Oleh: Arik Rahmawati
Bayi hari ini menangis minta ASI diminta bersabar harus minum susu sambung. Bukan karena tak memiliki ibu. Bukan karena ibunya sakit. Bukan karena ibunya miskin. Bukan karena ibunya sedang berdakwah. Tapi ibunya sibuk bekerja. Ibunya sibuk mencari uang. Padahal suaminya bekerja memberi nafkah. ASI ibunya lancar. Rumah sudah punya. Kendaraan ada. Tubuh ibunya sehat tidak cacat. Tabungan ada. Nafkah dari suami lancar. Tetapi anak yang masih sangat butuh ASInya rela dan ikhlas ditinggalkan demi sebuah karir.
Duh kasihan dirimu wahai nak bayi. Kamu bukannya tak punya ibu. Tapi kamu harus bersabar minum susu sambung. Kamu harus kuat menunggu ibumu datang mungkin lima atau sepuluh jam lagi. Kamu harus kuat menghadapi kehidupan ini. Kamu tak boleh rewel. Kamu harus menahan rasa kangenmu pada ibumu. Kamu harus kuat. Kamu harus rela minum ASI peninggalan ibumu yang masih bekerja.
Padahal Allah jelaskan dalam firman-Nya agar seorang ibu menyusui bayinya hingga dua tahun. Bukan karena ASI bermanfaat menurut pandangan manusia. Akan tetapi memang hukum memberikan ASI itu sudah menjadi kewajiban seorang ibu.
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah Ayat 233)
Cara pandang kapitalisme menjadi ironi yang membuat kesabaran terus diuji, bahkan bayi tidak luput dari kerasnya hidup dan selalu dituntut untuk bersabar. Itulah buah hasil sistem buatan manusia yang mewujudkan cara pandang menyimpang dari kodrat penciptaan manusia itu sendiri.
Jelas, mengembalikan pandangan hidup kepada Islam adalah kewajiban kaum Mukmin. Artinya, Al-Quran dan As-Sunnah wajib dijadikan rujukan kehidupan. Konsekuensinya, semua urusan kehidupan wajib diatur dengan syariah Islam, apalagi pandangan hidup wajib menggunakan bingkai Islam. Ini adalah bukti keimanan setiap Muslim.
Lagi pula, tidak ada yang lebih baik dari aturan kehidupan Islam. Hal itu karena, syariah Islam berasal dari Allah ﷻ, Pencipta manusia. Pencipta pasti lebih hebat daripada yang dicipta. Pencipta pasti lebih tahu daripada yang dicipta. Apalagi sebagai Pencipta, Allah ﷻ tidak punya kepentingan apapun dengan syariah-Nya selain demi kemaslahatan manusia. Ini adalah bentuk kasih-sayang-Nya kepada manusia. Sebaliknya, hukum buatan manusia sering dipengaruhi oleh dorongan hawa nafsunya dan sarat dengan ragam kepentingan dirinya.
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya selain hukum Allah SWT bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al-Maidah Ayat 50).
0 Komentar