Oleh: Shalsha Baharrizqi
Muslimah Peduli Umat
Kemiskinan ekstrem bukan lagi problematika baru di negara kita ini, sebuah fenomena yang sangat mudah dijumpai di mana-mana. Di balik kemegahan gedung-gedung pencakar langit, tidak sulit untuk kita saksikan bagaimana kondisi rakyat yang masih banyak menempati rumah-rumah kumuh yang tidak layak huni berderet di bantaran sungai dan banyaknya para pengemis yang berkeliaran di perempatan jalan. Tidak hanya sekedar kemiskinan yang kini dirasakan, namun kesenjangan pun semakin menjelaskan antara yang miskin dan kaya.
Ribuan rumah yang tidak layak huni di Bogor, telah menggambarkan betapa kemiskinan semakin menyelimuti daerah-daerah di negara Indonesia yang kaya akan sumber daya alamnya. Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor yang terus mengejar target perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Bogor, berencana akan melakukan perbaikan terhadap 1.200 RTLH yang akan diperbaiki pada tahun 2023 ini.
Selain di kota Bogor, warga kabupaten Bekasi pun mengalami kondisi yang serupa. Dinas Sosial (Dinsos) menyebutkan, sebanyak 3.961 jiwa warga Kabupaten Bekasi, masuk pada kategori penduduk miskin ekstrem berdasarkan hasil pencocokan data lapangan yang dilakukan Dinsos setempat. Pencocokan data dilakukan petugas dari tenaga kesejahteraan sosial kecamatan dan pekerja sosial masyarakat dengan mengacu data terpadu kesejahteraan sosial tahun 2022, yang indikator penduduk miskin ekstrem ditentukan berdasarkan pengeluaran harian yakni warga dengan pengeluaran di bawah 1,9 dolar Amerika PPP (Purchasing Power Parity) atau setara Rp 11.941,1 per kapita per hari.
Disamping itu, pemerintah yang menargetkan nol persen kemiskinan ekstrem untuk tahun 2024, sangat sulit.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengungkapkan: "Sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024. Mengingat, angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen, dan tren data sepertinya agak sulit untuk mencapai angka 7 persen, dan kemiskinan ekstrem di 2,76 persen di 2022 menjadi 0 persen di 2024 apabila dari tren datanya sulit rasanya." kata Margo dalam konferensi pers di Menara Danareksa, Senin (30/1).
Bahkan untuk mencapai target, Luhut mengatakan: "Telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 yang menugaskan 28 kementerian/lembaga dan seluruh pemerintah daerah mengambil langkah percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem."
Target pemerintah untuk mencapai nol persen kemiskinan ekstrem tentu tidak realistis, karena negara maju sekalipun sulit untuk bisa mengentaskan kemiskinan sampai nol persen walaupun tingkat kemiskinannya kecil disana. Apalagi di negeri seperti Indonesia ini, disadari atau tidak semua yang terjadi saat ini tiada lain merupakan buah pahit dari kapitalisme.
Dalam pandangan ekonomi kapitalis, problem ekonomi disebabkan oleh adanya kelangkaan barang dan jasa, sementara populasi dan kebutuhan manusia terus bertambah. Akibatnya, sebagian orang terpaksa tidak mendapat bagian, sehingga terjadilah kemiskinan. Pandangan ini jelas keliru, bathil, dan bertentangan dengan fakta.
Memang mustahil untuk mewujudkan target penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen apabila kebijakan pemerintah masih menggunakan paradigma kapitalisme. Sistem kapitalisme yang saat ini banyak diterapkan oleh negara-negara di dunia, tentu kemakmuran dan kesejahteraan nya hanya diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi saja.
Karena selama titik fokusnya terarah pada peningkatan produksi, lantas akan selalu mengabaikan distribusi kekayaan yang selama ini terjadi dalam sistem kapitalisme, dan kemiskinan akan terus menerus terjadi.
Sumber daya alam yang melimpah di negara Indonesia ini, seharusnya dapat dirasakan oleh umum bukan terus dikuasai dan dimonopoli oleh para pemilik modal. Peran negara akan semakin kehilangan fungsi utamanya sebagai pemelihara urusan rakyat, sedangkan para kapital yang kuat dia akan berkuasa dan berhak bertahan hidup.
Masihkah kita akan berdiam diri menyaksikan semua ini? Mengapa umat tidak segera berpaling kepada Islam?
Karena sungguh Islam adalah sebuah ideologi yang sahih memiliki solusi lengkap untuk mengatasi banyaknya permasalahan manusia, termasuk masalah kemiskinan. Persoalan kemiskinan ekstrem akan bisa diselesaikan apabila Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan ini.
Kemiskinan termasuk dalam penyebab kehancuran. Bahkan dalam Islam, kemiskinan adalah sebuah ancaman dari setan, sebagaimana firman Allah ﷻ:
اَلشَّيْطٰنُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاۤءِ ۚ وَاللّٰهُ يَعِدُكُمْ مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ۖ
"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah 2 : 268)
Maka dari itu, Islam sebagai risalah, Islam memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum yang berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan, baik kemiskinan alamiyah, kultural, maupun sruktural yang menggunakan pendekatan yang bersifat terpadu.
Sebagai kebutuhan primer, sandang, pangan dan papan harus terpenuhi secara keseluruhan, karena apabila salah satunya tidak terpenuhi, maka seseorang telah dikategorikan sebagai orang miskin yang mana tolak ukur kemiskinan ini berlaku bagi seluruh manusia kapan pun dan di mana pun mereka berada.
Karena sesungguhnya Allah ﷻ telah menciptakan manusia di muka bumi ini sekaligus dengan menyedikan sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan tidak hanya untuk manusia saja, seluruh makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakan, pasti Allah ﷻ sudah menyediakan rizki baginya. Karena tidak mungkin Allah ﷻ menciptakan berbagai makhluk untuk dibiarkan begitu saja tanpa menyediakan rizki bagi mereka.
Solusi yang ditawarkan Islam dalam menghapus kemiskinan bukan hanya sebatas tataran konsep semata, perjalanan panjang sejarah kaum Muslim telah membuktikan solusi dari Islam dapat terealisasikan, yaitu ketika umat hidup di bawah naungan Negara Khilafah yang menerapkan Islam secara menyeluruh.
Wallahu a'lam bish-shawabi
0 Komentar