Oleh: Alfi Ummuarifah
Pegiat Literasi Islam Kota Medan
Masih ingatkah kita akan Wadas? Sebuah Desa di daerah Purworejo yang memanas beberapa minggu lalu karena perseteruan mereka dengan aparat. Saat itu mereka "keukeh" mempertahankan tanahnya untuk tidak dipatok. Sebab di sanalah mereka bergantung pada alam. Merekapun memiliki tanggung jawab menjaga alam baik satwa dan faunanya.
Wajar mereka memberontak tidak ingin tanahnya diambil secara paksa meskipun untuk pembangunan bendungan Bener di sana. Kejadian bentrokan itu terjadi pada awal Februari 2021.
Pemerintah sebaiknya mendengar aspirasi mereka. Bahwa mereka punya pertimbangan untuk itu, karena mereka mempunyai hak. Itu tanah mereka yang ada tanggungjawab mereka untuk menjaganya.
Lihatlah, luas pegunungan dan hutan di sekitar Wadas itu sangat luas. Hutan dan pepohonan Produktif semisal sengon, dan lainnya banyak di sana. Tanaman itu dan jenis pepohonan lainnya mampu menyimpan dan menahan air agar tidak terjadi erosi dan banjir di sekitar wilayah itu.
Lalu satwanya beberapa burung termasuk burung elang yang terbilang langka juga ada di sana. Ini harus dijaga, jika penambangan batu andesit untuk kepentingan bendungan Bener dikakukan, keseimbangan alam di daerah itu pasti terganggu.
Oleh karena itu butuh kebijakan yang arif. Kebijakan berbasis pelestarian alam. Agar alam tidak rusak, lestari dan tetap bisa menjaga keseimbangannya.
Maka kebijakan pembangunan apapun namanya, jika tidak pro alam dan pro rakyat pasti akan mengundang bencana. Karena itulah kebijakan pembuatan bendungan harus dicarikan cara agar tetap ramah lingkungan dan tidak mengambil kebijakan yang salah demi segelintir kepentingan investor di sana.
Benar, batuan andesit sangat dibutuhkan dan banyak jumlahnya di desa Wadas. Namun, pasti ada cara lain yang bisa diambil untuk membangun bendungan ini. Banyak pakar yang bisa ditanya terkait perkara ini. Agar kebijakan tidak menimbulkan mudarat bagi alam Wadas. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan dengan matang. Agar Indonesia tetap bisa menjaga kelestarian alam dan keseimbangan hayatinya.
Islam Memandang Alam
Islam agama yang sempurna. Isi kitabnya banyak membicarakan tentang alam. Menjaganya dan menundukkannya untuk manusia. Manusia tidak boleh semena-mena terhadap alam dan menyebabkan keputusan yang "berpeluang" merusak.
Keputusan untuk mengambil batuan andesit dan menzalimi masyarakat sekitar dengan memaksa mereka setuju pada keputusan penguasa adalah tindakan zalim.
Penguasa harus mendengarkan suara hati mereka.
Mereka khawatir penghidupan mereka hilang sekaligus khawatir juga kelestarian alam wadas terganggu.
Masyarakat sudah pintar hari ini. Jika terjadi penambangan, niscaya satwa akan kehilangan habitatnya. Tanaman akan berkurang jumlahnya, maka penyerapan air untuk menahan longsor akan terganggu kerjanya. Allah pun akan murka jika alam itu keseimbangannya terganggu.
Islam menetapkan kebijakan untuk menjaga alam, menjaga keberlangsungannya itu agar tetap bisa dimanfaatkan masyarakat dalam kurun waktu yang lama. Salah satu dalil tentang perintah menjaga alam itu nampak dalam banyak ayatnya.
Salah satunya dari ayat berikut ini :
لِتَسۡتَوٗا عَلٰى ظُهُوۡرِهٖ ثُمَّ تَذۡكُرُوۡا نِعۡمَةَ رَبِّكُمۡ اِذَا اسۡتَوَيۡتُمۡ عَلَيۡهِ وَتَقُوۡلُوۡا سُبۡحٰنَ الَّذِىۡ سَخَّرَ لَنَا هٰذَا وَمَا كُنَّا لَهٗ مُقۡرِنِيۡنَۙ
Agar kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan agar kamu mengucapkan, "Maha-suci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. (QS. Az-Zukhruf ayat 13)
Ingatlah selalu dengan Allah dalam pikiran kita, dengan kuasa-Nya telah ditundukkan hewan-hewan itu untuk kamu, apabila kita telah duduk dengan aman dan melihat barang-barangmu aman di atasnya. Semua itu agar kita mengucapkan dengan lisan kita sebagai pengakuan atas kekuasaan Allah yang telah menundukkannya dengan mengatakan, "Mahasuci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya (yakni sebelum Allah menundukkannya) tidak mampu menguasainya."
