuatan yang dilakukan pun akan disesuaikan dengan aturan Allah ﷻ, sikap tawakkal muncul dari kesadaran bahwa Allah ﷻ melihat dari setiapproses yang dilakukan sedangkan hasil dari setiap perbuatan merupakan kehendak Allah ﷻ, ibarat pepatah ‘manusia yang merancang namun Allah yang memancang’.

Bisa jadi hasil dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia tidak baik dalam pandangannya, namun sesungguhnya selama perbuatan itu dilakukan sesuai dengan aturan Allah ﷻ maka hasilnya pasti baik dalam pandangan Allah ﷻ. Contoh sederhana, awalnya para Sahabat Nabi ﷺ memandang tidak baik perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dengan kafir Quraisy, namun akhirnya para Sahabat memahami bahwa Perjanjian Hudaibiyyah itu untuk kemenangan umat Islam.

Begitu juga halnya dengan kondisi saat ini, bisa jadi sebagian orang memandang bahwa perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyyah yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir tidak baik karena orang-orang kafir dan antek-anteknya tak henti-hentinya mengkriminalkan ide Khilafah ini, namun selama perjuangan penegakan Khilafah Islamiyyah sesuai dengan manhaj dakwah Rasulullah ﷺ maka Khilafah pasti tegak kembali apalagi tegaknya khilafah merupakan janji Allah ﷻ. Bukankah Allah ﷻ tidak pernah menyalahi janji-Nya?

Sebagai pengemban dakwah yang serius memperjuangkan tegaknya khilafah Islamiyyah di muka bumi ini, maka hal yang mesti dilakukan adalah mendakwahkan Islam sesuai dengan metode dakwah Rasulullah ﷺ, memastikan bahwa langkah-langkah dakwah tidak ada penyimpangan sedikit pun dari metode dakwah Rasulullah ﷺ.

Seorang pengemban dakwah terus bergerak ke tengah-tengah umat membimbing umat agar hidup sesuai dengan aturan Allah ﷻ di samping itu pengemban dakwah pun akan selalu bersujud kepada-Nya di waktu-waktu shalat dan berdo’a dengan khusu’ kepada Allah ﷻ agar Allah ﷻ memberikan pertolongan kepada-Nya. Pengemban dakwah itu di siang hari laksana mujahid yang focus menghadapi musuhnya dan di malam hari laksana rahib yang menghabiskan malam-malamnya dengan bersujud kepada-Nya.

Hal itu karena pengemban dakwah menyadari bahwa tugasnya di dunia ini hanya mendakwahkan Islam sedangkan hasilnya dia serahkan kepada Alah ﷻ. Dia sadar bahwa setiap usaha yang dilakukannya pasti ada balasannya dari Allah. Pengemban dakwah menyatu dalam dirinya sikap tawakkal karena mereka selalu menjadikan Al-Qur’an sebaai tuntunan dalam setiap langkahnya.

Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang sikap tawakkal dan balasan bagi orang-orang yang bertawakkal, salah satunya surat Al-Maidah ayat 11 berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ هَمَّ قَوْمٌ أَنْ يَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (11)
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kalian akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepada kalian, di waktu suatu kaum bermaksud hendak memanjangkan tangannya kepada kalian (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kalian. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal. (TQS al-Maidah : 11)

Pada ayat ini dan ayat sebelumnya Allah ﷻ berfirman mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin akan semua nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka dalam syariat yang telah ditetapkan-Nya untuk mereka, yaitu berupa agama Islam yang agung ini; dan Dia mengutus kepada mereka rasul yang mulia, serta apa yang telah diambil-Nya dari mereka berupa perjanjian dan kesediaan untuk berbaiat kepada rasul, bersedia mengikutinya, menolong dan mendukungnya, menegakkan agamanya dan menerimanya, serta menyampaikannya (kepada orang lain) dari dia.

Dakwah pasti menghadapi rintangan atau tantangan yang berat. Orang-orang kafir dan kroni-kroninya akan selalu berusaha menghentikan dakwah. Begitu juga keadaan dakwah saat ini, mirisnya saat ini penghalang dakwah itu juga datang dari kalangan umat Islam, mereka mengkriminalkan konsep khilafah. Mereka menuduh bahwa perjuangan penegakan khilafah Islam akan menimbulkan kekacauan hanya dengan alasan sepak terjang ISIS (jamaah yang didesign USA). Mereka lupa bahwa pejuang khilafah akan memperjuangkan tegaknya khilafah Islam seperti Rasulullah ﷺ dan sahabat memperjuangkan tegaknya daulah Islam di Madinah, dengan dakwah pemikiran tanpa mengangkat senjata.

Pada masa Rasulullah ﷺ mendakwahkan Islam di Makkah, tidak sedikit tantangan yang dihadapi Rasulullah ﷺ dan Sahabat, kaum kafir Quraisy selalu berusaha menghentikan dakwah Rasululah ﷺ, bahkan berusaha untuk membunuh Rasulullah ﷺ. Tantangan dakwah itu tidak pernah menyurutkan semangat dakwah Rasulullah ﷺ, Rasulullah ﷺ dan para Sahabat terus mendakwahkan Islam karena Rasulullah ﷺ yakin bahwa Allah ﷻ akan memberikan pertolongan-Nya.

