IRONIS, KEMISKINAN DAERAH DI TENGAH KEKAYAAN ALAM INDONSIA YANG BERLIMPAH


Oleh: Ummu Khadeejah
Muslimah Peduli Umat

Dalam beberapa bulan belakangan ini, pukulan ekonomi bertubi-tubi di rasakan oleh rakyat dengan adanya kenaikan di berbagai komoditi kebutuhan hidup. Dari mulai BBM yang naik berkali-kali, telur, beras bahkan sampai minyak goreng pun tak luput dari kenaikan.

Anehnya, pemerintah berulang menyatakan sikap optimis. Katanya, ekonomi Indonesia makin membaik. Pemerintah mengklaim angka kemiskinan justru menurun. Hal ini berbanding terbalik dengan berbagai realita di masyatakat. Yang mana baru-baru ini Dinas Sosial (Dinsos) menyebutkan, sebanyak 3.961 jiwa warga Kabupaten Bekasi, masuk kategori penduduk miskin ekstrem berdasarkan hasil pencocokan data lapangan yang dilakukan Dinsos setempat. Pencocokan data dilakukan petugas dari tenaga kesejahteraan sosial kecamatan dan pekerja sosial masyarakat dengan mengacu data terpadu kesejahteraan sosial tahun 2022. (Relublika)

Indonesia negara yang kaya SDA, namun kemiskinan terjadi di berbagai daerah, bahkan terjadi kemiskinan ekstrim. Hal ini terjadi akibat salah kelola SDA, dan juga pengelolaan SDA yang diserahkan kepada swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Setelah era orde baru, Pemerintah menerapkan otonomi daerah (OTDA). Kewenangan pemerintah daerah di perkuat, baik di provinsi maupun kabupeten/kota. Salah satu kewenangan yang di serahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah adalah penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Itu terjadi pada tahun 2009. Efeknya, jumlah IUP meningkat lebih dari 10 kali lipat alias 1.000% dari hanya 900 menjadi sekitar 10.000 izin. ( finance.detik.com, 27/8/2017)

Jika demikian wajarlah jika kemudian sebagaimana banyak diungkap hampir 90% kekayaan alam negeri ini di kelola oleh pihak asing atas nama penanaman modal asing (PMA). Sialnya itu berlangsung sejak tahun 1967 saat rezim orde baru mulai meliberalisasi perekonomian Nasional dengan mengeluarkan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing hingga saat ini, di era pemerintahan Joko Widodo.

Hal itu berbeda dengan sistem Islam yang mewajibkan pengelolaan SDA oleh negara, karena SDA adalah milik umum. Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual belaka. Islam juga merupakan sistem kehiduoan yang mampu memecahkan seluruh problematika kehidupan, termasuk dalam pengelolaan SDA. Allah ﷻberfirman:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ...
"... Dan Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) al-quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS. An-Nahl [16]: 89)

Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib di kelola oleh negara. Hasilnya di serahkan untuk kesejahteraan rakyat secata umum. Sebaliknya haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada undividu, swasta apalagi asing.

Diantara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umun antara lain merujuk kepada sabda Rasulullah ﷺ:

المسلمون شركاء في ثلاث في الماء والكلأ و النار
"Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara yaitu, air, padang rumput (hutan), air, dan api (energi)."(HR Abu Dawud dan Ahmad)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

"Tiga hal yang tidak boleh di monopoli: air, rumput dan api" (HR. Ibnu Majah).

Alhasil menurut aturan Islam, tambang yang jumlahnya banyak seperti garam, batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dan sebagainya. Semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum.

Karena itulah Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughnu, sebagaimana di kutip Al-'assal dan karim (1999: 72-73), mengatakan:

"Barang-barang tambang yang oleh manusia di dambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh di pertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum muslim, sebab hal itu akan merugikan mereka."

Saat ini kemiskinan yang menimpa umat lebih merupakan kemiskinan struktural, yang mana kemiskinan ini adalah di ciptakan sendiri oleh sistem yang di berlakukan oleh negara/penguasa. Itulah sistem kapitalisme-liberalisme- sekularisme. Sistem inilah yang membuat kekayaan milik rakyat di kuasai dan di nikmati oleh segelintir orang. Menurut laporan global tahunan Globak Wealth Report 2016, Indonesia menempati negara ke empat dengan kesenjangan sosial tertinggi di dunia. Diperkirakan satu persen orang kaya di tanah air menguasai 49% total kekayaan nasional.

Disisi lain rakyat seolah dibiarkan hidup mandiri. Penguasa/negara lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Di bidang kesehatan misalnya, rakyat di wajibkan membayar iurang BPJS setiap bulan. Artinya, rakyat sendiri yang menjamin biaya kesehatan mereka, bukan negara.

Karena itu sudah saatnya kita mencampakkan sistem selain Islam yang terbukti mendatangkan musibah demi musibah kepada kita. Sudah saatnya kta kembali kepada Syariat Islam yang berasal dari Allah ﷻ hanya Syariat-Nya yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia. Syariat yang akan menjadi rahmat bagi Mereka. Pasalnya, bayak ketentuan dari Syariat Islam yang berurusan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan SDA.

Tanpa peran negara yang menerapkan Syariat Islam, rakyat secara umumlah yang akan dirugikan, sebagaimana yang terjadi saat ini. Karena hanya sistem Syariat Islam, yang benar-benar akan mampu mewujudkan kemerdekaan yang hakiki bagi seluruh umat manusia. Sekaligus mewujudkan Tujuan kemerdekaan yang menjamin kehidupan yang adil bagi rakyatnya, makmur, sejahtera, aman dan tentram. Tentu juga dalam naungan dan ridho Allah ﷻ.

Wallahu a'lam bish-Showwab

Posting Komentar

0 Komentar