Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat Politik dan HAM
Sangat miris dan prihatin melihat negeri ini, yang menggaji aparat kepolisian dengan pajak rakyat, lalu ternyata aparat tersebut justru menjadi keparat, yang seharusnya menjaga masyarakat dari bahaya Narkoba, malah menjadi bandar.
Narkoba disini bukanlah singkatan dari 'Nasi Karo Bakwan' tapi Narkotika dan obat obatan terlarang. Barang haram yang mengacaukan akal dan pikiran pemakainya.
Kasus ini terungkap ketika Linda Pujiastuti alias Anita menyebutkan bahwa Dia pernah datang ke pabrik sabu yang berlokasi di Taiwan ditemani oleh mantan Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa. Linda menyebutkan hal tersebut saat diperiksa sebagai terdakwa pada kasus sidang narkoba di PN Jakarta Barat, Rabu 15 Maret 2023.
Linda menambahkan bahwa Teddy meminta suap sebesar Rp 100 miliar agar 1 ton sabu dari pabrik Taiwan itu dapat di loloskan ke Indonesia. Teddy juga telah menjadi terdakwa dalam kasus ini dan disidangkan dalam berkas terpisah.
Pengakuan Linda ini mengkonfirmasi, bahwa rakyat saat ini tidak hanya terancam oleh kejahatan dari para pelaku kriminal, namun justru terancam pula oleh para aparat penegak hukum.
Dari kasus tersebut kita coba pikirkan betapa besar dampak kerusakan yang dihasilkan dari 1 Ton Sabu tersebut terhadap bangsa ini. Hal itu sama saja menjerumuskan masa depan generasi bangsa Indonesia menuju kehancuran.
Teddy tidak pernah memikirkan dampak yang akan ditimbulkan dari aksinya tersebut, dalam otaknya hanya memikirkan duit sebesar Rp 100 miliar yang akan diterima lalu bagaimana caranya mengamankan sabu 1 ton untuk masuk ke Indonesia.
Teddy Minahasa sang Gembong Narkoba yang merupakan bagian dari kepolisian dengan pangkat Irjen ini, hanyalah fenomena gunung es. Diduga kuat dalam institusi kepolisian masih banyak Teddy-Teddy lainnya. Yang berperan aktif menghancurkan masa depan bangsa, juga institusi kepolisian.
Sayangnya, institusi kepolisian tidak serius berbenah. Bahkan, narapidana, penjahat pembunuh Josua, Richard Eliezer Pudihang pun kembali aktif menjadi polisi. Hanya kena sanksi demosi.
Padahal telah jelas disebutkan pada pasal 11 PP No 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Polri, ditegaskan bahwa :
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila:
- Melakukan tindak pidana;
- Melakukan pelanggaran;
- Meninggalkan tugas atau hal lain.
Pada kasus Richard Eliezer telah gamblang bahwa dia telah melakukan pidana dan terlibat dalam sekenario pembunuhan Josua. Eliezer juga sudah ditetapkan menjadi narapidana karena terlibat dan menjadi penjahat pembunuh Josua. Kok bisa jadi anggota Polri lagi? Apakah ini justru modus baru untuk mengumpulkan anggota penjahat dan narapidana untuk aktif menjadi polisi kembali?
0 Komentar