Oleh: Ela Laela Sari
Pejuang peduli Umat
Perhelatan pemilu 2024 terasa semakin dekat, partai politik mulai sibuk dan mencari jodoh terbaik untuk memenangkan kontestasi paling bergengsi. Pembentukan koalisi merupakan hal yang lazim pada sistem pemerintahan parlementer, parlemen dalam sistem parlementer terbagi menjadi dua kelompok yakni koalisi dan oposisi.
Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsy menggatakan disela-sela acara Milad ke-20 PKS di Istana Senayan Jakarta, Minggu 29/5/2022 "kami sudah tidak mau lagi diluar pemerintahan, kita akan rebut dengan kemenangan. Kita ingin mengusung, bukan lagi mendukung." Ungkap Aboe Bakar.
Kini PKS tidak ingin terkunci oleh parpol lain, mereka akan mencermati capres dan cawapres yang potensial memenangkan suara pada polpres 2024, pembentukan koalisi antar parpol bisa ditelisik dengan dua motif politik.
Pertama, jika parpol ingin mengusulkan paslon capres dan cawapres sendiri, harus memenuhui perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Aturan tersebut diatur dalam UU Pemilu 222 UU 7/2017.
Kedua, apabila parpol yang belum memenuhi syarat tersebut hanya memiliki dua pilihan yaitu berkoalisasi dengan parpol yang memiliki suara terbanyak di DPR atau berkoalisi dengan sesama parpol yang suara/kursi di DPR kecil.
Perkawinan politik untuk mengusung capres dan cawapres adalah harga yang harus dibayar jika ingin menang, jodoh paslon ada ditanggan parpol. Dalam sistem demokrasi tidak ada kawan dan lawan abdi, semua bergerak karena kepentingan.
Saat belum berkuasa setan bisa menjadi malaikat, setelah berkuasa, malaikat pun bisa menjadi iblis, begitulah fakta yang ada. tiap lima tahun rakyat diberi harapan setinggi langit, setelah menaiki tanduk kekuasaan rakyat dihempaskan serendah-rendahnya dengan kebijakan zolim. Janji hanya sekedar janji, rakyat lagi-lagi di amputasi.
Pada dasarnya setiap orang pasti mengiginkan perubahan ke arah yang lebih baik, negeri ini sudah berulang kali ganti rezim, tetapi perubahan besar belum terjadi secara signifikan, beragam kepemimpinan telah mewarnai perjalanan indoneaia menuju perubahan.
Namun, belum ada satu pun pemimpin yang berhasil mewujudkan perubahan yang hakiki dan yang mampu memecahkan masalah dengan solusi yang tepat, yang ada malah semakin besar dan menumpuk harapan yang kandas, inilah buah kegagalan Demokrasi.
Jika kita bercermin pada metode perubahan Nabi ï·º, beliau berhasil mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam yang disenangi kawan maupun lawan. Beliau berhasil membawa perubahan besar bagi Madinah sebagai Daulah pertama bagi kaum muslim.
Terdapat dua hal penting yang perlu kaum muslimin perhatikan yang menjadi acuan arah perjuangan umat Islam saat ini. Pertama, Rosulullah ï·º membina kader dakwah agar siap menjadi martil perubahan.
Kedua, perubahan yang dilakukan Rosulullah ï·º adalah perubahan rezim dan sistem. Rosululloh tidak mengambil jalan perubahan dengan jalan kompromi dengan sistem jahiliyah saat itu.
Inilah jalan perubahan yang hakiki yang harus ditempuh umat jika tidak ingin terperosok dilubang yang sama berulang kali.
Sudah tampak nyata dan jelas kerusakan Demokrasi tidak bisa ditambal lagi, berganti pemimpin tanpa pergantian sistem tidak akan mewujudkan perubahan hakiki.
Sudah saatnya umat memiliki kesadaran akan pentingnya Islam sebagai solusi kehidupan. Perubahan hakiki ialah perubahan dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islami, perubahan ini berasal dari akar masalah dan dilakukan secara sistemis, bukan perubahan kepemimpinan atau rezim. Sudah saatnya dunia butuh perubahan, berubah dari kapitalisme menuju sistem revolusioner yakni Islam Kaffah dan institusinya yaitu Khilafah dengan Manhaj kenabian. Walahualam~
0 Komentar