Oleh: Wina Fatiya
Sri Lanka bergejolak. Kini negara itu menghadapi krisis dan kebangkrutan. Bahkan 1 April 2022 kemarin, Sri Lanka mengumumkan kondisi darurat nasional.
Lalu pada 12 April 2022, Sri Lanka mengumumkan bahwa mereka gagal membayar utang luar negeri sebesar 51 miliar dollar AS atau sekitar Rp732 triliun. Hal itu terjadi setelah mereka kehabisan devisa untuk mengimpor barang-barang keperluan negaranya.
Imbasnya pada 13 April 2022, Sri Lanka menyatakan bangkrut dan mendesak warganya yang berada di luar negeri untuk mengirim uang ke negaranya. Bahkan Sri Lanka sudah mengajukan dana talangan kepada IMF untuk menstabilkan kondisi negaranya dan menyelamatkannya dari krisis.
Sumber Krisis
Sri Lanka adalah negara yang mengalami kebergantungan terhadap impor. Bahkan bahan-bahan penting semisal makanan pokok, mereka penuhi dengan impor. pertanian Sri Lanka didominasi oleh tanaman yang berorientasi pada ekspor seperti teh, kopi, karet dan rempah-rempah.
Sebagaimana dilansir dari tirto.id (14/04/2022), sebagian besar produk domestik brutonya berasal dari devisa yang didapat lewat mengekspor tanaman-tanaman tersebut. Timbal baliknya, uang hasil ekspor itu dipakai lagi untuk mengimpor bahan makanan penting.
Selama bertahun-tahun, Sri Lanka juga mulai mengekspor garmen dan mendapatkan devisa dari pariwisata dan pengiriman uang. Karena ketergantunnya pada ekspor, Sri Lanka selalu mengalami berbagai guncangan ekonomi setiap kali jumlah ekspornya menurun, bahkan menempatkan cadangan devisa di bawah tekanan. Atas alasan itulah Sri Lanka sering mengalami krisis neraca pembayaran. (Tirto.id,14/04/2022)
Faktor lain yang melumpuhkan kondisi Sri Lanka adalah pandemi Covid-19. Pandemi telah menciptakan inflasi pada level tertinggi sepanjang sejarah Sri Lanka yaitu sebesar 17,5 persen.
Dari beberapa faktor yang menjadi sumber krisis Sri Lanka ini, Indonesia harus banyak belajar. Apalagi titik kritis hutang sudah dicapai Indonesia saat ini.
Pada akhir Februari 2022 saja posisi utang pemerintah berada di angka Rp7.014,58 triliun atau 40,17 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut mengalami peningkatan, bila dibandingkan dengan posisi utang pemerintah per Januari 2022 yang berada di angka Rp6.919,15 triliun atau 39,63 persen dari PDB. Ini artinya Indonesia mengalami pertambahan utang sebanyak Rp95,43 triliun dalam waktu sebulan. (bisnis.com, 14/04/2022)
Sungguh mengkhawatirkan. Untuk itu Indonesia harus belajar dari krisis Sri Lanka ini. Beberapa poin pentingnya dalah:
Pertama, Indonesia harus mulai melepaskan diri dari kebergantungan impor. Saat ini kacang kedelai, gandum, beras, sampai garam ternyata Indonesia masih dimpor.
Supaya lepas dari jeratan impor ini, pemerintah harus benar-benar berkomitmen untuk memajukan pertanian di indonesia. Bukan hanya dari sisi materil namun juga sisi immateri supaya pertani mau sukses.
Kedua, menjadikan utang luar negeri sebagai andalan apalagi modal pembangunan adalah langkah kurang bijaksana. Karena utang justru akan menjadi boomerang ketika kondisi di dalam negeri tak lagi stabil.
Dengan angka utang mencapai Rp7.014,58 triliun nampaknya Indonesia harus menghentikan jika ingin berhutang lagi. Selain itu pemerintah harus mulai mencari gebrakan-gebrakan ekonomi yang tidak membebani rakyat.
Bukan langkah bijak jika pemasukan APBN untuk membayar utang digenjot dari sektor pajak, pencabutan subsidi BBM, listrik dan gas serta penjualan aset-aset negara.
Mengapa tidak dikurangi dari sektor pengeluarannya saja. Misal gaji anggota dewan yang fantastis itu bisa sebagiannya dikurangi untuk anggaran membayar hutang. Atau proyek-proyek tidak produktif bisa dikaji ulang supaya tidak menghamburkan keuangan negara.
Ketiga, Indonesia butuh paradigma ekonomi baru yang tidak berpijak pada hutang dan pajak.
Sebagaimana Sri Lanka yang bangkrut dan gagal bayar utang, Indonesia harus mengadopsi sistem ekonomi yang berbeda dengan Sri Lanka. Sistem ekonomi yang pijakannya adalah kepemilikan harta kekayaan bangsa ini termasuk di dalamnya pemanfaatan dan distribusi harta kekayaan.
Dalam hal kepemilikan harta kekayaan bangsa, sistem ekonomi itu akan memilah mana kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Harta-harta yang termasuk kepemilikan umum tidak boleh sama sekali diberikan kepada pihak swasta apalagi pihak asing. Misalnya barang tambang, tanah, juga air dan sumber daya alam lain yang dibutuhkan bangsa ini.
Faktanya penguasaan sektor sumber daya alam atas nama investasi khususnya di Indonesia menjadi pintu pembuka perampokan kekayaan alam milik anak bangsa yang dilegalisasi.
Terkait dengan pemanfaatan kepemilikan harus dibedakan antara penggunaan harta kekayaan dan pengembangannya. Saat ini sungguh rancu konsep-konsep ini. Seolah semua sisi kehidupan harus bernilai dan dinilai dari sisi ekonomi saja.
Padahal ada sisi-sisi pengembangan harta rakyat yang harus disokong oleh pemerintah. Bukan sebaliknya rakyat yang dipaksa menyokong pemerintah. Misalnya peran pemerintah dalam sektor perdagangan, pertanian dan industri yang masih minim. Pemerintah seperti hanya menjadi wasit yang mengatur, bukan pihak yang mengurusi urusan rakyat.
Terkait dengan distribusi, jelas ada ketimpangan yang begitu nyata terjadi di negeri ini. Kekayaan 90 persen masyarakat sebanding dengan kekayaan 10 persen orang-orang kaya.
Distribusi ini haruslah mempertimbangkan sisi distribusi secara ekonomis dan ekonomis. Juga harus memperhatikan sektor distribusi kepemilikan apakah individu atau negara.
Mekanisme ekonomi seperti ini tidak akan kita temukan dalam sistem ekonomi kapitalisme seperti saat ini. Mekanisme ekonomi itu hanyalah ada dalam Sistem ekonomi Islam.
Islam telah merinci beragam aturan yang adil dan proporsional demi kesejahteraan manusia. Rakyat adalah pihak yang dilayani. Sedangkan negara adalah pengurus urusan rakyat. Mereka justru mendapatkan kemuliaan ketika mengurus rakyat.
Paradigma ini tentu berbeda sekali dengan paradigma ekonomi sistem kapitalisme, dimana negara hanyalah regulator ekonomi, sedangkan rakyat dibebaskan dalam hal kepemilikan, pemanfaatan maupun distribusi kekayaannya.
Saatnya Indonesia belajar dari Sri Lanka untuk meninggalkan sistem Kapitalisme dan beralih kepada sistem Islam. Insyaallah keberkahan dan kemakmuran akan bisa diwujudkan bagi rakyat Indonesia.
0 Komentar