Oleh: Wina Fatiya
Beberapa waktu lalu, kita menyaksikan konflik antara Rusia dan Ukraina. Konflik ini bermula ketika Ukraina tidak mengindahkan peringatan dari Rusia supaya tidak bergabung dengan pakta pertahan AS di kawasan Atlantik Utara yaitu NATO. Ukraina baru berniat akan bergabung dengan NATO setelah mendapatkan sinyal positif dari AS.
Malangnya, Ukraina malah dibombardir oleh Rusia dan dibiarkan oleh AS. AS ataupun NATO sendiri tidak memberikan bantuan kepada Ukraina. Bahkan 'sahabat' Ukraina sendiri yaitu Israel, cuma memberikan helm untuk pasukan. Bantuan helm ini sontak membuat pihak Ukraina merasa diolok-olok karena jauh dari bantuan yang mereka harapkan.
Konflik ini begitu menyita perhatian masyarakat karena sedikit banyak mempengaruhi peta perpolitikan dunia. Juga berpengaruh pada kondisi negara-negara yang memiliki hubungan dengan kedua negara ini.
Sebut saja Indonesia yang sempat gelagapan harus menaikkan harga BBM karena pasokan minyak impor dari Rusia terkendala. Juga karena harga minyak dunia ikut naik akibat konflik ini.
Begitupun dengan pasokan gandum, Indonesia waspada akan kelangkaan bahan pangan ini. Karena faktanya Indonesia juga mengimpor gandum dari Ukraina. Secara ekonomi, Indonesia merasakan dampak konflik ini.
Bukan hanya itu, dari sisi politik luar negeri, Indonesia jelas menunjukkan posisinya. Ketika Duta Besar Ukraina untuk Indonesia mengirim surat kepada Presiden Jokowi, hal itu menuai kritik dari masyarakat. Betapa tidak, jauh sebelum surat itu diterima Presiden, Presiden sudah menyatakan sikapnya terhadap konflik ini, sekaligus menjadi langkah politik bangsa Indonesia. Presiden menuliskan dalam akun twitternya, "Setop perang."
Ada yang berkelakar, bahwa jangankan tanggapan surat untuk bangsa lain yang meminta bantuan, ribuan surat bahkan undangan dan serangkaian aksi turun ke jalan oleh rakyatnya sendiri, sama sekali tidak ditanggapi presiden. Sungguh miris memang.
Dari konflik Rusia-Ukraina ini kita bisa mencermati dan menarik benang hikmahnya. Beberapa diantaranya:
1. Konflik ini semakin menampakkan wajah dan watak asli AS. AS itu culas dan licik. Ia tak segan menggunakan manuver politiknya untuk menjatuhkan lawannya menggunakan tangan negara lain. Dia sendiri tidak telibat langsung, namun justru dia yang paling untung.
Dalam konflik ini, AS mendapatkan banyak keuntungan, diantaranya semakin mengokohkan pengaruhnya, khususnya di kawasan Atlantik utara dan Eropa. Keuntungan ini ia peroleh dengan memprogandakan Rusia sebagai penjahat perang.
Propaganda ini sekaligus me-refresh kembali sistem demokrasi dan HAM di tengah masyarakat dunia. Demokrasi dinarasikan sebagai sistem terbaik dibandingkan Komunis ala Rusia.
Selain itu, beberapa sanksi yang diserukan oleh AS kepada Rusia nyatanya dituruti oleh dunia internasional, sehingga hal ini melemahkan Rusia dan menguatkan AS baik secara politik maupun ekonomi.
Sedikit banyak masyarakat dunia terpengaruh dengan propaganda ini. Buktinya di dalam negeri kita saja, suara rakyat terpecah. Bahkan kaum Muslim juga ikut-ikutan terdikotomi antara mendukung Rusia atau menentangnya. Inilah bukti bahwa AS memang begitu cerdik dan licik.
2. Jangan terprovokasi AS. Kita bisa berkaca dari apa yang dialami oleh Ukraina. Janji dan rayuan AS nyatanya dibalas dengan olokan dan pembiaran. Seharusnya kita menolak apapun yang datangnya AS termasuk cara pandang dan sistem kehidupannya. Allah SWT berfirman:
اَفَحَسِبَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنْ يَّتَّخِذُوْا عِبَادِيْ مِنْ دُوْنِيْٓ اَوْلِيَاۤءَ ۗاِنَّآ اَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكٰفِرِيْنَ نُزُلًا
Artinya: "Maka apakah orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sungguh, Kami telah menyediakan (neraka) Jahanam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir." (Qs. Al-Kahf ayat 102)
3. Tidak berperang di bawah payung nasionalisme (ashobiyah)
Umat Islam harus menghindari sekat nasionalisme dan berperang karena ikatan nasionalisme karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻭﻣﻦ ﻗﺘﻞ ﺗﺤﺖ ﺭاﻳﺔ ﻋﻤﻴﺔ، ﻳﻐﻀﺐ ﻟﻠﻌﺼﺒﻴﺔ، ﺃﻭ ﻳﻘﺎﺗﻞ ﻟﻠﻌﺼﺒﻴﺔ، ﺃﻭ ﻳﺪﻋﻮ ﺇﻟﻰ اﻟﻌﺼﺒﻴﺔ، ﻓﻘﺘﻠﺔ ﺟﺎﻫﻠﻴﺔ
“Barang siapa mati di bawah bendera kebutaan, marah karena ashabiyah, berperang karena ashabiyah atau mengajak kepada ashabiyah, maka seperti kematian masa jahiliah” (HR Ahmad, dan Muslim)
4. Umat harus punya agenda sendiri dan fokus pada agenda itu. Agenda besar umat Islam adalah untuk menegakkan kembali institusi yang akan menaungi umat di seluruh dunia dengan keadilah, kedamaian dan kesejahteraan juga keberkahan. Institusi itulah yang harus menjadi corong fokus umat, bukannya perjuangan yang pragmatis buang perkara melenakan umat dari solusi hakiki. Institusi itu tidak lain adalah khilafah.
5. Umat harus lebih cerdas membedakan mana lawan mana kawan, mana yang harus didukung dan ditinggalkan. Kecerdasan umat mengidentifikasi ini lahir dari aqidah Islam yang diembannya. Oleh karena itu untuk memiliki pandang jernih tentang siapa lawan dan siapa kawan, harus kita sandarkan pada syariat Islam. Siapa yang harus ditaati dan siapa yang layak ditinggalkan.
Dalam Islam, jelas ikatan aqidah haruslah menjadi pemersatu umat. Ikatan aqidah artinya komitmen untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam melaksanakan seluruh aturannya secara kaffah.
6. Pengemban dakwah harus lebih politis dan lebih gencar berdakwah. Dengan berpecahnya dukungan umat ke arah Rusia dan Ukraina, maka ini menjadi sinyal bahwa umat perlu rujukan. Umat perlu pencerahan dalam tiap langkah pilihannya maka menjadi kewajiban para pengemban dakwah untuk lebih gencar menyuarakan Islam ideologis dan Islam politik di depan umat.
7. Musuh Islam mengetahui eskalasi potensi kebangkitan islam di dunia. Musuh Islam tak pernah berhenti membuat makar untuk menghentikan lagu kebangkitan Islam.
Dengan hikmah-hikmah ini sudah sepantasnya kita hanya yakin dan fokus pada kebangkitan Islam saja. Bahwa kebangkitan dan kemenangan Islam itu adalah suatu keniscayaan.
Wallahu'alam bi showab
0 Komentar