PERBEDAAN RELAWAN VS PEJUANG DALAM PERUBAHAN


Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat Politik

"Seorang 'relawan' yang muncul ketika menjelang Pemilu adalah sebuah penyesatan & penghinaan pada martabat rakyat. Harus dihentikan! Pejuang perubahan berbeda dengan relawan politik." Ucap Faizal Assegaf. Sabtu, 28 Januari 2023 pada acara diskusi yang membongkar pola hubungan elite Parpol & Relawan dalam alur politik dusta dengan media yang digunakan adalah twitter.

Dalam diskusi tersebut hadir juga Prof Antony Budayawan, DR Erwin Permana, Agung Wisnu Wardana (Aktivis 98), DR M. Yamin Nasution SH, Adnan Balfas (Aktivis Prodem), Eko Widodo (Aktivis Perubahan) dan Ahmad Khozinudin (Advokat).

Ahmad Khozinudin pada diskusi tersebut memberikan tanggapannya dan merangkumnya menjadi beberapa poin, yaitu:

Pertama, pada dasarnya tidak ada yang disebut 'Relawan', yaitu orang yang beramal tanpa pamrih atau tanpa menginginkan syarat apapun. Padahal sejatinya, setiap orang melabeli dirinya sebagai relawan dalam kancah pilpres 2024 pada dasarnya adalah orang yang egois.

Namun, kepentingan itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kepentingan materi ataupun kepentingan non-materi.

Misalnya, beberapa orang bekerja berhari-hari sebagai kuli untuk membantu membangun masjid, tetapi tidak dibayar. Orang ini bukannya tanpa pamrih, tetapi mentransformasikan imbalan materi berupa gaji menjadi imbalan yang bersifat spiritual, yaitu ingin memperoleh imbalan berupa pahala dari Allah ï·».

Orang bekerja memiliki kepentingan untuk mendapatkan gaji, orang berbisnis kepentingannya untuk laba, orang membantu untuk relasi, orang beribadah untuk mendapatkan pahala, dan seterusnya.

Jadi, jika ada gerakan politik yang mengaku sebagai relawan, itu adalah pembohong, bahkan klain itu sendiri merupakan dusta. Karena pada hakikatnya tidak ada orang yang benar-benar rela karena setiap orang pasti memiliki keingainan, sesuai dengan niat dan sudut pandangnya masing-masing.

Kedua, dalam konteks relawan pilpres, agar tidak terjadi kebohongan dan pengkhianatan, serta tidak ada penyesalan di kemudian hari, kata relawan sebaiknya dihapus. Sejujurnya, mereka harus memberi tahu publik bahwa mereka semua memiliki pamrih dalam hal mendukung calon presiden yang bersaing.

Ada yang memiliki syarat tambahan, yakni menjadi pengurus atau direksi BUMN hingga bisa menjadi menteri di kemudian hari. Relawan seperti ini hanya akan menipu calon presiden dan rakyat. Karena faktanya bahwa mereka didukung karena memiliki keinginan ditambahkan ke posisi ini.

Ada pula yang beriktikad baik untuk negara, oleh karena itu mereka mendukung calon presiden, ikrar dukungan harus dibuat dalam suatu kesepakatan politik tertulis yang diumumkan kepada publik. Tujuannya, jangan sampai ada dusta di antara kita.

Bagi masyarakat yang menginginkan perubahan ataupun pejuang perubahan, tentu saja keinginannya adalah agar Presiden terpilih dapat mewujudkan perubahan bangsa ini kearah yang lebih baik. Bukan justru menjadi agen pertahanan status quo yang zalim.

Ketiga, perubahan yang diinginkan Ahmad Khozinudin tentu saja perubahan dari sistem sekular ke sistem Islam. Jika hanya pergantian rezim, itu hanya akan mengobarkan supir tanpa mengganti bus rusaknya.

Tidak akan ada perubahan kearah lebih baik kecuali hanya perubahan pemimpinnya saja. Kita hanya akan kecewa pada mereka yang kita perjuangkan sebelumnya.

Keempat, jika ada calon presiden yang beragama Islam dan memperbolehkan umat Islam untuk bebas mendakwahkan syariat Islam dan Khilafah, insyaAllah Ahmad Khozinudin akan mempertimbangkan untuk memberikan dukungan. Namun, apakah selama ini ada calon presiden yang memiliki komitmen terhadap syariat dan khilafah?

Nah, itulah pembahasan soal terkait Pilpres 2024 yang ditanggapi Ahmad Khozinudin. Tidak ada calon presiden yang berkomitmen untuk mendukung hukum Syariah dan Khilafah. Untuk alasan ini, Ahmad Khozinudin tidak tertarik menjadi sukarelawan untuk calon presiden mana pun.

Posting Komentar

0 Komentar