Oleh: Lathifa Rohmani
Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam satu ketukan palu, ketua DPR Puan Maharani mensahkan UU tersebut pada hari Selasa (18/1/2022).
Wilayah tujuan perpindahan ibu kota negara Indonesia adalah Kabupaten Penajam Paser Utara yang berada di Kalimantan Timur. Kabupaten yang akan menggantikan Jakarta ini memiliki luas 3.333,06 km2.
Biaya yang dibutuhkan untuk pemindahan IKN yaitu sekitar Rp.466 triliun, 19% dari APBN dan 80% dari KPPU atau kerjasama dari badan usaha dan swasta. Akan tetapi, dengan biaya pemindahan IKN sebesar itu sepertinya belumlah cukup. Pasalnya menteri keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, anggaran pemindahan IKN tahun 2022 akan mencatut anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Menurut Akademisi Universitas Mulawarman, Warkhatun Najidah menyatakan bahwa harus ada penolakan yang tegas dari berbagai pihak termasuk masyarakat. Dikarenakan pembangunan IKN baru ini dinilai bukan untuk pemerataan infrastruktur dan ekonomi, akan tetapi pencaplokan wilayah Kalimantan Timur semata. UU IKN yang disahkan dengan waktu yang singkat ini mengindikasikan bahwa proyek ini adalah proyek titipan dari para elit politik dan para investor, yang nantinya berpotensi menzalimi rakyat sekitar. Terlebih lagi akan adanya pencatutan anggaran PEN untuk IKN ini akan sangat melukai hati masyarakat yang terdampak oleh pandemi COVID-19.
Pada saat Islam masih berjaya, pemindahan ibu kota negara juga pernah dilakukan pada pemerintahannya. Pada masa itu pemindahan ibu kota negara dilakukan sebanyak empat kali, dari Madinah ke Damaskus, ke Baghdad, ke Kairo dan ke Istanbul. Pemindahan ini dilakukan tak lain untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat semata, bukan untuk kepentingan segelintir orang saja.
Wilayah dan tata ruang kota di negara Islam juga diatur sedemikian rupa untuk memudahkan masyarakatnya. Seperti masjid, sekolah, sarana transportasi, pasar, perpustakaan dan lain-lainnya dibangun secara strategis dan berada tidak jauh dari wilayah pemukiman warga, sehingga warga dapat mengaksesnya sengan mudah bahkan bisa dijangkau dengan hanya berjalan kaki saja. Dan semua fasilitas tersebut dibangun secara merata sehingga tidak ada kesenjangan sosial di antara warga.
Wallaahu a'lam bish shawwaab.
0 Komentar