MOTOGP MANDALIKA POLITIK BERBAHAYA BAGI RAKYAT


Oleh: Titin Surtini

Gelar perhelatan Pertamina Grand Prix of Indonesia 2022 di Pertamina Mandalika International Street Circuit, Lombok, NTB akhirnya selesai digelar. Berbagai pihak menyebut perhelatan akbar ini termasuk sukses besar.

Presiden Jokowi bahkan secara khusus menyampaikan terima kasihnya kepada masyarakat NTB (Nusa Tenggara Barat) dan semua pihak yang terlibat. Sedangkan Bos Pertamina Nicke Widyawati menyatakan bangga atas terlaksananya acara ini.

Penyelenggaraan MotoGP di Mandalika bukan untuk kali ini saja. Rencananya, sirkuit ini akan menggelar agenda yang sama untuk 10 musim ke depan.

Sebagai kompensasinya, Indonesia harus membayar biaya komitmen sebesar 9 juta Euro per musim kepada Dorna Sport sebagai pemegang hak komersial untuk olahraga MotoGP Internasional. Biaya tersebut sudah termasuk lisensi, hak cipta, dan biaya penyelenggaraan.

Meski harus membayar, pemerintah meyakinkan, keuntungan yang didapat akan jauh lebih besar. Sejak dalam rencana, memang banyak harapan tersemat pada perhelatan akbar ini. Ekonomi masyarakat akan terangkat dan lapangan kerja terbuka lebar.

Disebut-sebut, acara ini akan menyerap tenaga kerja sekitar 65.000 orang. Acara ini pun ditarget akan menarik 4,5 juta wisatawan. Ini berarti aliran devisa akan meningkat pesat dan pelaku UMKM (Usaha Masyarakat Kecil Menengah) pun akan merasakan manfaat yang sangat besar.

Selain mendorong bisnis cendera mata, keuntungan pun akan mengalir dari para sponsor penyelenggara, termasuk dari biaya penayangan siaran langsung televisi, serta keuntungan dari pabrikan motor peserta.

Sejak awal pembangunan sirkuit Mandalika memang telah menjadi bagian penting bagi proyek pembangunan (KEK) Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika secara keseluruhan.

KEK Mandalika sendiri merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan oleh pemerintahan Jokowi sejak 2014 untuk menggenjot ekonomi nasional melalui sektor pariwisata. KEK ini dibangun di atas area seluas 1.035,67 Ha yang menghadap Samudera Hindia.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah objek wisata terintegrasi antara wisata alam, budaya, hingga karyawisata. Karenanya, selain padat modal dan tenaga kerja, konsep KEK pariwisata ini juga berparadigma mengkapitalisasi alam dan budaya.

Konsep pembangunan ekonomi melalui sektor pariwisata seperti ini sebetulnya sudah menjadi arus global, terutama sejak PBB mencanangkan target penghapusan kemiskinan dunia.

Bahkan setelah itu, dunia terus dicekoki mantra dan propaganda bahwa sektor turisme merupakan kunci pertumbuhan dan penggerak ekonomi.

Kawasan Mandalika sendiri diakui sebagai bagian dari Geopark Rinjani yang disarankan oleh UNESCO sejak 2014. Karena itu pemerintah pun menjadikan kawasan ini sebagai sektor pariwisata kelas dunia yang diharapkan mampu menjadi sumber devisa segar untuk menggenjot pembangunan dan ekonomi.

Adapun penyelenggaraan MotoGP menjadikan KEK ini termasuk dalam Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Tak heran jika kucuran dana dan dukungan lainnya mengalir deras untuk menyukseskan proyek ini, baik dari pihak pemerintah maupun para investor lokal serta asing. Keterlibatan para investor ini tentu bukan tanpa kompensasi. Selayaknya sebuah proyek bisnis, para investor pun tentu melakukan hitung-hitungan ekonomi. Investasi harus menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat.

Oleh karenanya, apa yang diklaim pemerintah soal target pertumbuhan ekonomi, sejatinya lebih tertuju pada para pemilik modal. Adapun rakyat banyak, dipastikan hanya mendapatkan remah-remahnya, itu pun belum tentu mampu meningkatkan kesejahteraan orang per orang yang makin timpang.

Dan juga, ada dampak lain yang semestinya mendapat perhatian besar. Yaitui terkait fakta bahwa industri pariwisata identik dengan mobilisasi manusia antarwilayah, antaragama, dan antarbudaya. Semua ini pasti berpengaruh pula pada perubahan sosial kemasyarakatan dan ini sangat berbahaya.

Terlebih yang dijual dalam industri ini faktanya tak melulu soal keindahan alam. Industri pariwisata berparadigma sekuler kapitalistik hanya fokus pada target mencari keuntungan finansial.

Tak heran jika budaya dan aktivitas yang bertentangan dengan Islam akan tetap dilestarikan dan ditawarkan. Semisal budaya kemusyrikan, pornografi, pornoaksi, fasilitas minuman keras, dan sejenisnya. Kasus pawang hujan di acara MotoGP kemarin adalah contoh yang bisa kita saksikan.

Semua ini tentu akan membawa bahaya yang lebih besar bagi masyarakat secara keseluruhan. Terlebih pengembangan sektor wisata berorientasi kapital akhirnya juga mengharuskan perubahan masyarakat, dari yang taat syariat menjadi lebih inklusif dan moderat.

Tidak heran jika menggenjot pariwisata selalu disertai upaya perubahan pemikiran dan budaya. Di antaranya melalui pengharusan paham sekularisme, pluralisme, liberalisme, dan inklusivisme. Upaya ini dilakukan secara masif dengan berbagai cara, termasuk melalui pengharusan gagasan Islam moderat.

Jika demikian halnya, negeri ini sejatinya sudah masuk dalam jebakan negara imperialis pengusung kapitalisme global. Para penguasa dan umatnya khususnya di dunia ketiga telah berhasil di setting agar lupa bahwa mereka punya berbagai sumber daya strategis yang akan membuat mereka sejahtera.

Padahal kemiskinan di negerinya justru terjadi karena adanya perampokan sumber daya alam oleh negara-negara adidaya dan para kapitalisnya. Mereka justru digiring untuk berkutat dengan sektor dan paradigma salah yang justru akan kian menjerumuskan kaum muslim pada kelemahan serta kedurhakaan yang akan mendatangkan azab dari Allah.

Mereka rela menggadaikan negara dengan utang yang kian bertumpuk. Sementara generasi pun kian kehilangan modal berupa kepribadian Islam yang dibutuhkan untuk melawan penjajahan.

Maka untuk menyelamatkan umat dan alam ini hanyalah dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah, aturan dari Allah SWT yang akan mensejahterakan umat-Nya dibawah naungan daulah Khilafah.

Wallahu a'lam bisshawab

Posting Komentar

0 Komentar