Andaikata Allah tidak menundukkan alam semesta dengan ilmu yang dianugerahkan-Nya tentu manusia tidak dapat melakukannya, karena yang demikian itu di luar kemampuan mereka.
Bacaan doa itu mengingatkan manusia supaya selalu bersiap-siap menghadapi hari pembalasan saat seluruh manusia akan menghadapi dan mengalaminya dan jangan lalai mengingat Allah, baik di waktu bepergian atau tidak, di waktu berlayar atau tinggal di kampung halaman.
Sehubungan dengan tafsir di atas, diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i bahwa Rasulullah SAW, apabila bepergian dan berkendaraan mengucapkan takbir tiga kali dan membaca doa di atas.
Apabila Nabi SAW mengendarai kendaraannya untuk melakukan suatu perjalanan, maka beliau bertakbir tiga kali. Kemudian beliau membaca, "Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami."(Riwayat Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i).
Walau alam mempunyai ciri kekhususan dan sistem yang berbeda-beda. Pada hakikatnya, mereka sama dengan manusia di mata Allah. Manusia harus menjaga dan selalu mengingat bahwa manusia adalah kholifah yang diperintahkan menjaganya.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-An'am ayat 38)
Beberapa ayat Al-Qur'an menyinggung mengenai binatang, antara lain tentang bagaimana manusia harus bersikap terhadap binatang, kegunaan binatang untuk manusia, perilaku binatang yang harus ditiru manusia, dan banyak lagi lainnya.
Dalam hubungan kesetaraannya dengan alam adalah dengan memanfaatkannya dan menjaga martabatnya sebagai ciptaan Allah. Lalu melestarikannya sebisa mungkin. Itulah bentuk mensyukuri nikmat Allah dalam bentuk perbuatan nyata.
Dalam hubungannya dengan ayat dari Surah an-Nahl di atas, kita harus memperhatikan bahwa, kulit dan bulu binatang ternak boleh dimanfaatkan. Namun Nabi Muhammad SAW melanjutkannya dengan satu hal yang sangat bijaksana. Beliau melarang penggunaan kulit binatang liar walaupun hanya sekedar untuk alas lantai.
Jika aturan atau himbauan yang dikemukakan Nabi ini ditaati oleh semua orang. Maka pembunuhan sia-sia terhadap beberapa jenis binatang liar demi meraih keuntungan semata niscaya tidak terjadi. Demikian pula, walaupun umat Islam diperbolehkan mengkonsumsi daging beberapa binatang tertentu, tapi perlu diingat bahwa hal ini tidak menghalalkan pembantaian secara kejam yang tidak terkendali terhadap mereka.
Salah satu manfaat binatang adalah sebagai tunggangan. Kita harus ingat bahwa orang-orang Arab di masa lalu sepenuhnya bergantung pada unta untuk membantu membawa barang dalam perjalanan. Allah menyatakan hal tersebut dalam ayat di bawah :
وَتَحْمِلُ أَثْقَالَكُمْ إِلَىٰ بَلَدٍ لَمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ إِلَّا بِشِقِّ الْأَنْفُسِ ۚ إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً ۚ وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.(An-Nahl ayat : 7-8)
Pada hakikatnya Islam mengajarkan pada umatnya untuk menyayangi binatang dan melestarikan kehidupannya. Di dalam Al-Qur'an, Allah menekankan bahwa Allah telah menganugerahi manusia wilayah kekuasaan yang mencakup segala sesuatu di dunia ini.
Dalam ayat ini, Al-Qur'an sama sekali tidak memperbolehkan manusia memiliki kekuasaan mutlak untuk berbuat sekehendak hatinya segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Mereka juga tidak pula memiliki hak tanpa batas untuk menggunakan alam sehingga merusak keseimbangan ekologisnya.
" .... semua itu dari Dia ...." Penggalan ayat di sini seharusnya disadari dan dimengerti sebagai pengingat dari Allah, bahwa manusia tidak memiliki apa-apa di dunia ini. Jadi bertindaklah sebagaimana kita menggunakan dan memperlakukan barang milik orang lain, harus selalu diingat di dalam benak "...orang-orang yang berpikir...."
Jelaslah sudah ayat ini mengingatkan umat manusia bahwa Sang Pencipta telah menjadikan semua yang ada di alam ini (satwa dan fauna) sebagai amanah yang harus mereka jaga. Wadas bagian darinya, harus dijaga dan dilestarikan. Tak boleh terjadi satu kebijakan pun yang berpeluang bisa merusaknya. Wallahu A'lam bisshowaab.
0 Komentar