Oleh: Lathifa Rohmani
Muslimah Peduli Umat
Fadil Zumhana, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), menyatakan bahwa hingga bulan Mei 2022, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menghentikan sedikitnya 1.070 perkara dengan menggunakan pendekatan Restorative Justice (Keadilan Restoratif). Penghentian ini dilakukan berdasarkan survei penelitian yang dilakukan oleh Komnas HAM sebesar 85,2% responden mendukung penerapan pendekatan keadilan restoratif untuk menghentikan perkara pidana yang tidak perlu serta kejahatan yang sifatnya ringan. Hal tersebut diperkuat dengan kondisi terlalu padatnya penjara Indonesia, di sisi lain masyarakat menuntut reformasi serius dalam praktik penegakan hukum dengan memulihkan keadilan.
Juga menurut Fadil, dalam menggunakan pendekatan Keadilan Restoratif ini ada tiga poin penting yang harus diperhatikan. Pertama, keadilan restoratif harus memperkuat kohesi sosial antar anggota masyarakat. Kedua, memotivasi kejaksaan untuk terlibat dalam tujuan keadilan, yaitu pemulihan, bagi mereka yang membutuhkannya. Ketiga, penerapan proses keadilan restoratif akan mendorong pelaku untuk merenungkan prilaku yang salah dan kerugian yang ditimbulkannya termasuk bagaimana ia harus merehabilitasi dirinya.
Fakta di atas membuktikan bahwa sistem hukum dan peradilan Sekuler yang diterapkan saat ini sudah gagal dalam menjaga keselamatan masyarakatnya. Kriminalitas massal dan konflik yang terjadi di tengah masyarakat gagal dihapuskan oleh sistem hukum dan pemerintahan yang bobrok sekarang ini. Hukum dan peradilan dalam pemerintahan saat ini pun tidak memiliki sumber sanksi yang jelas, sehingga banyak kasus-kasus pidana yang tidak terselesaikan dan vonis hukuman yang tidak adil kepada para pelaku tindak pidana. Ketimpangan dalam penegakan hukum di Indonesia yang semakin menjadi-jadi merupakan bukti gagalnya sistem peradilan Sekuler-Kapitalis. Para koruptor yang tega mencuri uang negara bisa mendapat hukuman ringan. Kondisi tersebut justru berbeda dengan yang dialami sejumlah tersangka pelanggaran ringan, yang justru dijatuhi hukuman berat oleh pengadilan.
Dengan penghentian ribuan kasus hukum di Indonesia bukanlah solusi untuk meminimalisir dan mencegah kejahatan. Pendekatan keadilan restoratif ini malah akan semakin memperbanyak pelaku kejahatan karena hukuman/sanksi yang diberikan tidak tegas, tidak membuat para pelaku jera untuk berhenti melakukan tindakan kriminal. Kejahatan atau kriminalitas di masyarakat membutuhkan solusi fundamental agar angkanya tidak terus meningkat dari tahun ke tahun. Angka kejahatan yang tinggi karena memang sistem Sekuler-Kapitalis mengabaikan aspek keimanan, ekonomi dan hukum.
Kurangnya rasa takut (takwa) pada Allah menyebabkan seseorang nekat melakukan kejahatan yang membahayakan nyawa orang lain. Hal ini terjadi karena degradasi keimanan dan ketakwaan pada Allah ï·». Para pelaku kejahatan ini sudah tidak peduli ancaman dosa dan sanksi Allah di akhirat kelak. Pandangan hidup sekuler membuat mereka tidak peduli tentang kehidupan akhirat.
Kemudian, kondisi ekonomi negeri Indonesia yang makin memprihatinkan, utang melambung tinggi, harga kebutuhan pokok makin naik, membuat masyarakat berada dalam kesusahan. Bagi sebagian orang, akhirnya memiliki pandangan mengenai rezeki bahwa “mendapatkan yang haram saja susah, apalagi yang halal”. Halal dan haram sudah tidak lagi diperhatikan. Aksi kejahatan, seperti pembegalan, perampokan, pencurian, dilakukan demi sesuap nasi, menganggap sesuatu yang bisa ditoleransi.
Sistem hukum dan peradilan pun membuat pelaku kejahatan tidak jera sama sekali. Ketimpangan hukum sudah marak terjadi. Yang berharta dan berkuasa bisa melakukan apa saja, termasuk membeli hukum yang ada. Yang miskin hanya pasrah menerima keputusan pengadilan saja, meskipun hukuman yang diberikan sangatlah tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan.
Oleh karena itu, harus ada perubahan yang revolusioner dalam bidang hukum dan peradilan agar keadilan bisa kembali ditegakkan. Hukum Islam memberikan solusi fundamental bagi seluruh problematika kehidupan yang ada, termasuk memberantas kejahatan dan kriminalitas.
Dalam Islam terdapat hukum-hukum yang mampu membuat kriminalitas dan kejahatan berkurang bahkan dapat menghapus seluruhnya. Hukum Islam sejatinya berfungsi memberantas kejahatan dan mencegahnya (zawajir). Contohnya, hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian (disertai dengan pembuktian) dapat mencegah pelaku lain untuk melakukan hal yang sama dan mampu memberikan efek jera. Hukum Islam juga berfungsi sebagai penebus dosa bagi pelaku di akhirat (jawabir). Ketika pelaku kejahatan sudah dihukum di dunia sesuai dengan syariat Islam, di akhirat kelak ia terbebas dari siksa atas perbuatan kriminal yang dilakukannya di dunia.
Untuk menerapkan hukum-hukum Islam (uqubat) ini tentu saja hanya bisa diterapkan di sebuah negara yang berlandaskan akidah Islam serta menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, yakni Daulah Khilafah. Sistem pemerintahan Islam dalam naungan Khilafah ini mengatur seluruh aspek kehidupan dengan hukum-hukum yang berasal dari Yang Maha Sempurna yaitu Allah ï·».
Wallahu 'alam bish-shawwaab.
0 Komentar