NO BOOSTER NO MUDIK


Oleh: Laela Sari

Lagi lagi umat islam dikagetkan dengan mencuatnya keputusan pemerintah yang memberlakukan bagi masyarakat yang hendak mudik lebaran 2022 wajib vaksinasi Booster, "NO BOOSTER NO MUDIK". Pada Konferensi Pers Virtual 23 Maret 2022,Presiden Jokowi menyampaikan syarat mudik lebaran adalah telah mendapatkan vaksinasi dua dosis dan satu dosis vaksinasi Booster.

Syarat ini menuai protes besar dari kalangan masyarakat maupun beberapa pejabat yang membandingkannya dengan pergelaran Moto GP disirkuit Mandalika lalu. Dalam acara Moto GP pembalap dan para kru yang terlibat hanya perlu menunjukkan vaksinasi dosis 1 dan 2 tanpa harus tes antigen sebagaimana diberlakukannya syarat bagi pemudik. Menjawab dengungan protes ini, Jokowi melarang untuk membanding bandingkan syarat mudik dengan MotoGP, ia beralasan karena jumlah pemudik tidak seimbang dengan penonton MotoGp. Pernyataan Jokowi tersebut dibela oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, ia mengatakan bahwa Moto Gp sebagai "kerumunan" sedangkan mudik sebagai "mobilitas yang bersamaan" sehingga persyaratan vaksinasi perlu diperketat untuk menekan laju penularan.

Jika kita amati pernyataan ini tidak sesuai dengan sifat infeksius virus, seolah olah dalam kerumunan tidak akan terjadi penularan sedangkan mudik bisa menyebabkan lonjakan kasus.

Menurut juru bicara Satgas Covid 19 Wiko Adisasmito, ia mengatakan salah satu alasan pemerintah memberlakukan persyaratan vaksin booster adalah untuk meningkatkan pencapaian vaksinasi Covid yang berada didaerah daerah. Akan tetapi menggapa pada Hari Natal, tahun baru Masehi, Imlek hingga MotoGp, tidak dimanfaatkan untuk meningkatkan pencapaian vaksinasi dengan masyarakat dengan vaksin booster?

Menggapa alasan tersebut justru mencuat ketika terkait dengan kepentingan umat islam? Apakah hanya umat islam yang dapat "menyebarkan" covid 19?

Keputusan inilah yang mengindikasi adanya "tebang pilih" pemberlakuan kebijakan.

Diskriminasi kebijakan ini adalah potret suram Kapitalisme.

Kapitalisme menjungjung tinggi asas manfaat. Keputusan yang lebih menguntungkanlah yang akan diberlakukan. Pemerintah mengambil jalan pintas memberlakukan peraturan yang memanfaatkan momen umat Islam, dimana umat islam menyambut libur Idul Fitri dengan pulang kampung untuk bersilaturahmi bersama orang tua dan kerabat. Momen itu dimanfaatkan untuk menggolkan vaksin booster, sehingga mau tidak mau masyarakat akan memikirkan untuk vaksinasi ketimbang tes anti gen berkali kali. Inilah fakta dimana vaksin semakin di paksakan tehadap masyarakat lebih lebih umat islam yang menjadi sasaran.

Sungguh Kapitalisme jelas menimbulkan diskriminasi, terutama bagi umat islam. Untuk itu umat islam sudah saatnya kembali pada sistem kehidupan Islam, karena hanya dengan ajaran Islam akan terwujud keadilan yang hakiki bagi umat. Solusi keadilan bagi umat hanya dengan sistem islam. Kehidupan islam akan melahirkan para pemimpin yang adil.

Rosulullah ï·º bersabda "Sehari seorang pemimpin yang adil lebih utama dari pada beribadah 60 tahun dan satu hukuman diteggakkan lebih bersih dari pada hujan 40 hari".(H.R. Thabrani, Bukhori, Muslim dan Imam Ishaq).

Posting Komentar

0 Komentar