Oleh: Nasrudin Joha
Aktivis Dakwah dan Perubahan
Salah satu rekomendasi Konferensi Internasional Fikih Peradaban pada puncak peristiwa NU abad ke-1, Selasa (7 Februari 2023), Sidoarjo, Jawa Timur, menyerukan agar umat Islam menjadikan Piagam PBB sebagai dasar yang dapat digunakan untuk mengembangkan yurisprudensi baru, untuk menjaga masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis.
Mirisnya, alih-alih bercita-cita dan berusaha menyatukan umat Islam dalam satu negara dunia dalam naungan Khilafah, Nahdlatul Ulama memilih jalan lain dengan mengajak umat Islam mengadopsi visi baru untuk mengembangkan wacana fikih baru yang memuat: mencegah eksploitasi identitas, mencegah penyebaran kebencian antar kelompok, mendukung solidaritas dan saling menghormati perbedaan antar bangsa, budaya dan bangsa di dunia, serta mendukung tatanan dunia yang benar-benar adil dan harmonis.
Usulan yang diajukan Nahdlatul Ulama tersebut bermasalah dalam dua hal, yaitu:
Pertama, usulan NU tidak diambil dari sumber hukum Islam primer seperti Al-Qur'an dan Hadits atau dari sumber berupa Ijma' Sahabat dan Qiyas Syar'i. Nahdlatul Ulama berusaha mengatur dan memakmurkan dunia dengan metode Syirkah (bekerja sama dengan orang dan bangsa yang berbeda), kemudian meninggalkan ajaran Islam dan hukum Syariah, menerima dan mencampurkan al Haq (Islam) dan al Bathil (Kekufuran), jelas ini menyimpang dari aturan Syara' dan dari ajaran Nabi, maupun generasi Islam terbaik di era Khulafaur Rasyidin.
Dalam sudut pandang Islam usulan ini cacat karena melanggar hukum syariah. Al-Qur'an, Sunnah, Ijma' para sahabat sendiri telah menyerukan umat Islam untuk bersatu dan memiliki Imam/Khalifah dalam bingkai negara Khilafah yang menegakkan hukum Syariah dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh dunia.
Metode standar penyebaran pesan Islam adalah dakwah dan jihad. Sejak zaman Nabi hingga zaman kekhalifahan, hubungan internasional yang dilakukan oleh umat Islam adalah menyerukan kepada orang-orang dan negara-negara lain untuk memeluk agama Islam dan mengatur urusan manusia sesuai dengan hukum Islam.
Umat Islam menawarkan sistem Islam untuk hidup damai dengan negara Khilafah sebagai bagian dari Khilafah Islam atau tunduk pada perjanjian damai. Jika ada yang melanggar protokol, atau berbuat zalim terhadap umat Islam atau kemanusiaan secara umum, maka umat Islam akan menertibkan negeri yang zalim ini melalui kekuatan Khilafah melalui jihad fi sabilillah.
Dengan demikian, umat Islam menjadi pemimpin dan pengendali dunia, memerintah dan mensejahterakan menurut pandangan hukum Islam. Inilah hakikat yang diberikan Allah ï·» kepada Khilafah Islam untuk memakmurkan bumi.
Kedua, faktanya bahwa PBB tidak pernah menjadi solusi bagi umat Islam, apalagi dunia. Peperangan, huru-hara, bencana alam, kemiskinan, kehancuran peradaban dunia dan berbagai bencana dunia di berbagai wilayah semuanya terjadi di depan mata Perserikatan Bangsa-Bangsa. Lalu apa yang bisa dilakukan PBB? Alih-alih mencegah perang, PBB justru menjadi lembaga yang menyempurnakan tirani yang menimpa umat Islam.
Adakah resolusi PBB yang bisa menghentikan tirani kera Israel atas saudara-saudara kita Muslim Palestina? jawabannya negatif. Lusinan bahkan ratusan resolusi PBB dikeluarkan, tetapi tidak ada yang dianggap serius.
Israel terus membantai Muslim di Palestina dan hanya akan berhenti ketika dua hal terjadi. Pertama, Israel sudah puas dengan pembantaian umat Islam di Palestina. Atau kedua, perlawanan kuat dari para jihadis Muslim Palestina memaksa Israel menghentikan kebrutalannya.
Lihat lagi, apa peran PBB menghentikan kekejaman kaum kafir di Suriah, yang membantai dan menindas umat Islam? Libanon? Kashmir? Afganistan? Pakistan? Uighur dan Burma? Tidak ada! PBB tidak memiliki peran untuk menghentikan kejahatan perang dan pembantaian terhadap umat Islam.
Cara termudah untuk melihat betapa tidak bergunanya PBB adalah ketika AS menginvasi Irak dengan dalih senjata pemusnah massal. Pada saat itu, Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB (semacam majelis rendah dan tinggi atau Senat PBB) tidak menyetujui rencana AS untuk menginvasi Irak. Tapi apa yang dilakukan Amerika?
Amerika Serikat terus menginvasi Irak. Apa peran PBB? Hanya penonton, hanya sibuk mengkritik. Tindakan yang tidak berguna.
PBB telah menjadi alat kolonialisme, perpanjangan dari Amerika Serikat dan Barat. PBB hanya digunakan sebagai alat yang sah untuk melanggengkan imperialisme kapitalis global.
Coba kita pakai akal kita, kenapa anggota DK PBB hanya Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, dan China? Semua negara ini tidak mewakili kepentingan umat Islam. Negara-negara ini semuanya adalah negara-negara kolonial yang mencoba menjajah wilayah negara-negara mayoritas Muslim dan mendapatkan dukungan hukum dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
PBB sendiri awalnya adalah LBB, organisasi yang didirikan oleh negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi kekuatan Khilafah Islam. Jadi, bagaimana mungkin justru NU mengajak umat Islam untuk menyerahkan leher mereka ke PBB kaki tangan Amerika Serikat dan Barat untuk melegitimasi pembantaian kaum Muslim?
Sudahlah, tidak perlu mencari metode baru, fiqh baru, yang hasilnya belum terbukti dan jauh dari menyadarkan umat Islam. Ajaran baru ini bisa digolongkan sebagai Fiqh Bid'ah yang hanya akan menjadi alat hegemoni Amerika Serikat dan Barat menguasai dunia Islam.
Karena itu tidak perlu kita mencari jalan baru, ikuti saja perjuangan yang selaras dengan jalan Islam dengan meneladani Rasulullah ï·º dan Kulafaur Rasyidin. Mari Qona'ah berdakwah dengan istiqomah untuk mengembalikan kejayaan Islam dan umat Islam serta terus berdakwah akan pentingnya Khilafah dalam mengayomi Ummat.
0 Komentar