Oleh: Honriani Nst
Hidup di alam demokrasi, bukanlah hal yang baik bagi seorang muslim, karena dalam alam demokrasi setiap orang bebas melakukan apa pun yang dikehendakinya. Hal ini terjadi karena demokrasi merupakan ide turunan dari sekulerisme, sebuah ide yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Maknanya, aturan agama terlarang untuk mengatur kehidupan manusia. Aturan agama hanya boleh digunakan saat berada di rumah ibadah atau saat melakukan hubungan dengan Allah ﷻ.
Ketika orang memahami bahwa saat beribadah kepada Allah ﷻ harus mengikuti semua aturan ibadah dengan benar, maka tak kan ada seorang muslim yang berani membuka aurat saat melaksanakan shalat. Hal itu karena setiap muslim memahami bahwa salah satu aturan dalam shalat adalah menutup aurat. Bahkan jika ada seseorang melihat telapak kaki muslimah yang sedang shalat, maka orang tersebut spontan akan menutup telapak kaki yang tersingkap tersebut. Hal itu karena orang tersebut tak ingin shalat orang yang di hadapannya tertolak. Ini juga terjadi, karena semua muslim memahami bahwa salah satu syarat sah shalat adalah berpakaian yang menutup aurat. Semua muslim bisa memahami ini karena semua ustad memiliki pemahaman yang sama tentang shalat dan selalu menjelaskan hal ini ke tengah-tengah umat.
Akan berbeda halnya dalam muamalah, belum semua ustad menjelaskan ke tengah-tengah umat tentang pentingnya muamalah berjalan sesuai dengan aturan Islam. Ambil contoh masalah hubungan pemerintah dengan rakyat. Rata-rata ustad masih memandang bahwa pemerintah hanya berkewajiban menjalankan undang-undang yang dikeluarkan oleh parlemen tanpa memeriksa apakah undang-undang itu sesuai atau tidak sesuai dengan aturan Islam, padahal anggota parlemen disumpah dengan Al-Qur’an. Bukankah semestinya saat mereka menyusun undang-undang harus sesuai dengan aturan Islam?
Bahkan jika semua undang-undang diperhatikan, maka bisa disimpulkan bahwa undang-undang yang ada rata-rata lebih berpihak kepada penguasa dan pengusaha. Karena itulah maka negara demokrasi dikenal juga dengan istilah negara kapitalis. Suatu negara yang ketika mengeluarkan undang-undang lebih berpihak kepada para pengusaha, karena undang-undang disusun untuk kepentingan pengusaha (para pemilik modal/kapital).
Selama undang-undang yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan kapital, maka tak diperhatikan lagi apakah undang-undang itu sesuai dengan aturan Islam atau justru bertentangan. Lagi-lagi alasan mereka karena penduduk negeri ini heterogen. Sadar atau tidak sadar mereka sudah menganggap bahwa aturan Islam tak sesuai dengan kebutuhan umat manusia. Padahal, siapa pun yang menjadi korban pembunuhan pasti menginginkan agar pelakunya dibunuh. Nyawa dibalas dengan nyawa.
Ketika ada sekelompok muslim yang memahami bahwa aturan Islam untuk mengatur semua aspek kehidupan, maka kelompok ini pun serius melakukan muhasabah bil hukkam. Mengajak penguasa yang ada untuk mengatur rakyat sesuai dengan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Kelompok ini lantang menyuarakan keunggulan aturan Islam dibandingkan dengan aturan yang lain. Mereka juga lantang membongkar berbagai kezaliman yang dilakukan oleh pemerintah disebabkan pemerintah mengatur rakyat dengan aturan demokrasi. Kelompok ini tak gentar mendakwahkan Islam kaffah ke tengah-tengah umat. Hal ini mereka lakukan karena mereka sadar sebagai muslim mereka memiliki kewajiban untuk taat kepada aturan Islam secara kaffah, kewajiban untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh karena itu dalam melakukan perubahan yang hakiki, mereka pun mengikuti metode perubahan yang dilakukan oleh baginda Rasulullah ﷺ.
Namun apa yang didapatkan oleh kelompok ini? Penguasa yang sudah terjangkiti penyakit wahn dengan dukungan kaum intelektual yang melacurkan ilmunya membungkam kelompok ini dengan menyematkan cap radikal, teroris, ekstrimis dan cap-cap negatif lainnya. Puncaknya penguasa memenjarakan, menyiksa para aktivisnya, serta mencap kelompok ini sebagai pemecah belah persatuan umat. Puncaknya, penguasa mencabut izin keberadaan kelompok ini. Tidak cukup sampai di sini, mata pencaharian mereka pun diputus dengan memecat mereka dari pekerjaannya.
Semua makar yang dilakukan oleh penguasa untuk membungkan kelompok yang serius memperjuangkan Islam ini ternyata tidak mampu menghentikan para pendakwah Islam. Mereka terus berdakwah, karena mereka memahami bahwa tabiat dakwah itu memang akan berhadapan dengan kezaliman. Mereka juga memahami bahwa Allah ﷻ akan membalas setiap amal dakwah yang mereka lakukan. Selain itu juga mereka memahami bahwa setiap orang yang beriman pasti akan diuji oleh Allah ﷻ, sebagaimana keadaan para nabi dan orang-orang saleh terdahulu. Mereka sangat memahami bahwa iman itu mesti dibuktikan dengan ketaatan pada semua aturan Allah. Mereka sangat memahami apa yang diwahyukan Allah dalam Al-Qur’an, seperti yang ada dalam surat Al-Ankabut ayat 3 berikut:
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)
Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan makna ayat ini yaitu orang-orang yang benar dalam pengakuan imannya, juga orang-orang yang dusta dalam pengakuan imannya, Allah ﷻ mengetahui apa yang telah terjadi di masa lalu, mengetahui apa yang akan terjadi, mengetahui pula apa yang tidak akan terjadi dan apakah akibatnya seandainya hal itu terjadi. Hai ini merupakan sesuatu yang telah disepakati di kalangan semua imam ahlussunnah wal jamaah.
Akhirul kalam, setiap manusia akan dimintai Allah pertanggungjawabannya. Pastikan posisi anda berada pada posisi yang beramal sesuai dengan aturan Islam, bukan berada pada posisi yang mengingkari aturan Allah. Pastikan posisi anda sebagai pejuang Islam, bukan pejuang demokrasi yang fasad (busuk, korup dan bobrok). Wallahu ‘alam
0 Komentar