Oleh: Ai Siti
Aktivis Da'wah
1 April 2022 kemarin, PT Pertamina (Persero) resmi menaikan harga BBM jenis Pertamax menjadi Rp.12.500 per liter. Dengan naiknya harga Pertamax dapat dipastikan beban rakyat pun makin berat, apalagi di tengah harga kebutuhan pokok lain yang terus meningkat
Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Ibarat kemalangan yang tidak putus-putus, rakyat menelan pil pahit awal April 2022 ini. Betapa tidak, dalam waktu bersamaan, harga-harga merangkak naik. Mulai dari minyak goreng, sembako, PPN, sampai BBM jenis Pertamax.
PT Pertamina Patra Niaga mengatakan kenaikan Pertamax dipicu harga minyak dunia yang melambung sehingga mendorong harga minyak mentah Indonesia pun mencapai US$114,55 (Rp1,64 juta) per barel pada 24/3/2022.
Kondisi itu dapat menekan keuangan Pertamina sehingga penyesuaian harga BBM nonsubsidi tidak terelakan. Kenaikan harga Pertamax yang ditetapkan saat ini pun disebut masih lebih rendah dibandingkan harga seharusnya yang bisa mencapai Rp16.000 per liter.
Dalih naiknya minyak mentah dunia yang berimbas pada kenaikan harga BBM nonsubsidi ini nyatanya menuai kritik keras berbagai pihak, salah satunya ekonom senior Rizal Ramli. Menurutnya, kenaikan harga tersebut membuktikan pemerintah tidak mampu mengantisipasi kenaikan harga minyak mentah dunia.
Rizal lantas membandingkan BBM dengan jenis Research Octane Number (RON) yang sama di Malaysia masih dijual dengan harga Rp.8.500, sedangkan Indonesia Rp12.500 per liter.(JPNN, 1/4/2022).
Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting mengklaim kenaikan tersebut sudah mempertimbangkan daya beli masyarakat. Pertamax dianggap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lainnya. Penyesuaian harga ini menurutnya masih jauh di bawah nilai keekonomiannya. (Suara, 31/3/2022).
Pertimbangan Pertamina ini nyatanya tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ekonom INDEF Eko Listyanto mengatakan bahwa kenaikan harga Pertamax cukup vital karena momentumnya berbarengan dengan kenaikan harga pangan dan PPN. Situasi ini jelas cukup memukul masyarakat dan menurunkan daya beli mereka.
Salah satu efek domino yang timbul akibat kenaikan harga Pertamax adalah langkanya Pertalite yang sudah mulai terasa. Terbukti, SPBU di beberapa wilayah mengalami kekosongan Pertalite. Kalau sudah begini, dampak ekonominya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah akan makin terasa.
Jika Pertalite makin langka di pasaran, mau tidak mau masyarakat harus membeli Pertamax yang harganya lebih mahal. Dapat dipastikan, setiap kali harga Pertamax naik, beban rakyat pun makin berat, apalagi di tengah harga kebutuhan pokok lain yang terus meningkat.
Terus meningkatnya harga BBM tidak terlepas dari buruknya tata kelola dan politik energi rezim neoliberal yang ditopang sistem sekuler. Sistem ini memosisikan negara hanya sebagai regulator, sekadar penjaga dari kegagalan pasar.
Akibatnya, semua hajat hidup publik, termasuk BBM, dikelola dalam kacamata bisnis dengan menyerahkannya pada mekanisme pasar sebagaimana dikukuhkan dalam UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Nahasnya, sebagian besar ladang minyak bumi malah dikelola pihak swasta, terutama asing.
Dengan demikian, dari pernyataan itu, dapat kita pahami bahwa mahal dan terus meningkatnya harga BBM bukan karena Indonesia kekurangan sumber daya minyak, tetapi terletak pada visi rezim dan tata kelola minyak yang kapitalistik.
Dalam pandangan Islam, sumber daya alam yang jumlahnya besar, seperti minyak bumi, merupakan harta milik umum sebagaimana sabda Rasulullah SAW., “Kaum muslim bersekutu dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Daud)
Pengelolaannya pun wajib dilakukan secara langsung oleh Khalifah sebagai kepala negara yang berfungsi sebagai pelindung dan pelayan masyarakat. Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya Al-Imam (Khalifah) itu perisai, orang-orang berlindung di belakangnya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud)
Pengelolaan minyak bumi ini wajib dilakukan negara secara mandiri dan mendistribusikannya secara adil ke tengah masyarakat. Negara hadir memang untuk melindungi kepentingan umat dengan tidak mengambil keuntungan, kecuali biaya produksi yang layak. Kalaupun negara mengambil keuntungan, hasilnya dikembalikan lagi ke masyarakat dalam berbagai bentuk.
Dengan demikian, pemerintah tidak boleh menyerahkan pengelolaan minyak bumi kepada pihak swasta, apalagi asing. Harga BBM dapat dipastikan murah (bahkan gratis) dan mudah diakses seluruh rakyat. Hasil pengelolaan tersebut juga dapat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan publik lainnya secara gratis.
Sungguh, sistem Islam akan melahirkan para pemimpin yang bertakwa, yakni mereka yang menjadikan kepemimpinan sebagai sebuah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt.
Wallahu A'lam.
0 Komentar