Oleh: Alfi Ummuarifah
Menurut seorang pakar kegempaan, sesungguhnya tidak ada bencana alam, yang ada adalah fenomena alam. Selanjutnya, bencana alam ada, jika fenomena alam terjadi, sedang makhluk hidup di dalamnya tidak siap dengan fenomena tersebut.
Begitu pendapat Setya Winarno, S.T., M.T., Ph.D mengawali diskusi pada kuliah umum bertajuk “Likuifaksi dan Kegempaan” yang diselenggarakan oleh Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) di ruang Audiovisual lt. 3 Gedung Moh. Natsir, Kampus terpadu UII, pada Senin, (27/01).
Kuliah umum itu dilaksanakan sebagai tanggapan terkait masih minimnya pengetahuan masyarakat. Berkaitan dengan fenomena alam berupa gempa terutama likuifaksi. Dr. Ir. Kasam., M.T. selaku Wakil Dekan Bidang Sumberdaya FTSP UII menegaskan bahwa, fenomena likuifaksi baru-baru ini fenomenal akibat gempa dan tsunami yang terjadi di Palu-Donggala beberapa waktu yang lalu.
Berawal dari gempa Palu yang terjadi. Tidak hanya tsunami, tetapi juga diikuti dengan sebuah bencana yang disebut dengan likuifaksi, yang bagi masyarakat saat itu masih awam.
Karenanya, Dia merasa perlu digalakkan sosialisasi bagi masyarakat agar apabila hal tersebut terjadi, masyarakat jauh lebih siap. Boleh saja sosialisasi, tetapi jika itu terjadi atas kehendak Allah. Tentu ada indikasi maksiat di tempat itu.
Sementara itu, likuifaksi menurut Prof. Paulus Pramono Rahardjo., Ph.D adalah fenomena hilangnya daya dukung tanah untuk menopang bangunan di atasnya akibat kejadian alam, seperti gempa bumi..
Likuifaksi adalah fenomena di mana tanah yang tanpa kohesi menjatuhkan kekuatan gesernya secara signifikan dan mengalir di bawah volume yang konstan, tegangan konstan secara efektif dan tegangan geser yg konstan akibat timbulnya tekanan pori yang berlebih selama gempa bumi.
Likuifaksi merupakan kerusakan akibat gempa. Di antara kerusakan yang lain menurut Rahardjo adalah retaknya permukaan, getaran, jatuhan beban pada bangunan dan infrastruktur, dorongan seismik dan tsunami.
Mengenal Jenis-jenis Likuifaksi
Terdapat empat jenis likuifaksi, yaitu sand blows, cyclic mobility, lateral spreading, dan flow liquefaction.
Sand blows biasanya ditandai dengan keluarnya pasir di suatu daerah, dan turunnya permukaan yang lain. Wajar bangunan yang ada di atasnya akan mengalami kemiringan.
Adapun cyclic mobility adalah fenomena pencairan, yang dipicu oleh pembebanan siklik, yang terjadi pada endapan tanah dengan tegangan geser statis yang lebih rendah dari kekuatan tanah.
Sementara lateral spreading adalah bergesernya permukaan tanah hingga ratusan meter.
Sedangkan flow liquefaction adalah bergesernya permukaan lebih dari satu kilo. Nah yang di palu itu jenis yang manakah? Demikian juga yang terjadi pada ummat nabi Nuh?
Langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan likuifaksi adalah mengidentifikasi area yang berpotensi terkena likuifaksi berdasarkan pengukuran para ahli. Gunakanlah pondasi yang cocok, jika bangunan sudah ada, tingkatkan pondasi dan strukturnya, serta memperbaiki dengan densifikasi pada tanah yang berpasir.
Apapun itu, likuifaksi pernah terjadi dahulu. Kehendak Allah yang menentukan dimana letaknya hendak terjadi. Oleh karena itu ada sosialisasi atau tidak tak menjamin kita selamat jika Allah tak ijinkan.
Al-Qur'an menyebutkan wilayah bencana ini sebagai wilayah yang ada maksiat di dalamnya. Hal ini pernah terjadi pada masa nabi Nuh as.
QS. Hud ayat 67 membahas tentang itu. Adanya likuifaksi pada masa lalu:
وَاَخَذَ الَّذِيۡنَ ظَلَمُوا الصَّيۡحَةُ فَاَصۡبَحُوۡا فِىۡ دِيَارِهِمۡ جٰثِمِيۡنَۙ
Kemudian suara yang mengguntur menimpa orang-orang zhalim itu, sehingga mereka mati bergelimpangan di rumahnya.
Setelah tiga hari yang dijanjikan tiba, kemudian suara yang mengguntur demikian keras dari langit pun datang menimpa orang-orang zalim itu yang getarannya merontokkan jantung. Sehingga mereka mati bergelimpangan di negerinya karena begitu dahsyatnya azab itu.
Kaum Tsamud dibinasakan Allah dengan suara keras guntur, menggoncangkan hati setiap pendengarnya dan menimbulkan gempa yang amat dahsyat. Sehingga orang yang berdosa dan durhaka itu jatuh tersungkur tidak sadarkan diri lalu ditelan oleh bumi yang telah merekah dan pecah-belah.
Tidak seorang pun di antara mereka yang dapat menyelamatkan diri dari malapetaka itu. Jika itu terjadi di daerah yang banyak maksiat di dalamnya, itu manjadi indikasi bahwa itu adalah bencana alam sebagai peringatan bagi orang yang melakukan dan membiarkan terjadinya maksiat. Menjadi pelajaran bagi kita yang menyaksikan dan mendengar berita itu.
Namun jika menimpa orang beriman, itu adalah ujian dari Allah SWT. Bersabarlah menghadapi qodho itu. Maka, sikap seorang muslim harus tepat dalam hal ini. Semakin terikatlah pada Al-Qur'an. Niscaya, kita akan menjadi orang yang tunduk pada aturan Allah saja.
Adapun kejadian buruk masa lalu yang menimpa kaum Tsamud. Tidak cukupkah menjadi pelajaran bagi kita? Bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatunya.
Wallahu A'lam bisshowaab.
0 Komentar