GENERASI YANG TAAT LAHIR DARI IBU YANG CERDAS


Oleh: Siti Aminah

Setiap hari melihat dan membaca berita yang sangat memilukan tentang kerusakan generasi saat ini. Bukan saja remaja, anak-anak pun sudah mengalami kerusakan moral.

Bocah Taman Kanak-kanak (TK) di Mojokerto diduga telah menjadi korban perkosaan tiga anak Sekolah Dasar (SD). Korban mendapat perlakuan tak senonoh secara bergiliran. Pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan. Pelaku mengajak korban yang tengah bermain sendiri. Korban kemudian diajak ke sebuah rumah kosong tak berpenghuni. Korban dipaksa tidur dan celananya dipelorot. Korban disetubuhi bergantian oleh ketiga pelaku.

Korban kemudian pulang ke rumahnya dengan kondisi baju kotor. Keesokan harinya, korban mengeluhkan rasa sakit saat buang air kecil. Namun, korban tidak menceritakan apa yang dialaminya oleh perbuatan terduga pelaku. Pihak keluarga baru mengetahui itu setelah salah satu teman korban menceritakan apa yang dialami korban kepada pengasuhnya. Nah, dari pengasuh itulah orang tua korban mengetahui apa yang dialami korban (liputan6.com, 20/01/2023).

Kenapa hal ini bisa terjadi, anak yang seharusnya bermain dan belajar tapi sudah menjadi pelaku kriminal? Dalam sistem demokrasi kapitalis seorang ibu yang seharusnya menjadi madrasah utama untuk buah hatinya harus rela menjadi bagian dari tulang punggung keluarga sehingga anak terlantar dan diasuh oleh gawai yang tidak ada saringannya. Gawai yang menampilkan segala macam bentuk pornoaksi dan pornografi yang merusak mental serta moral anak-anak. Sudah ibunya bekerja tidak ada pengawasan pada anak-anak, ditambah konten yang merusak ada di tangan anak dan di akses dengan mudah.

Dalam Islam anak-anak adalah aset negara, ibu punya peran penting dalam pembentukan moral dan akhlak anak karena itu dalam Islam kewajiban mencari nafkah diserahkan pada seorang ayah, negara pun memudahkan seorang suami untuk mendapatkan pekerjaan dan usaha.

Kata orang bijak tempo dulu, jika ada lelaki yang menjadi ulama cendekia, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, lihatlah siapa ibu mereka. Karena Ibu memiliki peran besar dalam membentuk watak, karakter, dan pengetahuan seseorang. Ibu adalah ustadzah pertama, sebelum si kecil berguru kepada ustadz besar sekalipun.

Maka kecerdasan, keuletan, dan perangai sang ibu adalah faktor dominan bagi masa depan anak. Termasuk juga air susu ibu. Karenanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang para orang tua menyusukan bayi mereka pada wanita yang lemah akal. Karena air susu dapat mewariskan sifat-sifat ibu pada si bayi.

Dalam kitab Ar Raudhul Unuf disebutkan bahwa persusuan itu seperti hubungan darah (nasab), ia dapat mempengaruhi watak seseorang. Kemudian penulisnya menyitir sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha secara marfu’: “Janganlah kalian menyusukan bayi kalian kepada wanita bodoh, karena air susu akan mewariskan sifat sang ibu”.

Salah seorang sahabat Nabi yang bernama Aktsam bin Shaifi radhiallahu’anhu pernah berwasiat kepada kaumnya. Diantaranya ia mengatakan,

أوصيكم بتقوى الله، وصلة الرحم ؛ فإنه لا يبلى عليهما أصل، ولا يهتصر عليهما فرع، وإياكم ونكاح الحمقاء ؛فإن صحبتها قذر
Aku wasiatkan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah dan menyambung tali silaturahmi. Dengan keduanya akar (keimanan) akan selalu tegak, dan cabangnya tak akan bengkok. Hati-hatilah kalian jangan sampai menikahi wanita yang dungu, karena hidup bersamanya adalah kenistaan” .

Memang demikianlah faktanya, wanita dungu hanya akan merepotkan suaminya, sulit dididik dan sukar diatur. Anaknya pun akan terlantar dan salah asuhan.

Pernah suatu ketika ada seorang bapak yang mengeluh kepada Amirul Mukminin Umar bin Khathab radhiallahu’anhu mengenai anaknya yang durhaka. Orang itu mengatakan bahwa putranya selalu berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka Umar pun memanggil anak itu dan memarahinya.

Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu bahwa durhaka kepada orang tua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah?”, bentak Umar.

Tunggu dulu, wahai Amirul Mukminin. Jangan tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau memang seorang ayah memiliki hak terhadap anaknya, bukankah si anak juga punya hak terhadap ayahnya”, tanya si anak.

Benar”, jawab Umar. “Lantas apa hak anak terhadap ayahnya tadi”, lanjut si anak.

Ada tiga”, jawab Umar. “Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu yang baik bagi putranya. Kedua, hendaklah ia menamainya dengan nama yang baik. Dan ketiga, hendaknya ia mengajarinya menghafal Al Qur’an”.

Maka si anak mengatakan, “ketahuilah wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak pernah melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku, ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga 2 dirham. Lalu malamnya ia gauli sehingga hamil mengandungku. Setelah aku lahir pun ayah menamaiku Ju’al, dan ia tidak pernah mengajariku menghafal Al Qur’an walau seayat!”.

Pergi sana! Kaulah yang mendurhakainya sewaktu kecil, pantas kalau ia durhaka kepadamu sekarang”, bentak Umar kepada ayahnya.

Begitulah, ibu memiliki peran begitu besar dalam menentukan masa depan si kecil. Ibu, dengan kasih sayangnya yang tulus, merupakan tambatan hati bagi si kecil dalam menapaki masa depannya. Di sisinya lah si kecil mendapatkan kehangatan. Senyuman dan belaian tangan ibu akan mengobarkan semangatnya. Jari-jemari lembut yang senantiasa menengadah ke langit, teriring doa yang tulus dan deraian air mata bagi si buah hati, ada kunci kesuksesannya di hari esok.

Dalam Siyar-nya, Adz Dzahabi mengisahkan dari Muhammad bin Ahmad bin Fadhal Al Balkhi, ia mendengar ayahnya mengatakan bahwa kedua mata Imam Al Bukhari sempat buta semasa kanak-kanak. Namun pada suatu malam, ibunya bermimpi bahwa ia berjumpa dengan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim berkata kepadanya, “Hai Ibu, sesungguhnya Allah telah berkenan mengembalikan penglihatan anakmu karena cucuran air mata dan banyaknya doa yang kau panjatkan kepada-Nya”. Maka setelah kami periksa keesokan harinya ternyata penglihatan Al Bukhari benar-benar telah kembali.

Jika ingin mendapatkan generasi yang berkualitas harus menerapkan sistem buatan Allah ﷻ, yang bisa mengatur kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya, bukan sistem buatan manusia yang akan merusak fitrah manusia.

Posting Komentar

0 Komentar