MENGAPA TERORISME IDENTIK DENGAN ISLAM?


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

Pandemi Covid-19 belum berlalu, kini sudah ada peningkatan kasus baru Omicron, meskipun tak menimbulkan gejolak sebagaimana puncak Covid-19 tahun lalu namun tak urung rakyat kembali harus menelan pil pahit penanganan dari pemerintah yang ala kadarnya.

Hanya, lagi-lagi, pemberlakuan PPKM dan perketat prokes. Jenuh? Pasti, apakah tak ada solusi lain? Alih-alih memikirkan solusi termutakhir, pemerintah justru ribut dengan "Terorisme". Dari kemenag yang mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Kemudian penangkapan anggota ormas tertentu dengan tuduhan terafiliasi terorisme namun hingga kini belum ada kepastian pelimpahan kasus ke pengadilan, lalu juru bicara BNPT Irfan Idris yang mengatakan sejumlah lembaga perguruan tinggi dan pondok pesantren disusupi terorisme dan lainnya.

Kata terorisme seolah melekat erat dengan Islam, simbol, pemeluk dan ajarannya. Sehingga banyak kepala berarguman tanpa bisa dikendalikan mengidentikkan Islam dengan terorisme. Dilansir dari Wartaekonomi.co.id, 22 Februari 2022, Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, mempertanyakan kasus terorisme yang sudah lama tidak dilimpahkan ke pengadilan. Jika terus menerus tak ada perkembangan, Anwar mengatakan kepercayaan publik terhadap BNPT dan Densus 88 Anti-teror akan menurun drastis. Terlebih sering terjadi aksi langsung tangkap, setiap kali seorang tokoh tersebut dituduh ada hubungan dengan terorisme.

Demikian pula dengan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Amirsyah Tambunan mengatakan, narasi yang dibawa BNPT dan Densus 88 harusnya dilakukan investigasi bersama sehingga ada fakta dan data seperti apa proses pembaiatan, pengajiannya sehingga jelas fakta dan datanya agar tidak meresahkan masyarakat. Hingga benar bisa dibuktikan di perguruan tinggi atau pondok pesantren ada susupan terorisme melalui kajian-kajian mahasiswanya.

Hal ini dikatakan oleh Amirsyah setelah BNPT menyampaikan permintaan maaf secara resmi tanggal 3 Februari 2022 di MUI terkait masalah pesantren yang terindikasi radikalisme. Namun, cukupkah dengan permintaan maaf lantas persoalan selesai? Bukankah semestinya kita perlu tahu akar persoalannya mengapa selalu Islam yang dikaitkan dengan terorisme? Dan benarkah ada terorisme dalam Islam? Baik itu ajaran, simbol dan pemeluknya?

Essensi permasalahan munculnya istilah terorisme adalah Islamofobia, ini adalah salah satu senjata dalam perang yang saat ini dilancarkan barat melawan Islam dengan nama PERANG MELAWAN TEROR. Ini bukan fakta baru, tetapi terus diperbarui karena barat melihat bangkitnya kesadaran umat Islam akan agamanya, kewajiban menerapkan hukumnya oleh negara Khilafah, pembebasan dari kolonialisme Barat dan kapitalisme serta sistem-sistem kufur lainnya.

Dan Barat sangat tahu bagaimana cara mengalahkan Kaum Muslim, bukan dengan peperangan fisik, tapi merusak pemahaman, hukum dan standar nilai. Membuat pola pikir dan sikap umat Islam dalam arahan Barat, termasuk cara umat melihat, dan bersikap terhadap agama Islam. Secara konsisten ada banyak pihak yang dibayar maupun sukarela mencitrakan buruk Islam Kaffah, Islam moderat baik. Islam dan pengemban dakwahnya dikriminalisasi. Tidak peduli jika harus terjadi adu domba dengan saudara seakidah ataupun mengorbankannya, sementara terhadap asing berlemah lembut.

Apa yang diinginkan barat terhadap Kaum Muslim? Hanya satu, yaitu bersikap Moderat. Dimana bersikap moderat itu artinya tidak anti bangsa Smit, menentang ke-Khilafahan, Kritis terhadap Islam, Nabi bukan Uswah Hasanah, menolak jihad, pro Israel atau netral, tidak memberi respon ketika Nabi dihina, menentang jilbab, syari’ah dan terrorisme. Dengan kata lain, kaum Kafir menghendaki kaum Muslim hanya menjadikan Islam sebagai baju luar atau hiasan, bukan pelindung bak jubah perisai. Islam biasa-biasa saja, jangan fanatik. Atau yang lebih nyata, Islam untuk ibadah mahdoh bukan untuk politik atau pemerintahan.

Ini bukan perkara sepele, sebab sejatinya penyematan Islam terorisme bukan untuk Indonesia, namun seluruh dunia. Telah banyak bukti kekejian mereka terhadap Kaum Muslimin, dan yang terbaru pelarangan Muslimah berjilbab untuk masuk lingkungan sekolah di India. Dimana aksi itu diperintah langsung oleh penguasa di daerah tersebut. Semakin Islam minoritas maka semakin tersudut. Lantas, apa yang harus kita lakukan sebagai bentuk pembelaan kepada sesama Muslim dan agama Islam?

Pertama, kita wajib terikat dengan perintah Allah, sebagaimana firman Allah dalam Quran surat Hud 11: 112-113, yang artinya, "Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas".

Kedua, bangga dengan manzilah yang Allah tetapkan yaitu Khoiru Ummah dan Ummatan Wasathan (Muslim yang mu’tadil, artinya konsisten dalam menjalankan kebenaran, yaitu terikat dengan batasan-batasan Allah (syari’ah) dan tidak boleh melanggarnya).


Ketiga, bekerja menjadi pejuang penegak syariah Allah sebagaimana yang ditugaskan kepada para Rasul. Wallahu a'lam bish showab.

Posting Komentar

0 Komentar