Tentang ayat ini ada hadis yang menarik untuk disimak dan dijadikan sebagai penambah semangat para pengemban dakwah agar pengemban dakwah tidak pernah gentar dengan ancaman para musuh-musuh dakwah (baca: musuh Islam).

قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرْنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، ذَكَرَهُ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ جَابِرٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَزَلَ مَنْزِلًا وتَفَرّق النَّاسُ فِي العضَاه يَسْتَظِلُّونَ تَحْتَهَا، وَعَلَّقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِلَاحَهُ بِشَجَرَةٍ، فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى سَيْفِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَهُ فسلَّه، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي؟ قَالَ: "اللَّهُ"! قَالَ الْأَعْرَابِيُّ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا: مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي؟ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "اللَّهُ"! قَالَ: فَشَام الْأَعْرَابِيُّ السَّيْفَ، فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصْحَابَهُ فَأَخْبَرَهُمْ خَبَرَ الْأَعْرَابِيِّ، وَهُوَ جَالِسٌ إِلَى جَنْبِهِ وَلَمْ يُعَاقِبْهُ -وَقَالَ مَعْمَرٌ: وَكَانَ قَتَادَةُ يَذْكُرُ نَحْوَ هَذَا، وَذَكَرَ أَنَّ قَوْمًا مِنَ الْعَرَبِ أَرَادُوا أَنْ يَفْتِكُوا بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلُوا هَذَا الْأَعْرَابِيَّ، وَتَأَوَّلَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ هَمَّ قَوْمٌ أَنْ يَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ} الْآيَةَ.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri yang menceritakannya dari Abu Salamah, dari Jabir, bahwa Nabi ﷺ turun istirahat di suatu tempat peristirahatan, dan orang-orang (para sahabat) memencar untuk bernaung di bawah pepohonan 'udah, lalu Nabi ﷺ menggantungkan senjata (pedang)nya di sebuah pohon. Lalu datanglah seorang Arab Badui ke tempat pedang Rasulullah ﷺ, kemudian ia mengambil pedang itu dan menghunusnya. Sesudah itu ia datang kepada Nabi ﷺ, mengancamnya seraya berkata, "Siapakah yang akan melindungi dirimu dariku?" Nabi ﷺ menjawab, "Allah ﷻ" Orang Arab Badui itu mengucapkan kata-kata berikut, "Siapakah yang melindungimu dariku?" (diucapkannya sebanyak dua atau tiga kali). Sedangkan Nabi ﷺ menjawabnya dengan kalimat, "Allah." Maka tangan orang Arab Badui itu lumpuh dan pedang terjatuh dari tangannya. Kemudian Nabi ﷺ memanggil para sahabatnya dan menceritakan kepada mereka tentang orang Arab Badui yang duduk di sebelahnya, tetapi Nabi ﷺ tidak menghukumnya. Ma'mar mengatakan bahwa Qatadah menceritakan hal yang semisal, dan ia menyebutkan bahwa ada suatu kaum dari kalangan orang-orang Arab Badui yang bermaksud membunuh Rasulullah ﷺ, lalu mereka mengutus orang Arab Badui itu (salah seorang dari mereka yang pemberani). Ia menakwilkan dengan pengertian tersebut akan firman-Nya: ingatlah kalian akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepada kalian, di waktu suatu kaum bermaksud hendak memanjangkan tangannya kepada kalian (untuk berbuat jahat). (Al-Maidah: 11), hingga akhir ayat.

Kisah orang Arab Badui yang bernama Gauras ibnul Haris ini disebutkan di dalam kitab sahih.

Sementara itu, Abu Malik mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ka'b ibnul Asyraf (pemimpin Yahudi) dan teman-temannya ketika mereka bermaksud melakukan pengkhianatan terhadap Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya; hal ini mereka rencanakan di rumah Ka'b ibnul Asyraf. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, Mujahid, dan Ikrimah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Nadir ketika mereka bermaksud menimpakan batu penggilingan gandum ke tubuh Rasulullah ﷺ manakala Rasulullah ﷺ datang kepada mereka meminta bantuan berkenaan dengan diat orang-orang Amiriyin. Mereka menyerahkan tugas ini kepada Amr ibnu Jahsy ibnu Ka'b untuk melakukannya, dan mereka memerintahkan kepadanya apabila Nabi ﷺ telah duduk di bawah tembok dan mereka berkumpul menemuinya, hendaknya Amr menjatuhkan batu penggilingan gandum itu dari atas tembok tersebut. Maka Allah memperlihatkan kepada Nabi ﷺ makar jahat mereka itu. Akhirnya Nabi ﷺ kembali lagi ke Madinah, diikuti oleh para sahabatnya. Berkenaan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat 11 ini.

Posting Komentar

0 Komentar