Oleh: Shalsha Baharrizqi
Muslimah Peduli Umat
Jamuan pemilu 2024 nampak sudah didepan mata. Partai politik tengah berkoalisi mencari jodoh terbaik untuk memenangkan kontestasi ini.
Pembentukan koalisi tentu merupakan hal lazim pada sistem pemerintahan parlementer ini. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) salah satunya, Aboe Bakar Al-Habsyi yang merupakan seorang sekretaris Jenderal PKS menyampaikan sebuah pidato dalam acara peringatan ulang tahun atau milad ke-20 PKS dihadapan para petinggi partai politik (PKB, PPP, Demokrat, Golkar)
"Siapa tahu, pas kumpul-kumpul begini ada jodoh di 2024" ungkapnya.
PKS masih mengamati tokoh mana yang paling menarik untuk dipinang sebagai capres. Dengan melemparkan candaan kepada Ketua Bawaslu Rahmad Bagja, PKS perlahan mulai memilih tokoh yang diusung, dengan menyoroti Muhaimin Iskandar, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, hingga Agus Harimurti Yudhoyono.
Selain itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aboe Bakar Al-Habsyi mengapresiasi atas langkah koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang mengajak bergabung koalisi untuk bentukan PAN, Golkar dan PPP tersebut. Namun, Aboe Bakar menegaskan bahwa PKS saat ini tidak mau dikunci soal koalisi, karena ingin melihat siapa yang paling layak untuk berkoalisi dengan nya. Hingga mengusung pasangan capres-cawapres yang memiliki kans untuk menang, agar pada periode berikutnya dapat berada di dalam pemerintahan.
Inilah ujian parpol yang bertekad melebur dalam ruang demokrasi. Sebuah partai yang tidak berkoalisi tentu akan dipandang sebelah mata, karena tidak berkontribusi dalam pemerintahan. Walhasil jodoh paslon berada di tangan parpol.
Dalam politik demokrasi ini, tidak akan ada kawan yang setia. Semua memiliki kepentingan tersendiri yang menghendaki untuk memegang kunci pemerintahan, dan setelah terpilihnya pemimpin bukan berfikir untuk mensejahterakan rakyat, tetapi bagaimana dengan kekuasaanya agar dapat terpilih kembali pada periode berikutnya.
Padahal dalam Islam, kedaulatan hanyalah berada ditangan Syara', yang mana benar dan salah, baik buruknya, terpuji ataupun tercela, pahala maupun dosa, semuanya harus berada pada garis syariat (Hukum Allah ﷻ). Karena demokrasi hanya menyandarkan legalitasnya berdasarkan suara rakyat.
Meskipun demikian, rakyat tidak memiliki otoritas. Demokrasi hanya membohongi manusia, dengan ungkapan "rakyatlah yang memilih pemimpin". Namun faktanya, merekalah oligarki kapitalis dan partai politik yang menentukan pemimpin negara. Rakyat hanyalah orang-orang yang selalu dibodohi.
Maka dari itu, memilih seorang pemimpin merupakan bagian dari urusan dunia akhirat sebagaimana keutamaan menjadi pemimpin dalam Islam. Karena memilih pemimpin adalah bagian dari urusan agama yang sangat penting. Islam tidak mengenal dikatomi ataupun sekulerisasi yang memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dalam memilih seorang pemimpin.
Konsep Islam tentang kepemimpinan sebenarnya sudah ideal. Contoh paling ideal pemimpin Islam tentu saja Nabi Muhammad ﷺ yang merupakan seorang yang memimpin dengan hati. Sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
Lantas bagaimana kriteria pemimpin yang baik menurut Islam? Berikut ini kriteria pemimpin yang baik menurut Al-Qur'an, yang tentu dapat dijadikan panduan bagi kita selaku umat muslim dalam memilih pemimpin agar sesuai dengan aturan dan anjuran yang sudah tertulis dalam Al-Qur'an.
Pertama, beragama Islam.
Allah sudah memerintahkan kita untuk memilih pemimpin dari kaum Mukmin. Ini artinya tidak diperbolehkan untuk memilih pemimpin dari orang-orang kafir (non muslim) jika salah satu kandidat pemimpin ada yang beragama Islam.
Kedua, mampu amanah.
Sifat ini sangat penting ada di seorang pemimpin. Karena kita diharuskan memilih pemimpin yang baik, dan orang (pemimpin) yang baik adalah orang yang punya dua sifat dasar pemimpin yaitu amanah dan mampu bekerja.
Ketiga, berbuat adil.
Adil adalah sifat yang diturunkan dari amanah. Jika pemimpin bersifat amanah, maka pasti akan punya sifat adil untuk menerapkan hukum sesuai syariat dan tidak memihak. Keadilan adalah suatu hal yang sangat penting untuk mensejahterakan rakyat. Jika pemimpin memiliki sifat adil, maka tidak akan ada kerusuhan, kekacauan, dan keberpihakan pada salah satu golongan tertentu yang membuat seluruh umat sengsara.
Dalam hukum memilih pemimpin menurut Islam sebenarnya ada banyak kriteria lain yang perlu diperhatikan. Namun kesimpulannya, kita diwajibkan untuk memilih pemimpin yang bisa memberikan lebih banyak manfaat dibandingkan buruknya.
'Wallahu A'lam Bi as-Showab'
0 Komentar