Oleh: Titin Surtini
Sejarah Hari Lansia
Sebelumnya, Hari Lansia diperingati secara internasional. Hari Lansia Internasional (HLI) berasal dari gerakan Vienna International Plan of Action on Ageing di Kota Wina, Austria. Gerakan ini kemudian diambil oleh Majelis Dunia dan disahkan oleh PBB. Pada 14 Desember 1990, PBB menetapkan HLI jatuh pada 1 Oktober. (Detik News, 1/6/2021)
Kelahiran HLI ini merupakan bentuk kepedulian PBB kepada lansia. Pada saat itu, International Telecommunications Union (ITU) melaporkan bahwa perempuan dan lansia mengalami ketidakadilan dalam semua kehidupan yang berpangku pada teknologi, sedangkan mereka ketinggalan. Hal ini mengakibatkan mereka banyak mengalami kesulitan. Akhirnya, PBB membuat HLI untuk membantu.
Di Indonesia sendiri, Hari Lansia jatuh pada 29 Mei. Keputusan ini diambil berdasar UU 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia. Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) di Indonesia lahir sebagai bentuk penghormatan kepada Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat yang memimpin sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang saat itu beliau sudah berusia lanjut.
Lansia Belum Sejahtera
Jumlah lansia di Indonesia cukup banyak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, terdapat 29,3 juta penduduk lansia di Indonesia (10,82% total populasi). Dari seluruh populasi lansia itu masih banyak penduduk yang tergolong tidak sejahtera. Mereka tinggal sendiri di rumah, ekonominya pas-pasan atau minim, bahkan tergolong miskin.
Banyaknya lansia yang kekurangan disebabkan beberapa hal; ada yang ditinggalkan oleh anaknya, ada pula yang memang sudah tidak punya keluarga. Hal itu terjadi di berbagai wilayah.
Dunia Saat Ini Tidak Mampu Menjamin
Sudah 32 tahun berlalu sejak ditetapkan HLI, tetapi nyatanya para lansia banyak yang masih mengalami ketidakadilan. Apalagi di negara berkembang ini, makin hari bertambah orang-orang jompo yang ditinggalkan anaknya.
Masalah lansia tidak akan pernah selesai hanya dengan memberi bantuan. Ibaratnya, luka mereka terus diobati, tetapi penyebab luka masih dibiarkan. Alhasil, sayatan itu tidak akan sembuh karena penyebab utamanya tidak diselesaikan.
Sistem kapitalisme saat ini telah berhasil menggerus hati nurani manusia. Sikap individualis muncul di tengah gencetan kondisi ekonomi yang serba sulit. Manusia mulai berpikir bagaimana bisa bertahan dengan beban hidup yang tidak berat.
Di sisi lain, nilai agama juga mulai hilang. Pendidikan agama hanya formalitas 2 SKS per semester. Arus moderasi pun selalu memberikan sensasi yang menutup sanubari. Hasilnya, lahir generasi individualistis, materialistis, kapitalistik yang tidak paham apa itu birul walidain (berbakti kepada kedua orang tua).
Itulah sebab banyak anak tega mengirim orang tuanya ke panti jompo. Dengan alasan tidak mampu menghidupi, tidak bisa merawat karena sibuk, bahkan ada yang malu punya orang tua renta. Kapitalisme telah berhasil mengubur naluri kasih sayang dalam keluarga.
Islam Menyejahterakan Lansia
Lansia termasuk rakyat yang harus dipikirkan keberadaannya. Meskipun mereka tidak bisa apa-apa, tetapi menjadi kewajiban negara untuk mengurusnya. Di samping itu, negara juga perlu menciptakan iklim yang kondusif bagi lansia agar mereka bisa hidup bahagia sampai akhir hayatnya.
Jika kapitalisme tidak mampu menjamin kesejahteraan lansia maka Islam justru datang memberikan jaminannya. Islam, dengan dasar akidahnya dan seperangkat peraturannya akan membentuk situasi yang kondusif sehingga rakyat akan memahami di mana tanggung jawab mereka.
Misalnya seorang anak akan memahami kewajibannya ketika orang tua sudah lanjut usia. Dengan dorongan berbakti kepada orang tua, mereka akan merawatnya.
Seperti firman Allah ﷻ,
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS Al-Isra’: 23)
Ayat tersebut jelas mewajibkan seorang anak untuk bersikap baik pada orang tuanya. Apalagi jika sudah berusia lanjut maka merawatnya adalah kewajiban.
Tidak hanya memberikan perintah wajib bagi anak, tetapi Islam juga memiliki cara membentuk lingkungan yang kondusif. Mulai dari orang tua yang wajib mengasuh anaknya, memperhatikan dan mendidiknya. Selain itu juga menyediakan sekolah yang menjadikan Islam sebagai landasan sehingga sejak kecil anak akan terjaga dari pemahaman asing dan tertanam dalam benaknya berbakti kepada orang tua.
Perlakuan yang baik terhadap anak, kondisi masyarakat yang islami, dan aturan negara yang ketat akan mendorong seorang anak menjaga orang tuanya. Aturan ketat itu, misalnya, memberikan sanksi pada orang tua yang tidak bisa mendidik dan menelantarkan anak, atau memberikan sanksi pada anak yang sengaja membuang orang tuanya.
Kondisi terakhir apabila si anak memang tidak mampu mengurus orang tuanya karena alasan syar’i, maka tanggung jawab itu beralih pada keluarga besarnya. Apabila tidak mampu juga maka negara akan mengambil alih pemenuhannya. Semua kebutuhannya akan dicukupi.
Seluruh konsep ini akan membantu menyejahterakan para lansia. Oleh karena itu, pemberian Hari Lansia sebenarnya bukan sesuatu yang urgen karena yang terpenting bagi mereka adalah menyelesaikan masalah dari akarnya. Hal itu hanya bisa diperoleh dalam Islam. Karena hanya dengan menerapkan aturan Islam secara Kaffah semua problematika kehidupan akan dapat diselesaikan dengan tuntas termasuk masalah kesejahteraan para lansia. Tentu saja penerapan aturan Islam dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah adalah solusi yang pasti.
Wallahu alam bissowab.
0 Komentar